Bia meletakkan barang belanja di atas meja pantry. Bayangkan saja lima kantong belanja yang harus di tentengnya dari supermarket. Sekalap apa coba ia belanja barusan.
Bia bahkan tidak melihat harga seperti biasanya ia belanja dan langsung ambil dimasukkan ke dalam troly.
Bia saja sampai menghabiskan uang lima juta hanya untuk keperluan dapur seperti ini. Awalnya Bia tercengang dan sedikit gugup saat memberikan kartu kepada kasir. Takut dan cemas uangnya nggak cukup di dalam. Ternyata ketakutannya tidak terbukti. Belanjaannya dibayar lunas dan kontan oleh kartu pemberian Sanggala.
Untung saja nomor telpon Sanggala ada padanya. Jika tidak habis dirinya menunggu di depan pintu lantaran password nya Bia tidak tahu. Dan masih beruntung Sanggala mengangkat panggilan setelah beberapa kali mencoba tidak di angkat.
Bia membuka baju dan menyisakan dalaman saja. Mumpung ia di rumah sendirian jadi tidak papa berpakaian seperti ini. Begitu pikirnya.
Tak lupa Bia mencepol rambutnya agar tak mengganggu saat ia menyusun belanjaan.
Bia membongkar semua barang belanjaannya dan menyusunnya dalam kulkas. Beberapa alat masak juga sudah di tata nya. Untung saja ia tadi pagi memeriksa perlengkapan masak yang nihil sekali.
Pastilah Sanggala tidak pernah masak. Buktinya saja alat memasak saja tidak ada. Bia memaklumi karena kebanyakan orang kaya dan berduit tidak mau merepotkan diri sendiri pastinya.
Akhirnya selesai juga acara susun menyusun ini. Jangan kaget kenapa cepat karena Bia sudah terbiasa dengan hal-hal semacam perdapuran. Ia dulunya juga berasal dari keluarga berada. Namun setelah kematian kedua orang tuanya hidup Bia dan Kakaknya luntang lantung. Tabungan mereka terkuras habis hanya dalam waktu lima bulan saja.
Namun Bia bersyukur berkat Ibunya yang selalu memaksa Bia turun ke dapur dan membersihkan rumah atau mengerjakan pekerjaan rumah tangga akhirnya berguna untuk dirinya masa sekarang ini. Ia tidak canggung sama sekali. Padahal di luar sana banyak yang seusia dirinya tidak perlu repot-repot terjun langsung seperti Bia.
Mereka hanya tinggal tunjuk tinggal minta tinggal bilang mau apa. Bim salabim terpampang lah semua keinginan di hadapan mata saat itu juga. Tidak lain dan tidak bukan karena punya uang yang banyak d kesuksesan yang tiada tara. Mereka tidak perlu seperti Bia yang harus terjun sendiri. Ibaratnya jika tidak masak ia tidak makan. Mau beli? Beli pakai apa. Duit hanya pas-pasan. Bia harus hidup hemat agar bisa bertahan hidup di bumi yang kejam ini.
Bia mulai memotong bahan-bahan yang akan di masaknya. Ia juga sudah membersihkan daging barusan. Bia pengen membuat dendeng balado. Ia sudah lama tidak makan masakan khas sumatera barat itu. Bia juga tidak ketinggalan buat sup kentang, wortel, buncis, bakso. Bia memberi nama sup campur.
Tak terasa dua jam dihabiskan Bia untuk memasak dan akhirnya selesai juga. Ia sudah tidak tahan mau makan. Cacing di perutnya tidak sabar minta makan.
Tiba-tiba Bia menepuk kening.
" Sial. Nasi nya aja belum gue masak. Kampret!!"
Bia mengomel dan merutuki dirinya sendiri karena bisa-bisanya lupa menanak beras. Padahal ia sudah kelaparan. Rasanya tuh mengesalkan sekali saat kita mau makan eh nasinya malah belum di masak.
" Duhh, harusnya gue tadi masak nasinya dulu baru masak sambel. Dasar Bia oon."
Bia segera mengambil beras, mencuci da langsung memasak di magic com yang tersedia.
Bia memutuskan mandi dulu sembari menunggu nasinya matang. Badannya terasa lengket dan bau dapur.
