𝒟𝒾𝒻𝓇𝒶𝓀𝓈𝒾
Udara malam menembus hoodie seorang gadis yang tengah melihat bintang dari balkon kamarnya. Langit sangat cerah, membuat siapa saja betah untuk melihatnya . Menggosok kedua tangannya agar terasa hangat. Ujung bibirnya begitu ketara warna kebiru-biruan. Dia Difra, memejamkan mata hingga air mata jatuh dari sana.
Rambut sebahunya berterbangan. Siapa saja yang melihatnya, langsung tahu kalau gadis itu sedang terisak. Tubuhnya jelas-jelas bergetar hebat, setelah mematikan telepon dari pacarnya. Ia memilih berdiri dan meluapkan segala rasa sakit ini seorang diri.
Waktunya berpura-pura sudah selesai, kini ia akan kembali ke sosoknya. Difra yang pendiam dan menutup diri dari segala hal. Tapi tidak dengan Bimantara Askalla, pria yang sudah berhasil mengobrak-abrik isi hatinya. Difra akan ceria dan tersenyum hanya untuk pria itu.
"Iya Kalla." buru-buru ia menghapus air mata yang menetes, mengusap pipinya yang basah dengan jemari yang masih terasa dingin.
"Turun, gue di bawah!" seru pria itu melalui sambungan telepon.
Difra menatap ke bawah, dimana mobil Kalla sudah masuk ke dalam pekarangan rumahnya. Kalla datang disaat dirinya sedang tidak baik-baik saja. Ini gawat, buru-buru Difra masuk ke dalam kamar. Menatap dirinya melalui pantulan cermin, keadaannya sekarang sangat kacau.
Ujung bibir yang terluka, bahkan warnanya belum pudar sama sekali. Gadis itu mencoba putar otak, dia tidak akan memperlihatkan keadaannya yang begitu kacau. Bisa-bisa Kalla risih dengan dirinya.
Lebih dari segalanya, ia takut Kallanya pergi karena dia banyak lukanya.
"Difra." suara itu kembali terdengar.
"Katanya Kalla mau main game sama Vano, kok sekarang di rumah Difra sih!Kalla bohong sama Difra ya ,ih nggak baik tau.." gadis itu mendengus kesal.
"Turun Difra." suara itu berubah menjadi sebuah tekanan.
"Difranya udah tidur tadi."
"Kalla pulang aja sekarang ya, babay Kallanya Difra." gadis itu buru-buru mematikan sambungan teleponnya, sudah aman. Pokoknya malam ini ia tidak mau ketemu Kalla. Apalagi dengan keadaannya yang sangat berantakan, banyak luka di wajahnya. Benar-benar buruk sekali, setidaknya bukan hari ini dirinya bertemu pria itu.
Tok
Tok
Tok
Suara pintu kamarnya diketuk dari luar, gadis yang mau berbaring itu mengurungkan diri. Membuka pintu, menengok mengunakan kepalanya, jadi tubuhnya masih didalam. Hanya wajahnya saja yang terlihat.
"Kenapa Mbak?"
"Itu Non, ada yang cari. Cowok ganteng banget, udah nunggu dibawah dari tadi" ucap mbak yang menemani Difra di rumah sebesar ini. Pelayan yang sudah Difra anggap sebagai keluarga.
"Siapa sih Mbak?" mengeratkan hoodie lalu langkahnya terus berjalan menuruni tangga.
"Udah tidur?" Pria itu menatap tajam, merasa ditipu oleh si gadis.
"Hehehe Kalla, bukannya udah Difra suruh pulang, kok masih disini sih?" hanya mampu menjawab dengan senyuman, walau bibirnya terasa sakit saat Ia tersenyum.
"Ikut Gue" Difra terkejut saat Kalla tiba-tiba menarik tangannya, menggenggam erat lalu membawanya masuk ke dalam mobil. Hangat! Tangan Kalla sangat hangat. Dia menyukainya, rasa nyaman dapat perempuan itu rasakan.
Tuhan apakah ini bisa bertahan lama?
Kalla mematikan AC di mobil saat merasakan tangan Difra begitu dingin, kenapa setiap memegang tangan kecil itu Ia selalu merasakan rasa dingin?
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFRAKSI
Teen Fiction"Kalla, bisa berhenti memainkan perasaan Difra?" ~• Difra Sandyakala. Gadis periang, cerewet, dan juga manja. Di balik kehidupannya, ia menyimpan banyak luka. Bimantara Askalla, orang yang ia anggap sebagai pelitanya, justru meredup. Ada hati yang r...