35. Tentang Takdir'

12 8 0
                                    

l𝒟𝒾𝒻𝓇𝒶𝓀𝓈𝒾

"Nah, gitu nak. Rumusnya masih sama kok, matematika itu asal kamu suka pasti mudah Kall. Kamu nggak menyerah pada soal yang sulit aja pasti berhasil" tangan hangat perempuan cantik itu mengelus rambut legam sang putra.

"Tapi tetap sulit Maa!!" rengek pria kecil itu terus menggerutu.

Hingga langkah sepatu membuat anak itu mendongak, menatap sang papa yang baru pulang dari kantor.

"Papa pulang, ngapain kalian hm??"

"Papa...." pria kecil itu berlarian menuju sang ayah, meloncat dan bergelayut manja di sana.

Sekilas dari sini keluaraga itu terlihat sangat bahagia. Hingga pada suatu hari Arsilia mengidap penyakit gagal jantung yang mengharuskannya dirawat intens. Semua kebahagian itu berubah seketika, Kalla melihat dengan mata kepalanya sendiri sosok wanita yang melahirkannya harus terbaring lemah diranjang, anak itu hanya mampu mengamati dari jauh.

Fakta badai tak diundang datang begitu saja, wanita yang Ia ketahui sebagai sahabat dari sang papa datang ke istananya. Memporak-porandakan dalamnya hanya dalam dua kata, berhasil membuat kondisi sang mama tambah down.

"Aku hamil."

"Riani! APA-APAAN KAMU!!!"

Istana yang coba dibangun runtuh seketika hanya dengan perkataan wanita yang dipanggilnya tante. Kondisi sang mama saat itu tambah memburuk. Semua usahanya untuk sembuh harus sirna begitu saja.

"Waktu kematian pukul 07.16" hancur dan marah menjadi satu.

"Aku benci papa!Papa jahat, pergi sana pergi. Aku mau mama, mama...” meraung, berteriak. Anak itu semula tak sadarkan diri.

Berpisah dengan orang yang menemaninya sedari kecil membuat Kalla tumbuh menjadi pria yang kadang tak berperasaan hingga Ia mengenal Difra, gadis yang sama terlukanya.

"Bara, anakmu mengalami trauma berat. Satu-satunya cara agar dia bisa mengendalikan diri adalah dengan melakukan terapi dan menjauhkannya dari hal-hal yang memicu traumanya.Itu alasan kenapa Kalla mencoba menyakiti Riani." dokter kepercayaan sekaligus teman Bara Dharmanendra itu menjelaskan secara keseluruhan mengenai kondisi sang anak pasca ibunya meninggal dunia.

***

Pria itu membuka matanya, mencoba menyesuaikan cahaya yang memasuki jendela disekitar ruangan tersebut. Pandangannya megelilingi sekitar, kepalannya saat ini sungguh terasa pusing. Kalla meleguh saat merasakan kepalanya berat. Tidak lama kemudia pintu terbuka menampilkan Albrama yang berjalan masuk ke ruangan dengan membawa sebuah bugkusan yang dia tebak sebagai obat.

"Gue kenapa? Dimana Difra, tadi jantung Difra sempat nggak berdetak, dia nggak papa kan AL?" pria itu terlihat acak-acakan. Bahkan kini wajahnya sembab karena sedari tadi meraung. Kalla bangkit dari ranjang, mencoba menghalau pikiran negatifnya, kini Difra akan baik-baik saja. Gadis itu kuat bukan? Sebanyak apapun lara yang coba Difra rasa, gadisnya akan selalu kuat.Itu yang selalu dirinnya harapkan dari lubuk hati terdalam.

"Kalau sampai dia kenapa-napa gue hancur Al!"

"Stop Kalla, keadaan lo juga nggak baik-baik aja. Gue mohon sekali aja lo nurut dan jangan merusak diri sendiri dulu, bisa nurut ucapan gue nggak Kall. Gue yakin Difra bakalan sehat seperti sedia kala. Lagian percuma juga kalau lo bangkit trus cari Difra. Cewek lo sekarang nggak ada dirumah sakit ini, pagi tadi Bang Bumi udah pindahin Difra ke rumah sakit di Singapura. Gue mohon semohon-mohonnnya sama lo, jangan bikin orang lain khawair Kal. Bisa kan?" Al menahan tubuh Kalla yang coba melarikan diri dan bangkit dari ranjang pasiennya, padahal keadaannya sendiri kini sedang drop.

DIFRAKSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang