Di sinilah Sanggala berada. Tempat pertemuan dengan seorang perempuan yang sudah di atur oleh Ibunya.
" Mas Sanggala?" sapaan dari seorang perempuan yang berhenti tepat di depan meja Sanggala.
Sanggala mengangguk.
" Maaf Mas, aku telat ya!" Perempuan itu duduk tanpa di persilahkan terlebih dahulu.
Sanggala memindai sosok perempuan barusan.
" Mas sudah tahu namaku kan? Jadi aku rasa kita nggak perlu perkenalan." Sanggala menaikkan alisnya kemudian mengangguk kecil.
" Inneke?" Perempuan itu mengangguk.
" Betul. Tepatnya inneke Maharani." ujarnya memberitahu nama asli.
Inneke menatap Sanggala. Ia menautkan tangan di atas meja.
" Ehem. Langsung saja, Mas. Tidak perlu basa-basi. Aku datang kesini sesuai dengan permintaan kedua orang tua kita kalau aku menolak untuk melakukan perkenalan kita lebih jauh. Aku memutuskan untuk tidak memikirkan tentang pernikahan untuk saat ini, Mas. Jadi, kuharap Mas paham apa maksudku." tutur Inneke lugas dan tanpa basa basi.
Sanggala tersenyum jumawa. ia kemudian menyilangkan kedua kakinya dan bersandar dengan santai. " Saya paham dengan maksud yang kamu bicarakan barusan. Saya pun sebenarnya juga mempunyai pemikiran yang sama dengan kamu. saya juga menolak untuk melanjutkan perkenalan ini lebih jauh. lebih tepatnya lagi kamu bukan tipe saya sebenarnya."
Inneke membola mendengar perkataan Sanggala. Tidak di sangka ternyata laki-laki di depannya berani mengucapkan hal seperti itu. entah kenapa Inneke tidak bisa menerima fakta jika dirinya bukan tipe perempuan yang di cari Sanggala. jujur saja ia sedikit tersinggung. Tidak ada selama ini laki-laki secara terang-terangan berani menolaknya seperti yang dilakukan Sanggala barusan. selama ini laki-laki lah yang selalu mencari perhatiannya dan ia lah yang akan menentukan entah menerima atau menolak. Itu tergantung dirinya.
"Walaupun kita sama-sama menolak perkenalan ini, aku berharap kita masih bisa berteman dan tidak memutuskan tali silaturrahmi. Apalagi antara Ibu Mas Sanggala dan Ibuku berteman.
"Good. Saya oke dengan ini." Jawab Sanggala mengangguk. Inneke baru memperhatikan gurat wajah Sanggala. Ia akui ternyata laki-laki di hadapannya ini mempunyai wajah yang tampan. Dengan usia yang sudah menginjak kepala empat tidak terlihat wajah tua pada Sanggala. Yang ada Sanggala tampak makin matang dan gagah. Kenapa ia baru sadar sekarang.
Sanggala melirik jam tangannya kemudian menatap kembali kepada Inneke. " Sepertinya tidak ada lagi yang harus kita bicarakan. kebetulan saya habis ini ada urusan. jadi, saya harus pergi sekarang." Sanggala langsung bangkit tanpa mendengarkan jawaban Inneke. Inneke sendiri mengepalkan tangan. bukan seperti ini harapnya. bukan ia yang ditinggalkan tapi ia yang harus meninggalkan laki-laki itu di sini. kenapa sekarang terbalik posisinya. Inneke ti.dak suka dengan keadaan seperti ini.
******
"Woy!!!!! jangan lari lo bocah!" teriak preman itu mengejar Bia. dua lawan satu. begitulah penampakan sekarang. dua laki-laki mengejar seorang perempuan.
"WOYYYY!!!"
Bia berlari sekencang-kencangnya dari kejaran para preman suruhan lintah darat tempat kakaknya berhutang. Sesekali Bia menengok ke belakang. Dirinya hampir saja tertangkap jika tidak cepat lari.
Nafasnya sudah tidak beraturan. Peluh sudah membajiri tubuhnya. Para preman itu tidak menyerah untuk mengejarnya. Kemana lagi Bia harus pergi dan bersembunyi dari kejaran mereka. Bia sudah lelah sekali rasanya. Apa ia harus menyerah saja. Persetan lari kemana pun. Ia juga tidak bisa membayar hutang kakaknya.
Bia berlari hendak menyebrang sesekali masih menengok kebelakang melihat para preman tersebut. Bia menyebrang dan terkejut mendengar klakson mobil dari dekat. Bia terpekur kakinya gemetaran tidak bisa diajak berlari. Apakah ia akan mati sebentar lagi. Bahkan mulutnya tidak bisa mengeluarkan satu kata pun bahkan berteriak. Bia memilih memejamkan mata rapat-rapat. ia sudah siap jika ia akan pergi dari dunia ini. beban ini hidupnya tidak akan ada lagi. ia juga tidak akan di kejar-kejar lagi oleh preman itu. Bia sudah ikhlas jika umurnya sesingkat ini. Bia pasrah terhadap takdir yang tidak pernah memihak kepadanya. Tanpa sadar air matanya mengalir di pipi.
