𝒟𝒾𝒻𝓇𝒶𝓀𝓈𝒾
Malam harinya, pintu kamar Difra di ketuk oleh Mbak. Membuat Difra yang sedang menulis menghentikan aktivitasnya.
"Ada apa mbak?"
"Astaghfirullah demit!!" kaget Mbak yang membuat Difra ikut terkejut.
"Ya ampun Non Dif, itu kantung mata kok segede gaban. Habis nangis ya? Ada masalah apa? Tumben-tumbennya nangis sampai bengkak gini matanya" Mbak terlihat khawatir, wanita yang masih lumayan muda itu melihat kantung mata Difra yang menghitam dan matanya yang sedikit besar akibat menangis.
"Nggak kok mbak, oh iya ada apa mbak?" tanya Difra, Mbak pun mengatakan alasannya mengetuk pintu kamar Difra.
"Tamu?"
"Siapa?"
"Siapa lagi kalau bukan den Kalla sih non, itu Mbak suruh nunggu di ruang tamu. Mumpung Non belum makan malam, ayo makan di bawah aja sama den Kalla." ajak Mbak membuat Difra terdiam, untuk apa pria itu datang lagi ke rumahnya.
"Oh iya habis itu Mbak potongin buah ya dan non Difra nggak boleh makan pedes lagi, awas aja kalau mbak nemuin bungkus makanan pedes. Mbak langsung hubungi den Bumi" ancaman Mbak membuat Difra tersenyum masam, hal itu karena Mbak berhasil menemukan bungkus kripca yang masuh masih ada isinya. Difra hanya mengangguk lalu berjalan menuju meja rias yang membuat Mbak geleng-geleng kepala.
"Dandan yang cantik ya non Dif, mbak turun dulu"
"Mbak apaan sih!!" ucap Difra dan hanya di tanggapi tawa oleh asisten rumah tangga yang menemani Difra di rumah sebesar ini.
Tidak lama kemudian Difra turun dengan baju tidur, Ia tak memakai pewarna bibir seperti biasanya. Hanya menutupi kantung matanya saja, agar Kalla tak tahu kalau sekarang ini dirinya habis menangis.
"Malem-malem ngapain kesini Kall?" Difra duduk di sofa dengan mengambil jarak yang cukup jauh dengan pria itu. Kalla hanya tersenyum masam.
"Gue belum paham sama materinya Dif, jadi kesini untuk minta bantuan Lo. Mau kan bantuin gue untuk mempelajari materinya" kata Kalla, ada yang berbeda dari gadis itu. Mata Kalla menatap wajah Difra, hingga berhenti di bibir pucat Difra yang tanpa pewarna. Dada Kalla berdebar kencang, Ia kemudian memalingkan wajahnya dan mengepalkan tangannya.
"Yang mana? Coba aku lihat" mengulurkan tangan mungilnya, Difra malah menatap tajam Kalla saat pria itu mengangkat buku yang di bawanya.
"Jarak kita jauh Dif, sini lebih dekat. Nggak mungkin Lo ajarin gue di situ kan?" gadis itu menghela nafas lalu bangkit untuk duduk di samping Kalla.
Kalla tersenyum kecil "Jadi di bagian paragraf ke dua, gue belum paham. Dan untuk paragraf terakhir juga" kata Kalla menunjuk buku yang Ia bawa lalu menatap Difra.
"Oh ini, jadi gini-" Kalla tak menyimak ucapan Difra yang mengalahkan panjangnya rumus matematika, Ia sibuk melihat wajah Difra dan cara gadis itu menjelaskan dengan jelas dan kata-kata yang Kalla pahami. Kalla itu sudah menguasai materi di situ, hanya saja Ia ingin mencari sebuah alasan agar bisa bertemu dengan gadisnya.
"Udah paham?"
"Belum Dif, ini terlalu susah. Boleh di ulang lagi nggak? Gue nggak maksa kok tapi ini urgent banget soalnya. Presentasinya besok dan gue kejar waktu Dif. Jadi tolong gue ya?" kata Kalla, sebenarnya tak tega melihat Difra yang menjelaskan panjang × lebar× tinggi dan hasilnya √36×7 = 6√7 { beda jenis tapi ketemu} namun masalahnya Kalla nggak paham-paham atau emang niatnya nggak paham sedari awal. Tolong! Difra juga punya emosi loh ya.D ia itu manusia biasa. Bukan Ironmen atau Spiderman!
"Bwoleh, boleh kok Kall" Difra mengambil ponsel Kalla, membukanya dengan menggunakan sidik jarinya dan terbuka. Difra cukup terkejut, soalnya dulu dia iseng membuat setting keamanan Kalla menggunakan jemari miliknya dan Kalla, bahkan pria itu belum menghapus atau tidak sempat?
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFRAKSI
Teen Fiction"Kalla, bisa berhenti memainkan perasaan Difra?" ~• Difra Sandyakala. Gadis periang, cerewet, dan juga manja. Di balik kehidupannya, ia menyimpan banyak luka. Bimantara Askalla, orang yang ia anggap sebagai pelitanya, justru meredup. Ada hati yang r...