Episode 12-13 ada di Karyakarsa ya!!"Bia kamu antarkan dokumen ini sama Pak Bos ya."
" Loh kok saya, Bu?" Winda tersenyum lebar.
" Saya ada perlu sebentar. Kamu tolongin saya, Ya!" bujuk Winda.
" Kamu kasih aja sama sekretaris nya. Nggak perlu ketemu Bos kok."Bia melenguh. Ia malas sekali kalau bertemu Sanggala di kantor. Takut nanti ada yang curiga. Dari pada ketahuan mending menghindar kan.
Winda sudah keluar dari ruangan. Nampak nya perempuan itu memang sedang ada keperluan. Terlihat dari cara jalannya yang terburu-buru.
Dengan langkah berat, Bia mengambil dokumen tersebut dan meninggalkan ruangannya.
Bia melihat rekannya yang lain pada sibuk dengan kerjaan masing-masing.
Bia menekan lift pergi ke lantai tempat dimana si pemilik perusahaan berada.
Bia keluar dari lift. Ini pertama kali kakinya menginjak lantai tiga. Bia memperhatikan ruangan yang sudah di beri papan nama.
Ada ruang IT, ruang arsip, dan ruang meeting. Tiba di ujung ada lorong ke kanan. Mungkin di sana ruang si Bos.
Bia melangkah pelan. Ia terkesima melihat jendela besar yang menampilkan pemandangan lepas. Ada deretan gedung dan toko-toko. Para penjual kaki lima. Serta lalu lang jalan lintas kendaraan roda empat atau pun roda dua.
Ada sofa dan meja juga di sudut bangunan. Ada papan nama sekretaris di atas meja. Namun tidak ada orang.
Bia sudah sampai di dekat pintu bertuliskan direktur. Haruskah Bia mengetok pintu atau ia tinggalkan saja di meja sekretaris.
Aduh! Bia bingung.
Bia memberanikan diri mengetok pintu besar tersebut.
Tok tok tok!
" Ya, masuk!"
Bia menelan ludah mendengar suara berat Sanggala.Perjanjian mereka tidak membolehkan Bia bertemu dengan sengaja dengan Sanggala. Kecuali dalam keadaan tertentu. Berarti ini pengecualian kan. Begitu pikir Bia.
Bia melongokkan kepala nya ke dalam. Tampaknya Sanggala sedang berbicara dengan lawannya di telpon.
Sanggala mendongak dan menatap Bia. Ia mengkode Bia untuk masuk.
Bia mendorong pintu lalu kembali menutup nya. Bia mendekati meja Sanggala. Ia menggoyangkan file memberi kode lalu meletakkan di atas meja.
" Baik. Saya akan mengutus perwakilan saya untuk meeting besok."
Sanggala mendekati Bia sembari mengangsurkan dasi. Ia mengkode Bia untuk memasangkan.
Seolah mengerti Bia lebih mendekat. Ia mengambil Dasi di tangan Sanggala dan memasangkannya.
" Baik, Pak. Sama-sama. Saya juga berharap semoga kerja sama kita ke depan nya bisa berjalan dengan baik."
Bia bisa merasakan nafas Sanggala dengan jarak sedekat ini. Bia berusaha fokus. Wangi tubuh Sanggala membuat nya terlena sejenak. Harumnya sangat menenangkan di hidung Bia.
" Baik, Pak. Terima kasih!"
Sanggala mematikan panggilan. Bia baru memulai simpulan dasi.
" Kenapa bisa kesini?"
Sanggala menunduk menatap Bia. Ia rasanya ingin sekali memeluk perempuan ini. Ia tidak tahan dengan wangi tubuh Bia. Sejak kemarin wangi ini selalu tercium di hidungnya.
Lembut dan segar." Di suruh Bu Winda anterin dokumen. Trus di luar nggak ada sekretaris Bapak. Aku bingung antara taruh di meja sekretaris atau langsung ke sini. Akhirnya aku pilih opsi kedua."
Sanggala mengangguk.
" Selesai!"
Bia sedikit merapikan sebelum mundur ke belakang.Sanggala tersenyum.
" Terima kasih!"
Bia mengangguk. " Kalau begitu saya keluar dulu, Pak!"
" Sudah masuk jam makan siang. Sekalian saja makan di sini!"
Bia menggeleng.
" Nggak usah, Pak. Saya makan di ruangan saja."
" Kamu menolak?"
" Bukan menolak, Pak. Kan Bapak sendiri yang buat perjanjian kalau kita tidak boleh seperti ini."
Sanggala terdiam mendengar ucapan Bia. Ia baru ingat sekarang. Padaha dia sendiri yang membuat perjanjian tersebut.
" Hari ini pengecualian. Temani saya makan!" titah Sanggala tak mau di bantah.
" Tapi, Pak---," Bia kembali diam melihat tatapan Sanggala. Akhirnya Bia mengalah. Di sinilah mereka sekarang duduk di sofa.
Bia mengeluarkan paperbag yang di siapkannya tadi pagi.
" Makanannya nggak cukup buat kita berdua, Pak. Ini mah saya buatkan seporsi Bapak. Saya makan apa dong." Dumel Bia kesal.
" Makan satu berdua saja."
" Kan sudah saya bilang nggak cukup, Pak!" Bia geregetan sekali menatap sikap santai Sanggala.
" Kamu mau saya pesankan makanan?"
Bia menggeleng. " Kan saya juga bawa bekal kalau Bapak lupa."
" Ya sudah. Biar saya suruh Dery menjemput bekal kamu."
Bia spontan menggeleng cepat dan menolak. Ia takut kalau rekan kerja nya nanti bertanya-tanya.
" Nggak. Nggak. Ini saja satu berdua."
" Bagus. Pilihan yang bijak!" Puji Sanggala.
Bia memutar bola mata jengah.
" Sendok nya cuma satu ini."
" Gantian!"
" Memang nggak ada sendok satu lagi di ruangan ini."
" Di sini nggak ada."
Bia menghela nafas. Mau bagaimana lagi.
Bia memberi kan sendok ke hadapan Sanggala.
" Ya sudah. Bapak makan saja duluan. Nanti saya makan di bawah saja. Pasti bisa. Jam istirahat kan sejam. Masih bisa makan nanti." Bia masih memberikan solusi.
" Terserah kamu. Suapi saya!"
" Pak!" Jerit Bia tertahan. Sanggala tak menganggapi. Ia tetap fokus kepada dokumen di tangannya.
" Kamu nggak lihat saya ngapain?"
" Kan bisa kerjakan setelah makan, Pak!"
" Jadwal saya padat. Setelah ini saya ada meeting di luar."
Bia menggenggam erat sendok di tangannya. Kesal sekaligus geram dengan sikap santai Sanggala. Ia takut kalau kebersamaan seperti ini akan berujung panjang ke depannya. Dan itu tidak baik untuk dirinya sendiri tentu saja.
Bia menyerah. Ia menyuapi Sanggala. Bahkan untuk minum pun Bia tolong. Sudah seperti anak kecil.
Sesekali Bia menyuap untuk dirinya sendiri setelah tidak tahan. Perutnya ternyata juga lapar dan ngiler lihat Sanggala makan. Percuma saja ternyata ucapannya tadi.
Tbc!
21/06/23
Yuhuuuu sudah ada kemajuan nih.
Gimana?? Pada suka nggak?
So sweet gk sih?? Makan aja minta di suap. Manja betul lah si Bapak ini ye kan?
Wkwkwk😂😂
Jangan lupa vote dan komentar yang buannyakk yahh😍😍
KAMU SEDANG MEMBACA
40 Th
RomanceSanggala Pramujaya berumur empat puluh tahun. Sudah memasuki usia yang sangat matang untuk berumah tangga dan menikah. Namun malang, tidak ada satu pun perempuan yang mau dinikahinya. Entah apa penyebabnya. Tidak ada yang tahu selain Tuhan dan dir...