𝒟𝒾𝒻𝓇𝒶𝓀𝓈𝒾
"Jadi ini yang kamu lakukan dirumah Dif? Membawa laki-laki kedalam, mau jadi wanita seperti apa kamu itu ha? Stop nunduk seolah kamu takut, duduk!” pria paruh baya tersebut melonggarkan dasinya, menatap putrinya dengan tatapan marah. Ketara sekali kemarahan pria itu, sampai- sampai membuat air muka wajahnya berubah total, kecewa?
Difra terduduk di sofa sambil menautkan jemarinya, menatap lantai dengan tatapan kosong. Tangannya berkeringat dingin, bahkan untuk menatap mata sang ayah saja ia tidak mempunyai nyali.
"Maafin Difra Pa.” hanya kata itulah yang keluar dari mulut kecilnya, itupun terbata-bata.
"Memangnya maaf bisa merubah segalanya?Kamu mau jadi wanita murahan?Membawa masuk laki-laki ke rumah ini, seharusnya kamu itu introspeksi diri! Nilai kamu turun pasti gara-gara anak nggak jelas itu kan! Jangan buat uang yang papa keluarkan menjadi sia-sia Dif. Mau menjadi nggak berguna kamu?"
Gadis itu sudah terisak kecil, entahlah. Padahal kata-kata ini hanyalah ucapan kecil dari beribu-ribu kata yang menyakiti hatinya. Namun tetap saja hatinya seperti dihantam ribuan batu saat pelitanya berkata demikian.
"Lantas Difra harus bagaimana untuk meminta maaf kepada Papa?" gadis itu berdiri, mengepalkan tangannya erat, mencoba mencari keberanian. Menatap mata sang papa yang penuh kilat kemarahan.
"Berani membantah kamu?"
"Seharusnya Difra emang nggak perlu tinggal disini!Difra itu capek Pa, pernah nggak papa itu sekali aja bangga dengan Difra? Bahkan saat Difra mendapatkan prestasipun. Papa tak pernah mengucapkan kata selamat. Padahal hal kecil itu adalah impian Difra. Emangnya Difra salah apa sih Pa?kenapa Difra harus ngerasain sakit hati ini?Difra pengen disayang oleh kedua orangtua Difra!Setidaknya papa menghargai Difra, aku bertanya-tanya, anak siapa aku ini mengingat perlakuan papa ke Difra.”
"Cukup Dif, jangan kamu terusin ucapan kamu itu.” tanpa menatap mata sang anak, papa Difra memalingkan wajahnya.
”Apa karena mama meninggalkan papa?" sarkas gadis itu terisak-isak. Mengingat hal ini hatinya remuk redam.
"CUKUP!”
"Papa itu selalu luapin amarah papa ke Difra, bahkan saat Difra nggak salah sekalipun!”
PLAK
"Kurang ajar!Sini kamu ikut Papa, mulut kamu butuh ajaran agar bisa menghormati yang lebih tua!”
Difra mengusap pipi cabinya, disana terdapat bekas luka yang kian jelas di mata. Rasa sakit yang gadis itu terima tak sebanding dengan hatinya sekarang. Fisiknya boleh luka, tapi hatinya seolah yang merasakan sakit amat luar biasa.
Dan seperti biasanya, ayah yang tak pantas disebut seorang ayah itu berjalan dengan tenang menuju arah ruang kerjanya. Meninggalkan Difra dengan luka menganga luar biasa.
"Makasih pa atas lukanya,"
***
"Kalla jangan lupa permennya dimakan, pokoknya setiap inget rokok Kalla harus makan permen!”
"Coklat buat Kalla, tapi kasian deh Kal coklatnya. Dia iri karena kalah manis sama kamu.”
"Menghafal sandi morse tuh lebih mudah ternyata, daripada buat Kalla jatuh cinta. Nih kotak bekalnya, jangan lupa di makan."
"Kalla ada PR loh dari Bu Nana, kerjain sekarang pokoknya. Tau sendiri kan sifat Bu Nana gimana kalau ngamuk, nyeremin deh."
"Eh Kalla, tau nggak?Tadi tuh Difra lihatin cowok ganteng banget. Tapi sayang udah ada yang punya." Itu adalah salah satu celetukan Difra yang masih terpintas di otak Bimantara Askalla. Melamun dengan bibir tersungging disaat ingatannya kembali ke beberapa Minggu lalu. Dimana ia merasa marah saat Difra memuji pria lain dihadapannya.
”Siapa?" tanyanya geram, ada getaran tersendiri di hati pria itu, diikuti gejolak rasa marah.
"Ada deh, anak futsal yang katanya sih tampan, cerdas dan punya masa depan mapan. Pernah menang kejuaraan renang tahun lalu." jawab gadis itu dengan tangan yang sibuk membuka-buka sebuah buku fiksi.
Ada rasa lega mendengar ucapan Difra, mengingat hal itu Kalla tersenyum kecil. Apalagi disaat gadis tersebut menceritakan bahwa pria yang dilihat adalah dirinya. Hal yang tak pernah Ia duga dari gadisnya, namun selama hampir tiga hari dirinya tak bertegur sapa dengan Difra. Ada rasa yang tak biasa mampir di hati.
Hilang
Sepi
Membosankan
Jabaran yang pas disaat gadis itu mencoba menghindari dirinya dengan sekuat tenaga. Apa yang terjadi dengan tubuhnya?Kenapa matanya tak pernah lepas dari gadis yang kini tengah memakai baju pramuka itu. Jangan lupakan bahwa gadis itu tampak manis saat rambutnya di kepang. Bibirnya menyunggingkan senyum, mata tegar Difra tak sengaja bersirobak dengan netra tajamnya.
Menciptakan sebuah fatamorgana. Selama tiga detik bertatapan membuat dirinya tersadar, kala gadis itu memutuskan tatapannya.Lantas kenapa sosok pria yang tengah dilanda gundah gulana tersebut tak menghampiri, walau hanya sekedar menyapa?Setidaknya bisa kembali mendengar suara merdu yang selalu menghiasi hari-hari membosankan di hidupnya.
Lupakan, karena disaat ia mencoba mendekat. Gadis itu menghindar, bahkan rela pindah bangku belakang. Sesuatu yang Difra benci, karena gadis itu tidak leluasa untuk melihat pelajaran. Gadis itu tidak pernah menghiraukan keberadaan seorang Kalla. Ada sesuatu yang hilang.
"Ngelamun nggak bikin hidup kaya.” tepukan di pundak menyadarkan Kalla dari sebuah lamunannya tentang si gadis. Rokok di tangannya seketika menjadi benda tak menyenangkan, ketika nama Difra kembali menghantui hari-harinya. Dikeluarkan sebuah permen dari saku bajunya, membuka lalu memakannya.
Rokok yang tinggal setengah itu dibiarkan masih menyala diatas asbak. Entahlah, nafsunya untuk menghisap benda bernikotin tersebut lenyap begitu saja.
"Bangun dan kejar, lo kalem gini cewek lo diambil orang baru tau rasa Kal. Sebuaya-buayanya gue. Nggak pernah bikin anak gadis orang nangis, paling cuma marah-marah nggak jelas karena gue duain. Gadis kaya Difra mau disia-siain gitu aja? Nanti nyesel udah nggak ada gantinya, mau cari dimana lagi? Dia itu gadis langka yang keberadaannya hampir punah dari dunia! Sebenarnya dulu gue sempet tembak Difra Kall, waktu awal-awal naik ke kelas XI. Eh nggak taunya di tolak mentah-mentah. Mau tau nolaknya gimana?Masa nomor wa gue di blokir dan dia bales singkat banget, maaf nggak minat punya pacar dan pacaran. Masih berasa keselnya gue waktu ditolak, dia gadis baik-baik yang pantas diperjuangkan." cerocos pemuda berjaket coksu yang duduk di sofa tongkrongan. Sebuah rumah minimalis untuk anak-anak macam mereka menghabiskan waktu luangnya.
"Dia tahu kalau lo buaya Al." jawab Kalla menatap Albrama dengan tatapan datar.
"Buaya-buaya gini gue juga nggak pernah buat anak orang nangis kali Kall. Nggak kaya manusia disebelah kanan gue ini" Albrama menatap sengit ke arah Kalla.
"Sok bijak lo sekarang." Katanya terkekeh pelan, walau seperti itu tanggapan Kalla. Cowok itu tampak bersiap untuk meninggalkan sofa, meraih kunci mobilnya di meja lalu memakai jaket yang tadi ia lepas karena kegerahan.
”Mau tau rahasia Rafael Kall?"
"Rafael?" tanyanya memincingkan mata.
"Difra cinta pertama Rafael. Cowok itu tergila-gila sama pacar lo, mereka deket udah lama dan Rafael sempet menjauh dari Difra, saat belum menyatakan perasaannya,"
"Tau kan alasan Rafael menjauh?Agaknya bukan karena nggak suka Difra" Albrama tertawa melihat raut wajah Kalla yang semakin masam. Antara mau marah namun bingung ke siapa.
"Rafael masa lalunya." katanya enteng.
"Lalu lo?”
"Masa yang sebentar lagi akan hilang!” Chiko berjalan masuk ke dalam ruangan dengan siulannya.
"Sialan." geram pria itu meninggalkan kawannya yang tertawa receh.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFRAKSI
Teen Fiction"Kalla, bisa berhenti memainkan perasaan Difra?" ~• Difra Sandyakala. Gadis periang, cerewet, dan juga manja. Di balik kehidupannya, ia menyimpan banyak luka. Bimantara Askalla, orang yang ia anggap sebagai pelitanya, justru meredup. Ada hati yang r...