Sanggala keluar dari kamar. Ia melihat Bia sudah makan duluan.
" Kamu makan duluan?"
Tanya Sanggala sembari menarik kursi." Kelamaan kalau nunggu Bapak mah. Kasian cacing di perut saya kelamaan nunggu."
" Alasan kamu!"
" Mending Bapak segera makan deh. Keburu sambel nya saya habisin."
" Ambilkan!"
" Hah?" Bia berhenti mengunyah.
Sanggala memberi kode dengan dagunya.
" Lah kan bisa ambil sendiri. Tangan Bapak masih berfungsi kan?"
" Saya lebih tertarik memfungsikan tangan kamu di sini!"
Bia terperangah mendengar balasan dari Sanggala. Bener-bener ya ini laki. Nggak mau repot sendiri.
tanpa berdebat lagi. Bia segera mengisi piring Sanggala.
" Udah?"
" Hm," angguk Sanggala.
" Pake sup nggak?"
" Boleh!"
Bia meletakkan piring yang sudah berisi tersebut di hapan Sanggala. Ia kembali sibuk dengan makanannya.
Sanggala mencoba suapan pertama. Ia mengunyah pelan dan menilai rasa.
" Gimana? Enak?" Bia memperhatikan raut wajah Sangga sekaligus menantikan jawaban.
Bia harap-harap cemas. Entah kenapa ia ingin sekali mendengar penilaian Sanggala terhadap masakannya.
Enak!
" Biasa saja."
Lain di hati lain di mulut.Bia mengangguk pelan. Sedikit kecewa sebenarnya tapi Bia tidak akan menunjukkan wajah tersebut di hadapan Sanggala.
Bia menambah nasi di piringnya. Saat mengambil dendeng Sanggala berdehem.
"Kamu mau habiskan semuanya?"
Bia menatap Sanggala.
" Bapak mau nambah?" pertanyaan Sanggala di jawab dengan balik bertanya.
Sanggala kikuk. Ia meraih gelas d menandaskan setengah isinya.
" Hm."
Kepala Bia meneleng mendengra respon Sanggala. Pasalnya dagingnya hanya tinggal satu. Bia memang sengaja buat sedikit untuk dirinya sendiri. Rencana mau masak lagi nanti sore untuk mengisi waktu luang. Ia tidak tahu kalau Sanggala pulang makan siang di rumah.
" Dagingnya tinggal satu. Yaudah deh buat Bapak saja!"
Bia tidak jadi ambil dgaingnya. Sanggala menatap Bia heran.
" Kenapa? Bagi dua saja!"
Bia menggeleng.
" Nggak papa. Bapak makan saja! Aku bisa buat lagi nanti."
" Oh." Sanggala mengangguk dan langsung memindahkan ke piringnya.
Sesekali Bia melirik Sanggala dengan sudut matanya. Sanggala tampak lahap sekali makan. Bia sedikit menyunggingkan senyum.
Katanya rasa masakanku biasa aja. Tapi, lihat sekarang! Siapa yang tampak lahap sekali makan.
Bia tertawa dalam hati.
Merek akhirnya selesai makan. Bia membereskan sisa makan mereka berdua.
" Kamu tidak papa saya tinggalkan? Saya mau balik ke kantor."
Bia mengangguk. Bahkan sejak tadi pagi ia sudah ditinggal sendiri.
" Ngomong-ngomong terima kasih makan siangnya. Saya suka!"
Yuhuuu!!!
Akhirnya kata-kata itu keluar juga dari mulut sang tuan rumah.
" Nanti kamu masak lagi kan? Saya makan di rumah nanti malam."
Bia mengangguk cepat dan berlagak hormat seperti prajurit.
" Siap!"
Sanggala terkekeh ringan melihat respon Bia. Sedikit banyak nya ia cukup terhibur dengan keberadaan Bia sekarang.
***
Sanggala mengendarai mobil kembali ke kantor. Saat dalam perjalanan Sanggala kembali memikirkan Bia dan hadirnya sosok Bia dalam hidupnya.
Sanggala yang kesepian dibalut sepi setiap pulang ke apartemen. Sekarang sudah ada pengisi apartemennya. Sudah adayang menunggu nya. Sudah ada yang memasak untuknya. Jujur saja ini semua membuat hidup Sanggala sedikit berwarna di bandingkan ketika ia masih bujang.
Bahkan selama ini saja, Sanggala tidak pernah menyentuh dapur kecuali untuk membuat kopi atau sejenisnya. Untuk masak tidak pernah. Sanggala lebih memilih katering Bu Wati yang sudah menjadi langganannya.
Sepertinya ia harus menghubungi Bu Wati nanti untuk tidak lagi berlangganan katering beliau. Sekarag ia sudh punya juru masak. Bahkan masakannya lebih enak dari katering.
Sanggala sebenarnya ingin mengatakan masakan Bia enak bahkan sangat enak dan cocok di lidahnya. namun yang terlontar malah jawaban biasa saja.
Sanggala sudah sampai di parkiran kantor. Ia keluar dan melangkah masuk. Kantornya bukan sejenis gedung tinggi pencakar langit. Kantor yang menaungi lima puluh karyawan ini terdiri dari tiga lantai saja.
Perusahaan Sanggala berkecimpung di usaha peralatan pembangunan dan furniture. Perusahannya juga sudah mempunyai tiga cabang di Surabaya, Bandung dan Sumatera.
Ruangan Sanggala sendiri berada di lantai tiga.
" Pak!"
Rizal segera bangkit dari tempat duduknya ketika melihat kedatangan bosnya.
" Kenapa?"
" Barusan kita dapat telpon dai pihak penyuplai. Mereka bilang kalau pasokan kayu nya tidak sesuai dengan permintaan kita, pak. Setelah kita telusuri ternyata mereka juga menjual ke pihak lain."
" Apa yang menyebabkan mereka membelot sekarang?"
" Pihak lain membayar lebih mahal dari pada kita, Pak."
" Berarti mereka melanggar perjanjian yang telah di sepakati. Kamu hubungi pihak penyuplai tersebut. Atur jadwal temu deng mereka!"
" Baik, Pak!"
Sanggala masuk ke dalam ruangannya. Amarahnya langsung memenuhi kepala. Pasalnya sudah dua kali pihak penyuplai melanggar kesempatan mereka.
Yang pertama Sanggala masih bisa mentoleransi dan memberi kesempatan kedua. Sekarang Sanggala tidak bisa lagi tawar menawar. Ia harus segera menyelesaikan masalah ini segera.
Tbc!
Masihh ada yang mau kelanjutan??
Kasihh gambarannya dong mau seperti apa jalan ceritanya ke depan!!
Lagii stuck nihh😅😅
KAMU SEDANG MEMBACA
40 Th
RomanceSanggala Pramujaya berumur empat puluh tahun. Sudah memasuki usia yang sangat matang untuk berumah tangga dan menikah. Namun malang, tidak ada satu pun perempuan yang mau dinikahinya. Entah apa penyebabnya. Tidak ada yang tahu selain Tuhan dan dir...