34. Sebenarnya

17 8 0
                                    

l𝒟𝒾𝒻𝓇𝒶𝓀𝓈𝒾

setidaknya langit yang kita pijak masih sama, oleh karenanya aku akan mencoba baik-baik saja~
———
Bimantara Askalla

Disebuah perusahaan ternama, pria dengan jaket trucker yang melekat indah di tubuhnya itu berjalan menuju ruangan yang biasanya ditempati oleh seseorang yang Ia anggap paman.

BD Corporation adalah perusahaan distribusi mobil multinasional yang didirikan oleh Bara Darmanendra pada tahun 2000-an. Perusahaan ini berkantor pusat di Jakarta, Indonesia, dan memiliki anak perusahaan di lebih dari 50 negara di seluruh dunia.

BD Corporation dikenal dengan produk dan layanannya yang berkualitas tinggi dan berstandar internasional. Perusahaan ini menawarkan berbagai macam mobil baru dan bekas dari berbagai merek terkemuka, termasuk Toyota, Honda, Mitsubishi, dan BMW dan Audi.

BD Corporation juga menyediakan berbagai layanan terkait mobil, seperti purna jual, pembiayaan, dan asuransi. Perusahaan ini berkomitmen untuk memberikan pengalaman terbaik bagi pelanggannya, mulai dari pembelian hingga perawatan mobil.

Dahulu seingat Kalla, memiliki perusahaan di bidang ini adalah impian sang Mama. Perusahaan kakeknya sendiri dirombak sedemikian rupa menjadi BD Corporation.

”Tumben-tumbenan Kall cari Om, ada apa nih?Kamu sedang buat masalah dengan papamu itu atau gimana?" pria yang sudah sedikit beruban walau masih sangat tampan itu menyambut hangat laki-laki yang sudah di anggapnya anak sendiri.

"Ada sedikit masalah om, Kalla perlu bantuan, tapi ini menyangkut seseorang yang cukup penting.." Kalla menjelaskan membuat pria itu terdiam lalu mengerutkan keningnya.

***

Hari itu setelah mendiskusikan hal yang menurutnya begitu penting karena menyangkut dengan gadisnya, Kalla menemui Ilyas Bumiputera.

Hal yang tak pernah disangka oleh siapapun adalah persoalan yang menyangkut dengan pria paruh baya itu.Iyas mengidap gangguan tempramental yang begitu sulit dihilangkan. Entah bagaimana laki-laki itu bertahan ditengah penyakitnya. Kalla tak terlalu mendengar saat Omnya menjelaskan begitu rinci.

Dan iya, dunia ini sangat sempit sekali. Secara kebetulan juga teman Papanya adalah dokter pribadi dari Ilyas Bumiputera.

Sore itu disebuah restoran, Kalla menemui sosok pria yang merupakan ayah dari Difra Sandyakala.

"Kamu anak Bara?"

"Tampangmu memang nggak ada bedanya sama laki-laki itu.." Ilyas meminum kopi yang sempat Ia pesan.

"Kamu dekat dengan anak saya juga,agaknya Difra sangat tergila-gila dengan bocah tengik macam kamu." Ilyas menatap tajam Kalla, secara gamblang mendeklarasikan bahwa jangan macam-macam dengan anak gadis saya.

"Dari raut wajahmu,  bukan becanda ternyata, apa yang ingin kamu katakan" Ilyas menunjukkan aura yang tidak biasa"Tapi ingat!mencintai anak gadis saya harus siap menerima resiko terburuk dari yang terburuk dikemudian hari"

Kalla tersenyum miring "Ada berapa macam resiko itu?"

"Kamu cukup berani tenyata, aaya hanya mau mengingatkan. Difra banyak lukanya, dan mencintainya berarti siap untuk berbagi luka dengannya"

Kalla terdiam cukup lama, hingga sebuah senyuman ceria melintas didepannya. Membuat lamunannya buyar begitu saja. Senyum itu, senyum tulus dari Difra Sandyakala.

"Langsung saja om, saya ingin membahas sesuatu yang serius dan juga pribadi. Tentang Difra, agaknya Om sangat keterlaluan dengan anak gadis Om satu-satunya. Main kekerasan bukan sifat laki-laki sejati.” pria paruh baya itu tersenyum kecil.

"Lantas apa maumu?”

”Jangan sekali-kali main tangan dengan Difra,nasehati dengan kata-kata. Jangan biarkan emosi mengendalikan Om. Maaf, saya tidak bermaksud mengungkit luka lama. Tapi tentang Mama Difra yang meninggalkan kalian bukan salah anak Anda, ini murni kesalahan beliau. Saya sebagai anak bau kencur seperti ini sebenarnya tak pantas menasehati. Tapi kelakuan Anda salah sebagai seorang Ayah, kekerasan adalah hal yang tidak bisa di toleran. Apalagi kepada wanita”Ini adalah sosok Kalla sebenarnya, bijak dalam segala aspek.

