Bia terbangun dari tidurnya. Saat Bia bangkit ia merasa perutnya sedang di tahan ternyata tangan Sanggala memeluk perutnya.
Bia memindahkan tangan Sanggala. Ia berjala pelan menuju kamar mandi. Perutnya kembali terasa di aduk. Namun tidak ada makanan yang keluar. Hanya berupa cairan.
Bia merasakan kehadiran Sanggala. Terbukti dari rambutnya yang langsung di kumpulkan Sanggala.
Bia masih mual. Perutnya terasa perih. Mata nya berair. Sanggala mengusap tengkuknya. Bia berkumur-kumur menghilangkan rasa pahit di dalam mulut.
" Sayang Mas antar berobat ya!" ujar Sanggala pelan.
Bia menegakkan tubuhnya. Ia merasa tidak selemah kemarin.
" Keluar, Pak! Saya mau mandi!"
Mereka saling bertatapan dalam cermin. Sanggala dengan wajah sedih dan Bia berusaha kuat seolah membentengi dirinya." Sayang---," Sanggala berujar lirih. Namun Bia malah mengalihkan matanya ke samping.
Sanggala mengangguk.
"Mas keluar! Kalau ada apa-apa panggil Mas ya!" Bia tidak menjawab anggukan atau pun menggeleng.
Sanggala mendesah pelan. Ia akan menerima konsekuensi dan kemarahan Bia. Namun, Sanggala lebih memilih Bia mengutarakan marah nya. Ia tidak sanggup melihat Bia marah dalam diam begini.
Sanggala keluar dari kamar dan menuju dapur. Ia akan membuatkan bubur untuk Bia selagi Bia mandi.
Sanggala mengaduk buburnya yang hampir matang. Ia sudah membuat teh untuk dirinya.
Sanggala menaburkan garam sebagai penyedap. Setelah bubur di tuangkan ke dalam mangkuk.
Sanggala mengambil nampan. Mengambil gelas untuk diisi air hangat suam kuku.
Sanggala membawa nampan tersebut ke dalam kamar. Bia sedang berdiri di hadapan meja rias.
Sanggala segera mengambil alih pekerjaan Bia.
" Saya bisa sendiri!" ujar Bia dingin.
" Biar Mas saja. Sayang masih sakit!"
Bia diam. Ia membiarkan Sanggala mengeringkan rambutnya.
Bia tidak tahu apa yang dirasakannya sekarang entah sedih entah harus bahagia.
" Selesai," ujar Sanggala tersenyum lembut.
Bia menatap pantulan wajah nya dalam cermin. Bia tampak sedikit lebih fresh dibandingkan kemaren. Ia juga merasa badannya agak sedikit lebih segar karena sudah mandi.
" Sekarang makan ya! Mas sudah buatkan bubur!"
" Tidak perlu. Saya tidak lapar!" tolak Bia cepat.
Sanggala tidak mengindahkan penolakan Bia.
" Bapak silahkan keluar dari kamar ini!" usir Bia lagi. Semalam saya sudah bermurah hati membiarkan Bapak tidur di sini. Sekarang saya minta Bapak keluar. Saya mau sendiri!"
Sanggala menggenggam tangan Bia.
" Sayang, jangan perlakukan Mas semacam ini. Mas tidak kuat sayang!"
Bia menatap wajah sedih Sanggala.
" Tolong maafkan kesalahan Mas. Mas janji tidak akan mengulanginya lagi. Mas tidak akan berbohong lagi. Mas tidak kuat jika sayang menjauhi Mas seperti ini," Sanggala bersuara parau. Bia masih enggan untuk berkomentar.
" Sayang, Mas akan lakukan apapun yang sayang mau. Akan Mas penuhi. Tapi Sayang tidak boleh mengacuhkan Mas. Mas tidak bisa sayang." Lirih Sanggala lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
40 Th
RomanceSanggala Pramujaya berumur empat puluh tahun. Sudah memasuki usia yang sangat matang untuk berumah tangga dan menikah. Namun malang, tidak ada satu pun perempuan yang mau dinikahinya. Entah apa penyebabnya. Tidak ada yang tahu selain Tuhan dan dir...