***
Sanggala masuk ke dalam apartemen. Penciumannya langsung di suguhi aroma masakan. Apakah perempuan itu masak? Sanggala bertanya-tanya dalam hatinya.Ia memang sengaja pulang siang ini. Ia khawatir kalau Bia belum makan siang dan ingin mengajaknya makan di luar saja sekalian ia mau ambil dokumen yang tertinggal di kamar.
Sanggala langsung menuju meja pantry. Matanya melebar melihat masakan di atas meja. Dari tampilan sepertinya enak apalagi aroma yang terhidu di hidungnya.
Apalagi ia juga belum makan. Tiba-tiba saa perutnya langsung lapar. Padahal tadi biasa saja belum terlalu lapar sekali.
Ceklek!
Bia keluar dari kamar. Karena tidak ada sekat yang membatasi ruang tamu dan dapur. Bia bisa melihat Sanggala yang berdiri di depan meja pantry.
Sanggala menoleh. Pupilnya memperhatikan penampilan Bia sehabis mandi. Bia hanya memakai daster bergambar doraemon sebatas paha. Kepala dan rambutnya terbungkus handuk.
Bia tampak seperti remaja dengan tampilan seperti ini.
" Loh Abang?" kaget Bia. Ia melangkah mendekat.
" Kenapa kamu terkejut begitu?" Sanggala menaikkan alis sebagai respon.
" Aku kiranya pulangnya nanti sore atau maleman lah. Tau-taunya siang udah pulang."
Bia berdiri di depan Sanggala.
" Memangnya kenapa? Saya tidak boleh pulang ke rumah saya sendiri? Kamu melarang?"
Bia meringis. Bukan begitu makudnya kenapa Sanggala langsung skeptis begitu sih.
" Nggak. Nggak ada hak aku melarang. Terserah abang sih mau pulang apa nggak. Bukan urusanku juga. Aku cuma nanya loh!"
" Bagus kalau kamu tahu dan sadar diri."
Bia mencemooh omongan Sanggala dalam hati. Mana berani ia utarakan langsung.
" Abang sudah makan? Kebetulan aku masak habis belanja tadi. Aku juga belum makan karena kelupaan masak nasinya."
" Ini kamu yang masak?" tunjuk Sanggala.
Bia mengangguk." Iyalah. Memang siapa lagi kalau bukan aku. Hantu?"
Sanggala mengangkat bahunya.
" Ya mana tahu kamu beli. Kan saya nggak lihat kamu masak. Yang saya tahu kamu baru sa menghabiskan uang saya lima juta."
Bia cengengesan. Ia takut-takut melihat ekspresi Sanggala. Namun sang empunya tampak biasa saja. Tidak ada raut marah dan semacam itu.
" Iya. Aku habis beli keperluan dapur dan sedikit untuk pribadi."
Sanggala mengangguk.
" Abang nggak marah kan?" Cicit Bia pelan.
" Nggak. Terserah kamu mau belanja apa. Uang saya banyak."
Sahut Sanggala pamer dan pongah." Iyaa tahu yang punya banyak uang. Sombong juga ya."
" Bukan sombong karena memang nyata."
" Ya ya ya. Terserah Bapak saja lah." Begitulah Bia terkadang lagi baiknya ia panggil abang kalau lagi moodnya jelek atau kesal ia akan panggil Bapak.
" Kamu nggak bisa menghilangkan panggilan Bapak kamu itu. Gatal telinga saya mendengarnya."
" Lah kan udah memang Bapak-bapak. Umurnya aja udah empat puluh." Sahut Bia berani.
Sanggala menggeram kesal.
" Siapkan makanannya! Saya ke kamar sebentar." Sanggala meninggalkan Bia yang mengarahkan tinjunya ke punggung Sanggala.
Tbc!
13/06/23
Duhh siapa yang udah nunggu cerita Bia d Sanggala dari kemaren.
Aku baru bisa upnya sekarang. Maafkan yahh gaes.
Udah terobati kan rasa penasaran akan kelanjutan Bab nya.
Next episode berikut mau adegan yang gimanaa??
Komenn yahhh!!! Votee yang banyakk gaess!!
KAMU SEDANG MEMBACA
40 Th
RomanceSanggala Pramujaya berumur empat puluh tahun. Sudah memasuki usia yang sangat matang untuk berumah tangga dan menikah. Namun malang, tidak ada satu pun perempuan yang mau dinikahinya. Entah apa penyebabnya. Tidak ada yang tahu selain Tuhan dan dir...