18. Dialog Janji

24 8 0
                                    


𝒟𝒾𝒻𝓇𝒶𝓀𝓈𝒾

Sambil mengerjakan tugas sekolahnya, Difra melihat balkon kamarnya. Siapa tahu ia mendengar suara motor kesayangannya itu. Entah kenapa perasaan Difra tak menentu.

Hingga saat Ia melirik ke luar, cahaya motor berhasil menarik atensinya. Difra keluar dari kamarnya dan menuruni tangga dengan tergesa-gesa.

"KALLA!"

Dengan sekuat tenaga, Ia memeluk tubuh Kalla. Bahkan pria itu hampir terjengkang jika tidak seimbang. Apalagi pelipis laki-laki itu mengeluarkan darah, Kalla tersenyum kecil, Ia membalas pelukan Difra dengan sangat erat. Seharusnya tadi Ia kemari, bukan ke basecamp yang sialnya membuat dirinya semakin emosi. Ia layak untuk Difra dan Difra sangat -
sangat layak untuknya. Atau ia akan berusaha layak?

"Iss—" suara desisan membuat Difra melepaskan pelukannya.

"Hayooo Kalla kangen ya sama Difra?Kan Kalla lupa ini hari apa? Jadi di sini yang cinta itu kayaknya Aku deh Kal, kesini nggak bawa apa-apa lagi. Padahal tadi Difra titip lolipop loh sama kamu,.." gadis itu melingkarkan tangannya ke arah sang pacar. Mengeggam telapak tangan yang begitu hangat itu, sangat bertolak belakang dengan keadaan tangannya yang begitu dingin.

"Duduk ya Kal, eh kenapa helmnya nggak dilepas sih!"

"Tapi kita di luar aja, soalnya Mbak lagi ke minimarket. Palingan bentar lagi pulang, Kalla kok diem aja sih dari tadi. Eh-eh kenapa ini" gadis itu kaget disaat tangannya di tarik dan membuat tubuhnya tak seimbang, alhasil Ia kini terduduk di kursi samping Kalla. Dan posisinya sangat tak biasa! Kalian bayangkan aja sendiri.

"Gue nggak lupa, ini hari Jum'at kan?Tadi pagi jam 10.00 gue nembak lo, dan itu beberapa bulan yang lalu. Atau ada yang lain?" suara Kalla terdengar serak, apalagi saat helmnya belum ia buka.

"Hahaha bukan itu ih!"

"Yakali setiap hari Jum'at jam 10.00 harus ngerayain hari jadinya kita, tapi kamu kok inget sih Kall?" Difra mencoba melepaskan helm hitam itu dari kepala Kalla, pria itu sempat menahan tangannya.

"Nggak usah di lepas."

"Kok gitu! Nanti Difra nggak bisa lihat muka Kalla yang ganteng ini dong. Curang banget kan! Kalla aja bisa lihat wajah Difra masa Difra nggak di bolehin lihat Kalla." nahkan, gadis itu mengeluarkan suara cerewetnya.

"Hm.."

Dengan satu kali tarikan, Difra membuka helm yang pria itu kenakan. Gadis itu membulatkan matanya, udah bulat makin bulat tuh. Tangannya menutup mulut tak percaya, helm yang Ia pegang sudah jatuh secara tragis ke lantai.

"KA- kamu kenapa Kal? Ini, ini, dan ini, kenapa banyak banget lukanya. Ya ampun, pasti sakit banget. Ada darahnya juga, astagaaa..." gadis itu berlari ke dalam rumah.

"Hiks-hiks, kamu kenapa sih Kall? Kok mukanya jadi kaya gini, masih ganteng kok tapi ini pasti sakit banget kan? Jujur sama aku siapa yang buat kamu kaya gini!" gadis itu terisak-isak sambil tangannya ia gunakan untuk mengobati si empu yang terlihat biasa aja.

"Jangan nangis Dif, gue nggak papa" jawaban singkat Kalla disaat Difra terisak. Jemarinya menggelap air mata yang keluar dari wajah cantik pacarnya, kini bahkan sangking banyaknya ia menangis membuat hidungnya merah padam. Dan tampak lucu!

Hiks Srott..

Kan kan, Kalla menghela nafas disaat jaket yang Ia lepas justru digunakan gadis itu untuk menggelap ingusnya. Jaket kesayangannya karena yang memilih adalah sang pacar.

"Kalla kenapa kok natap Difra kaya gitu?"

"Nggak, lo cantik kalau habis nangis." jawaban itu keluar dan malah membuat Difra menatapnya horor.

"Maksud Kalla, kamu mau buat Difra nangis terus gitu biar cantikkk??"

"Nggak." jawab Kalla.

"Kamu cantik di manapun dan kapanpun. Asal kamu bahagia, kamu akan selalu cantik dan menjadi yang tercantik." ucap Kalla, mengelus rambut Difra yang kini di urai. Gadis itu menyukai rambut pendek, ia juga suka karena itu Difra.

"Sekarang cerita siapa yang lakuin ini sama kamu!" ucap Difra menatap tajam, walau kini kedua pipinya tampak memerah menahan salting.

Kalla memeluk Difra, Ia menutup bibirnya rapat "Papa jahat Dif, gue benci sama dia." lirih Kalla semakin menenggelamkan dirinya di pelukan hangat itu.

"Sejahat-jahatnya orangtua, dia tetap yang bikin kamu hidup dan menjadi Kalla yang seperti ini. Kalla yang kuat dan Kalla yang hebat, Kalla yang suka renang dan Kalla yang pintar. Kenapa Difra bilang pintar, karena -" ucapan gadis itu berhenti, Ia memegang erat kaos yang Kalla kenakan dengan erat.

"Karena kamu memang bisa dan pintar Kalla, bahkan dulu Kalla pernah kalahin Difra waktu ujian sekolah kelas X kan??Emang Difra nggak inget. Kamu terbaik untuk Difra Sandyakala, dan kamu adalah kamu, cukup Kalla udah bikin orang-orang bahagia. Nggak perlu memikirkan siapa dan apa yang Ia bilang, tapi Difra mohon ya, tetap hormati Papa Kalla walaupun seberapa buruk perlakuannya ke kamu" untuk ke sekian kalinya pikiran pria itu terbuka di tangan yang sama.

"Gue sakit Dif, hati gue sakit banget." pria itu memukul-mukul dadanya, mengingat betapa buruk masa lalu yang Ia coba buang.

"Papa bilang apa?" Difra menangkap pergelangan tangan Kalla, mencoba menghentikan pukulan itu.

"Dia selalu limpahkan apapun ke gue, dia selalu menyuruh untuk menjadi yang terbaik. Sedangkan dia nggak ada disaat gue mencoba berproses menjadi terbaik Dif. Apa yang harus gue lakuin hmm??" Difra mengangguk, jika memang itu alasannya. Dan untuk masa lalu pria itu, biarlah waktu yang menceritakan segalanya.

"Mau berproses bersama-sama? Difra yang cantik jelita anak Pak Ilyas yang baik dan tidak sombong ini akan menemani Kalla di setiap langkah yang Kalla tuju!" kata Difra semangat empat lima, ingat Dif janji itu harus di tepati.

"Sure.."

"Deal ya sayang!"

Jam 21.36, hari ini malam Sabtu dan disini adalah perdana Difra memanggil Bimantara Askalla dengan sebutan sayang.

***

Mau tahu kunci kebahagiaan?
Oke Aku kasih tahu..
Bahagia itu sederhana, itu kata orang. Nyatanya banyak orang yang bahagia dengan versi dirinya masing-masing. Ada yang bahagia hanya cukup berlibur ke taman, ada yang bahagia jika bisa berlibur ke Belanda. Bukan belakang rumah anda loh ya! Manusia itu makhluk paling rumit, setiap kebahagiaan itu memiliki porsi dan versi masing-masing. Namun di sini Aku tidak menceritakan tentang porsi kebahagiaan, melainkan bagaimana cara bahagia. Gimana caranya? Wait wait tunggu, sebelum itu kita harus membaca dari hati. Masa nulisnya dari hati bacaan nggak dari hati, nah sekarang; Kamu akan bahagia jika tidak merusak kebahagiaan orang lain, itu harus tertanam. Orang lain berhak bahagia, tapi kamu juga berhak!Hilangkan penyakit hati dari siapapun itu,  dan kunci yang paling penting adalah ikhlas. Ikhlas dalam segala hal, masa lalu akan menyederhanakan masa depan! Percaya deh! Kalau kata Difra sih gini "Masa lalu itu penting, bukan untuk di kenang dalam kesedihan. Melainkan untuk menjadi pembelajaran pada setiap langkah yang ingin kita gapai"

Sudah selesai ya, sampai jumpa..

**

DIFRAKSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang