Eisode 18,19,20 ada di karyakarsa ya
Sanggala dan Bia sedang berada dalam mobil setelah mengantar Anita ke bandara. Saat ini mereka dalam perjalanan pulang.
"Kamu masak?" Sanggala memecah keheningan yang tercipta dalam mobil.
"Belum, Pak. Kita makan di luar saja bagaimana?" tanya Bia penuh harap. Ia belum pernah makan di luar selama tinggal di kota metropolitan ini.
"Makan dimana?"
Bia berpikir sejenak. " Terserah Bapak aja mau makan apa dan makan dimana. Secara kan saya baru di sini. Saya mana tahu makanan enak di sini, Pak." Ujar Bia memberi penjelasan.
"Saya walaupun sudah lama di kota ini juga tidak tahu makanan dimana yang enak. Saya selama ini selalu catering. Kalau makan di luar pun jarang. Palingan minum saja."
Bia seakan tidak percaya mendengar ucapan Sanggala barusan. "Bapak serius?"
"Hm."
"Memang sama teman-teman nggak pernah makan malam atau apa gitu. Atau sama pacarnya gitu, Pak."
"Tidak ada." Jawab Sanggala cepat. Bia masih tidak percaya dengan omongan Sanggala.
"Ya sudah kalau gitu kita jalan saja. Nanti kalau ada lihat orang jualan atau rumah makan kita makan. Kebetulan saya lapar sekali, Pak." Bia emegang perutnya seakan menunjukkan kalau ia memang lapar sekali.
Sanggala tetap focus menyetir. Bia sibuk melihat-lihat sepanjang jalan. Ada rumah makan yang mereka temui Cuma Bia tidak sreg saja rasanya. Bia melihat di tepi jalan ada warung tenda yang lumayan rame. Bia menepuk tangan Sangala.
"Pak! Kita makan di situ saja!" Bia menunjuk kea rah warung tenda yang rame oleh pengunjung. Ternyata warung tnda itu menjual bakso. Ah Bia sudah lama sekali rasanya tidak makan bakso. Salah satu makanan kesukaannya.
"Bakso?" Tanya Sanggala. Bia mengangguk. Sanggala menepikan mobilnya tidak jauh dari warung tenda.
"Kamu yakin mau makan di sini?"
"Yakin, Pak!" Bia mengangguk tegas. Ia sudah melepaskan seatbelt nya.
"Rame sekali Sabia. Kita cari tempat lain saja." Sanggala masih menawarkan opsi lain. Bia menggeleng lalu menatap Sanggala.
"Kenapa? Bapak nggak suka makan di tepi jalan gini. Makan di warung tenda. Bapak jijik?" tanya Bia beruntun.
"Bukan begitu. Hanya saja---,"
"Hanya saja kenapa?"
"Huh. Yasudah, terserah kamu. Ayo turun!" Ajak Sanggala mengalah. Bia tersenyum lebar. Ia segera turun dari mobil.
Sanggala dan Bia berjalan mendekati warung bakso tersebut. "Saya saja yang pesan, Pak!" Bia menawarkan dirinya karena Sanggala pasti tidak akan mau memesan. Begitu isi pikiran Bia.
"Bapak mau apa? Di sini menu nya ada mie ayam, bakso, siomay." Tanya Bia cepat setelah membaca menu yang tertera di cermin gerobaknya.
"Samakan saja!" Sanggala sibuk memperhatikan isi warung tersebut yang hampir penuh dengan orang-orang sedang makan. Mereka makan sama-sama di bangku panjang tersebut.
"Ayok, Pak! Kita cari tempat duduk." Sanggala mengikuti Bia dari belakang.
"Itu di sudut masih ada bangku kosong." Ujar Bia memberitahu. Ada tiga kursi di sudut yang kosong.
Mereka sudah duduk dan menunggu pesanan. Suasana lumayan bising dengan suara laju motor dan mobil yang allau lalang. Di tambah ada suara anak kecil dan orang dewasa dalam tenda ini. Bunyi suara kipas angin yang berputar semakin menambah semarak dalam warung tenda.
Pesanan mereka datang. Bia memesan Bakso beranak dua porsi. Satu untuk dirinya satu lagi untuk Sanggala.
"Yey. Akhirnya datang juga." ujar Bia bahagia. Matanya berbinar menatap bongkahan bakso beranak yang berisi telor, telor puyuh, tahu, bakso kecil da nada tahu juga. rasanya air liur Bia hampir menetes. Bia segera menuang saus sambal dan kecap tak lupa cabe pun di masukkannya satu sendok penuh.
Sanggala menatap ngeri kepada mangkuk Bakso Bia yang merah. Saat Bia ingin mengambil satu sendok cabe lagi, Sanggala segera melarang.
"Jangan banyak- banyak cabe nya Sabia! Itu pedas. Lihat mangkuk kamu sudah merah." Bia cemberut.
"Makan bakso kalau nggak pedas nggak mantul rasanya, Pak." Bia segera mencelupkan cabe tersebut ke dalam kuah bakso nya.
"Sabia." Peringat Sanggala.
"Nggak papa, Pak. Saya sudah biasa makan pedas." Sahut Bia tetap santai.
"Awas nanti kalau kamu sakit perut ya. Saya tidak tanggung jawab." Bia mengangguk saja apa yang di katakana Sanggala. Yang penting sekarang waktunya menikmati makan bakso.
Selama makan bakso Bia memang tampak santai melahap bakso nya. Walaupun sesekali ia kepedasan.
Bia meminum teh es pesanannya. Di lihatnya Sanggala yang sudah berkeringat makan bakso.
Bia melirik kipas angin yang memang tidak mengarah kepada mereka.
Sanggala mengibas kaus agar angin masuk ke tubuhnya.
" Bapak kepanasan?"
Sanggala mengangguk.
" Panas sekali, Sabia. Engap tempatnya."
" Karena orang rame, Pak!" Bia mengambil tisyu dalam tas nya. Ia menyeka wajah Sanggala yang berkeringat.
Sanggala terdiam. Ia tidak menyangka dengan aksi Bia.
" Bapak mau pesan teh es lagi nggak?" Bia melirik gelas Sanggala yang sudah kosong.
" Nggak. Saya udahan saja. Udah kenyang juga."
Tepat mata mereka saling bertubrukan. Ada semacam magnet yang saling menghampiri.
Mata Sanggala beralih ke bibir Bia yang memerah dan sedikit bengkak.
" Sudah makannya?"
" Hah?"
Sanggala menunjuk bakso Bia.
" Oh iya. Sudah, Pak! Nggak kuat saya makan nya, Pak. Porsi nya kebanyakan."
Sanggala mengangguk. " Kita ke mobil. Nanti bisa pake ac di mobil. Dari pada di sini panas."
Bia mengangguk saja.
" Mereka kemudian menghampiri penjual bakso. Sanggala langsung mengeluarkan dompetnya untuk membayar pesanan mereka. Setelah itu mereka langsung ke dalam mobil. Sanggala menghidupkan mesin mobil dan menekan tombol ac.
Bia segera mendekatkan wajahnya ke lobang ac. " Ah, segarnyaaa!!" Bia mendesah lega.
" Saya nggak mau lagi kalau kamu ajak makan bakso di tempat begini." Ujar Sanggala.
" Hehe. Kapok ya, Pak?"
" Itu kamu tahu."
" Kan bisa di jadikan momen gitu loh, Pak. Bapak pernah makan sama saya di warung bakso beginian."
" Nggak perlu buat momen di tempat beginian. Di rumah juga bisa buat momen. Lebih dari momen juga bisa." Jawab Sanggala random.
Bia meneleng, ia mengernyit tak paham maksud Sanggala barusan.
" Maksudnya, Pak?"
Sanggala tidak menjawab. Ia memilih menjalankan mobilnya.
" Kita pulang!"
Tbc!
27/06/23
Uhh pedas, panas, 🔥🔥🔥.
Eh ternyata kepedasan makan bakso. Heheh.
Si Bapak ada-ada saja nih. Maksudnya apaan ya ngomong begituan sama Bia. Kan Bia tak mengerti loh.
Bia kan masih polos, Pak🤣🤣. Jangan lah kasih kode begituan. Langsung aja tancap aslinya lohh🤣🤣.
Yukk votee yang banyakkkkkk
Komentarnya banyakkk jugaaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
40 Th
RomanceSanggala Pramujaya berumur empat puluh tahun. Sudah memasuki usia yang sangat matang untuk berumah tangga dan menikah. Namun malang, tidak ada satu pun perempuan yang mau dinikahinya. Entah apa penyebabnya. Tidak ada yang tahu selain Tuhan dan dir...