Ccciittttttttttttttttt!!!!!!!!!!!!!!
bunyi ban beradu dengan aspal akibat dari rem dadakan. Sanggala menggeram melihat perempuan yang berdiri di tengah-tengah jalan. untung saja ia cepat meng-rem mobilnya. Sanggala melepas sabuk dan keluar dari mobil dalam keadaan marah.
"Hey, kamu mau mati, Hah?" bentak Sanggala emosi. dadanya naik turun. ia hampir saja menabrak perempuan ini.
Bia membuka mata nya pelan-pelan dan matanya langsung bersirobok dengan mata kelam Sanggala.
"Kamu?" tujuk Sanggala terkejut. Sanggala berkacak pinggang. Ia mendekat. "Kamu lagi kamu lagi. Kamu ini beneran mau bunuh diri atau gimana hah? dua kali saya ketemu kamu dalam keadaan yang sama."
Bia masih diam. Ia masih terkejut. apakah ia masih hidup. Ia tidak jadi mati. Kaki Bia goyah sehingga ia hampir saja jatuh jika tidak di pegangi Sanggala.
"Hey!" ujar Sanggala sedikit panik melihat wajah Bia yang pucat.
dari arah belakang dua preman tadi berlari mendekat.
"Huh hah.., akhirnya. Mau lari kemana lagi lo?" ujar salah satu preman itu ngos-ngosan sembari menunjuk Bia.
Bia mengangkat kepalanya dan tersadar. Bia menegakkan tubuhnya dan hendak berlari, namun tangannya masih di pegangi Sanggala.
"Lepas!" pekik Bia panik. bia memberontak. Sanggala semakin mencengkram pergelangan tangan Bia.
"Saya tidak akan biarkan kamu pergi kali ini." ujar Sanggala tegas. Sanggala melihat Preman itu hampir mendekati mereka.
"Saya mohon. Tolong lepaskan saya!" Bia memberontak. Namun kekuatannya kalah di bandingkan cengkraman Sanggala.
"Tolong pegangi dia. jangan sampai ini perempuan kabur lagihh.. hahh ..haahhh."
"Mau kabur kemana lagi lo hah? lo nggak akan bisa lagi kabur bocah!"
Sanggala menatap kedua preman tersebut.
"Siapa kalian?" tanya Sanggala tegas.
"Lo nggak perlu tau kami siapa. Yang jelas serahkan saja perempuan ini sama kita. Dan oh ya terima kasih karena sudah menahan perempuan ini. Sekarang serahkan dia pada kami." tunjuk perempuan itu kepada Bia.
sedang yang di tunjuk menghela nafas pasrah. ia tidak ada tenaga lagi. Habis sudah hidupnya setelah ini. Apa bedanya dengan dirinya jika di tabrak barusan. Bia lebih memilih mati dari pada terlibat dengan lintah darat tersebut.
"Saya tidak akan menyerahkan perempuan ini kepada kalian. Urusannya belum selesai dengan saya!" tegas Sanggala. Matanya menatap kedua preman tersebut dengan menantang. Bia menatap Sanggala dengan cermat. Bia ingat laki-laki yang sedang menahannya sekarang adalah orang yang sama dengan laki-laki yang juga hampir menabrak nya kemaren.
Bia memejamkan matanya sembari mengutuk dirinya yang ketimpa sial terus. Sanggala menatap wajah pucat Bia.
"Urusan Bos saya dengan perempuan ini juga belum selesai. jadi, serahkan perempuan ini kepada kami. Setelah dia melunasi hutangnya silahkan bawa perempuan ini lagi. Kami tidak peduli."
"Hutang?" ulang Sanggala memastikan pendengaran. Sanggala menatap Bia yang menunduk.
"Ya. Perempuan ini jadi jaminan. kakaknya mempunyai hutang kepada bos kami. Sayangnya perempuan ini di jadikan jaminan karena kakaknya kabur dan menghilang." terang preman tersebut.
Sanggala menatap Bia yang juga sedang menatapnya. Bia lebih dulu memalingkan muka karena malu.
"Berapa hutang nya? biar saya yang melunasi hutang tersebut. katakan!"
kedua preman itu saling bertatatapan. Bia kembali menatap Sanggala dengan mulut terbuka. ia ingin menyela namun tak ada sepatah kata pun yang bisa keluar dari mulutnya.
29/05/23
KAMU SEDANG MEMBACA
40 Th
RomanceSanggala Pramujaya berumur empat puluh tahun. Sudah memasuki usia yang sangat matang untuk berumah tangga dan menikah. Namun malang, tidak ada satu pun perempuan yang mau dinikahinya. Entah apa penyebabnya. Tidak ada yang tahu selain Tuhan dan dir...