Dia itu memang masih seorang remaja namun jika soal menghasilkan uang sendiri Kalla bisa. Apalagi menghormati orang yang lebih tua darinya. Walau uang tersebut Ia kumpulkan dari sang Ayah juga. Asal orang yang dihormati pantas dan layak di beri rasa hormat.

"Difra harus tau tentang Ayahnya Om, dan saran saya jangan biarkan penyakit mengendalikan diri Anda.”

"Saya pamit”

"Namun Om, tanpa mengurangi rasa hormat Saya. Saya minta maaf
untuk ini—”

Plak.

Ilyas menatap punggung laki-laki yang barusan meninggalkan bekas tangan di wajahnya.Tersenyum kecil "Berani- beraninya kamu, tapi semoga saja kelak luka kesekian anak saya bukan kamu"

"Dan saya pegang janji itu," percakapan terakhir yang masih meninggalkan bekas begitu luar biasa.

***

Dengan perlahan-lahan langkah Kalla berjalan menuju ruang dimana Difra berada, saat sudah dekat Ia memelankan langkah kakinya. Menatap seorang gadis yang Ia ketahui sebagai sahabat dekat Difra, dia tak pernah bertemu secara intens dengan Kirana. Namun bibir sang gadis selalu menceritakan gadis itu.

”Kalla?Duduk Kall, nggak pegel berdiri gitu??" suara gadis itu lirih, bahkan Ia juga melihat sisa-sisa air mata di pelupuk Kirana.

"Nggak perlu gue tanya Lo udah tahu tentang penyakit Difra kan? Bodoh banget sih pertanyaan gue," Kirana menepuk dahinya lalu tertawa, garing sekali tingkahnya.

"Gadis itu kenapa nggak bisa bahagia ya Kall, heran gue. Padahal dari dulu dia nggak pernah buat orang lain kesusahan loh, gue selalu berharap ada setitik suka cita untuk gadis itu.Benci banget gue sama Tuhan!" Kirana meraup wajahnya, dia terisak mengingat sosok sahabat yang menemaninya dari kecil.

Kalla berjalan mendekat, netranya menatap sosok Difra yang begitu damai saat memejamkan mata. Untuk pertama kalinya Ia membenci wajah damai itu, seakan-akan memberikan tanda kalau gadis itu begitu bahagia saat memejamkan mata.

Tubuh Difra di kelilingi oleh peralatan rumah sakit, bahkan Ia bisa melihat denyut jantung gadis itu yang melemah dari elektrokardiogram. Tatapan Kalla begitu hampa, memejamkan mata berharap semua ini hanya sebuah mimpi yang akan hilang disaat dirinya bangun nanti.

"Kall"Seseorang menepuk pundaknya.

Kalla menoleh "Bang, gimana keadaannya?"Tanyanya.

"Masih belum ada perkembangan, jika dalam waktu 24 jam tidak ada perubahan. Maka jalan satu-satunya untuk menyelamatkan Difra adalah operasi, namun saya kurang yakin Kall" Bumi tersenyum tulus menatap siluet sang adik.

"Keluarga saya cuma satu, kalau dia pergi saya akan sendiri...”

”Ngomong apa sih Bang? Ucapan Lo nggak lucu!!"

Tit....tit...tit....

"Bang kenapa Difra?Denyut nadinya melemah??itu dia..dia ??" tak lama beberapa perawat dan seorang dokter masuk dengan terburu-buru ke dalam ruangan Difra.

Wajah mereka begitu panik, tak ayal suara Kirana yang menangis dan kekalutan Bumi serta Kalla yang memejamkan mata,suhu tubuhnya naik drastis. Dirinya hampir oleng jika tidak ditangkap oleh Bumi.

”Kall, Lo nggak papa??" dengan nafas ngos-ngosan, Al datang tepat pada waktunya.

"Dif—ra,, Al dia bakal baik-baik aja kan?tidak akan terjadi hal buruk sama gadis gue kan?Jawab Al??"

"Kall tenang.."

"Tenang Kall.."

"Tuan Bumi!" Bumi bangkit disaat salah satu dokter yang bertugas menangani Difra keluar.

Sekuat tenaga, Kalla memukul dadanya yang terasa sesak. Sesak sekali rasanya, membuat nafasnya bahkan tersegal. Untung ada Albrama yang menghalangi, walaupun tenaga Kalla yang begitu kuat.

"Maa, maaf..." lirihnya pedih.

.





DIFRAKSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang