35

5.5K 307 10
                                    


BAB 43 UDAH HADIR DI KARYAKARSA YAA!!

YUK BACA DI SANA BAGI YANG PENASARAN.

" Abang benar-benar mencintai Mba Bia ya?"

" Penilaian kamu gimana, dek?"Sanggala balik bertanya.

" Kalau aku yang nilai?" tunjuk Inggit ke dirinya. Sanggala mengangguk. " Kalau menurut aku bukan lagi mencintai tapi Abang sudah cinta mati sama Mbak Bia. Aku lihat Abang nggak bisa jauh dari Mba Bia. Lihat Mba Bia sebentar aja langsung lengket. Lagian tatapan Abang sama Mba Bia itu loh tatapan yang menyalurkan rasa cinta yang besar. Hangat dan tulus. Aku tuh bisa merasakannya bang. Apalagi Mbak Bia. Beruntung banget sih Mba Bia punya suami kayak Abang."

Betulkah iya sudah ada rasa sama Sabia. Betulkah ia sudah mencintai Bia? Ia akui ia memang senang, nyaman berada dekat Bia. Memang ia tidak bisa jauh dari Bia. Ia seakan memerlukan Bia saat kapan saja. Apalagi tubuhnya, jiwa dan raga nya selalu tertarik akan Bia.

" Sebenarnya Abang yang beruntung bisa menjadi suami Sabia. Sabia bahkan mau sama abang kamu yang udah berumur ini. Jarak Abang sama Sabia saja jauh loh dek. Tapi ia mau sama abang. Kalau Sabia mau ia bisa mendapatkan yang seumuran dengannya."

" Tapi Mba Bia lebih memilih Abang kan?"

Karena sebenarnya kami pun menikah karena perjanjian, dek. Kalau Sabia nggak berhutang, Ia pasti tidak akan mau sama abang. Tapi abang rasa sekarang keadaan nya sudah berubah. Abang sama Sabia mulai menjalani pernikahan ini dengan betul dan benar. Bukan lagi drama.

" Hm. Ya. Abang kalau tiap dekat Sabia pasti jantung abang ini selalu berdetak kencang dek."

Inggit menjentikkan jarinya. " Nah itu tuh tandanya kalau Abang sangat mencintai Mba Bia."

" Oh ya?"

" Ho oh. Percaya sama aku. Rasa ketertarikan yang begitu kuat. Aku bisa merasakan hal itu dari abang dan Mbak Bia."

" Pintar penilaian kamu ya ,dek."

" Iya dong. Aku ini juru cinta bang. Teman-temanku banyak yang curhat dan minta saran tentang hubungan percintaan mereka yang inilah, itulah, dan masih banyak lagi dan nggak bisa aku sebutin satu per satu."

" Ya ya ya bolehlah." Sanggala mengangguk anggukkan kepala.

Sabia yang mendengar pembicaraan mereka keluar dari  persembunyiannya di balik sekat tembok.

" Lagi ngomongin apa? Seru kayaknya." tanya Bia setelah duduk di sofa lain.

" Lagi ngomongin Mba Bia." Jawab Inggit jujur.

" Sayang kok duduk nya di sana. Di sini dekat mas!"pinta Sanggala menepuk tempat duduk di sampingnya.

" Nggak ah. Enak kayak gini, Mas. Luas dan lepas pemandangan." Jawaban Bia membuat inggit terkikik.

" Lebih enak mana dari pada pelukan Mas Hm?"

" Ops! Tolong ya ada orang di sini. Jangan mulaii Abang sama Mba Bia ya. Bisa ternoda pendengaran dan penglihatanku." Ujar Inggit sedikit drama.

"Nggak usah lebay dek." Ucap Sanggala sedikit jengah. " Nanti kamu juga akan merasakan. Sekarang mungkin belum." tambah Sanggala.

" Udah nggak usah debat juga. Abang sama adik sama aja. Mending kita lebih baik nonton deh!" usul Bia.

" Nggak ah. Mba sama Abang aja. Aku mau ke kamar dulu. Telponan sama Babang tamvan!"

" Kamu punya pacar, dek?" tanya Sanggala agak keras saat Inggit sudah bangkit dari duduknya.

" Menurut abang?" tanya Inggit balik seraya tersenyum polos.

" Dek, abang serius!"

" AKU DUA RIUS!" teriak Inggit. Ia menghilang  di balik pintu kamar.

40 Th Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang