Holla selamat pagi seperti biasa nya. Cerita aku yang lain juga. Aku pasti akan kasih bonus extra part buat di sini.
Enjoyyy gaesss..
Double extra gaess💃💃
Dua minggu sudah berjalan sejak kejadian malam tersebut dimana Sanggala meninggalkan Bia. Sampai detik ini rumah tangga Sanggala dan Bia tampak dingin. Tidak ada lagi percakapan dan perbincangan hangat antara mereka berdua.
Bahkan dalam sehari ada mereka tidak berjumpa padahal mereka masih tinggal satu atap.
Selama dua minggu ini pula Sanggala tampak kusut. Ia tidak serapi biasanya.
Pikirannya bercabang. Terlebih ia sering memikirkan istrinya.
Saat ini sanggala sedang di luar bertemu dengan Mayang sari.
" Saya rasa saya sudah cukup membantu kamu sampai disini Mayang!"
" Kenapa kamu berbicara seperti itu Sanggala? Apa maksud kamu? Kamu tidak mau lagi membantuku?"
"Saya bukan tidak mau membantumu lagi. Cuma sudah cukup sampai di sini. Selebihnya kamu tangani sendiri masalah kamu dengan Yos."
" Kenapa begini Sanggala? Ada apa?"
Sanggala menggeleng. " Tidak ada apa-apa. Saya cuma tidak bisa lagi membantumu."
Mayang tampak lesu. " Masalahku dengan Yos belum menemukan titik terang. Padahal aku berharap banyak agar kamu bisa membantu masalahku sampai selesai. Padahal kamu sudah berjanji di awal sebagai penebus balas budi kamu Sanggala."
" Ya benar. Tapi saya rasa saya sudah cukup banyak mengorbankan waktu saya untuk kamu dan anak kamu."
Mayang menaikkan alisnya.
" Apa ini ada hubungannya dengan istri kamu?"
Sanggala mendesah berat. Mayang dapat memahami perasaan Sanggala. Namun ia sangat membutuhkan Sanggala saat ini.
" Aku akan bicara dengan istri kamu Sanggala. Aku akan membuat istri kamu paham!"
Sanggala menggeleng. " Tidak perlu. Masalah istri saya biar jadi urusan saya. Saya harap kamu dapat memahami keinginan saya ini Mayang."
Mayang tampak tak rela. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa. Semua keputusan ada di tangan Sanggala.
" Baiklah jika itu yang kamu mau. Terima kasih untuk bantuan kamu selama ini. Jika tidak ada kamu aku tidak tahu lagi harus meminta bantuan siapa. Aku benar-benar bersyukur saat kita di pertemukan di lombok! Kamu seakan menjadi dewa penolong untukku dan Seina."
Sanggala mengangguk.
" Apa kamu tidak mau bertemu Seina? Aku rasa dia akan sering menanyakan kamu. Karena akhir-akhir ini aku melihat Seina cukup dekat dengan kamu."
" Tolong sampaikan saja salam saya untuk Seina."
Mayang mendesah pelan. Ia mengangguk.
****
Sedangkan di apartemen sejak pagi Bia muntah-muntah sampai harus bolak balik kamar mandi.
Wajahnya sudah seperti mayat hidup tak berdarah.
Tidak ada makanan yang masuk ke dalam perutnya. Semua nya akan keluar dimuntahkan lagi. Seharian ini Bia hanya bisa istirahat di atas tempat tidur. Bia berusaha menguatkan badannya. Tidak ada yang akan memperhatikannya. Sanggala tidak akan ada waktu untuknya. Suaminya sibuk dengan perempuan lain.
Bia baru keluar dari kamar mandi saat pintu kamar terdengar di ketuk dari luar.
" Sayang, buka pintunya!"
Bia tidak mengacuhkan panggilan Sanggala. Ia meraba dinding mencari pegangan.
Pintu terbuka. Bia menatap Sanggala yang terpaku di depan pintu kamar. Sanggala berlari mendekati Bia dengan wajah panik.
" Sayang, Ya Allah---,"
" Tolong jangan sentuh saya!" ujar Bia lemah.
Sanggala terdiam. Ia terpaku mendengar perkataan Bia. Begitu tidak mau nya Bia di sentuh oleh nya.
" Sayang sakit? Kenapa wajah nya sampai pucat begini? Kita berobat ya!"
Bia tidak mendengarkan ucapan Sanggala. Ia kembali melangkah dengan berpegangan ke dinding. Kepalanya pusing. Ia tidak sedang dalam mood yang baik untuk bertengkar dengan Sanggala.
Sabia terpekik saat tiba-tiba Sanggala sudah menggendongnya naik ke atas tempat tidur. Bia diam pasrah saat Sanggala merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Sanggala menatap Bia dengan wajah cemas dan terlihat sangat merasa bersalah.
" Sayang. Maafkan Mas. Maaf!"
Bia mengalihkan wajahnya tidak mau menatap Sanggala. Ia tidak kuat menatap wajah sang suami. Ia akan kembali teringat perlakuan Sanggala yang meninggalkannya demi perempuan lain.
" Sayang, please. Ngomong sesuatu!"
" Keluar!"usir Bia pelan dan lemah. Sanggala menggeleng. " Nggak, Mas nggak akan keluar. Mas akan temani sayang di sini!"
Bia tersenyum miring. " Temani saja perempuan itu. Saya tidak papa sendirian. Sudah biasa."
Sakit sekali hati Sanggala mendengar perkataan lirih istrinya.
" Nggak. Dia bukan siapa-siapa sayang. Mas nggak ada hubungan apa- apa dengan Mayang. Mas murni cuma membantunya."
Mayang? Jadi nama perempuan itu Mayang.
Membantu berkedok lain. Tidak mungkin hanya sekedar membantu jika Sanggala lebih memilih perempuan yang bernama Mayang di banding dirinya yang seorang istri sah Sanggala sendiri.
Sanggala mengambil tangan Bia yang tidak bertenaga. Bia menarik tangannya kembali namun Sanggala menggenggam erat tangan Bia enggan untuk melepaskan
Bia mengalah. Karena ia tidak akan menang melawan Sanggala dalam keadaan nya seperti ini.
Bia lebih memilih menutup mata dan tidur. Tubuh nya butuh istirahat. Terlebih pikirannya yang tidak jauh dari kata stress.
Sanggala mengecup punggung tangan Bia. Sanggala merasa gagal menjadi suami. Ia tidak tahu kalau istrinya sedang sakit.
Sudah berapa hari Bia sakit?
Apakah Bia sudah makan?
Pertanyaan tersebut langsung menyerbu pikiran Sanggala. Ia menunduk kembali membawa tangan Bia ke pipinya.
Sungguh hatinya sakit melihat keadaan Bia sekarang. Di saat istrinya lebih membutuhkan dirinya ia lebih memilih untuk membantu perempuan lain.
Ya, Sanggala memang se-brengsek itu sebagai seorang laki-laki dan suami.
Sanggala tidak berhenti menyalahkan dirinya kenapa baru sadar sekarang ia tidak bisa jauh dari Bia. Ia kehilangan perhatian Bia. Ia kehilangan kemanjaan istrinya. Ia tidak melihat tawa istrinya. Bahkan mendengar suara istrinya saja Sanggala tidak ada. Dalam sehari mereka ada tidak bertemu padahal tinggal serumah. Sanggala terlalu fokus membantu Mayang karena ingin membalas budi atas kebaikan Mayang di masa lalu.
Sekarang Sanggala harus melihat keadaan istrinya seperti ini. Ia pikir dengan menutupi ini Bia tidka akan tahu. Ternyata semua ini menjadi boomerang untuknya. Bahkan Bia sudah tahu kalau Sanggala bertemu dengan Mayang saat mereka di lombok, dan Bia tidak ada bertanya sedikit pun.
Bia memendam sendiri. Dan Sanggala mengutuk dirinya yang berbohong kepada Bia.
" Maafkan Mas sayang. Maaf!"
Sanggala terisak. Hatinya sungguh pedih dan merasa menyesal telah memperlakukan istrinya seperti ini. Sanggala tidak bisa membayangkan sebesar apa luka Sabia terhadap dirinya
KAMU SEDANG MEMBACA
40 Th
RomanceSanggala Pramujaya berumur empat puluh tahun. Sudah memasuki usia yang sangat matang untuk berumah tangga dan menikah. Namun malang, tidak ada satu pun perempuan yang mau dinikahinya. Entah apa penyebabnya. Tidak ada yang tahu selain Tuhan dan dir...