28

7K 361 20
                                    

Sudah pukul sembilan malam namun Sanggala belum juga pulang.

Bia pun sudah mencoba menghubungi namun tidak di angkat.

Tidak biasanya Sanggala belum pulang. Bia khawatir dan cemas takut terjadi apa-apa. Apalagi panggilan nya tidak diangkat.

Ia bahkan mondar mandir dalam kamar sembari memegang ponsel nya erat-erat. Sabia berharap semoga tidak ada terjadi apa-apa kepada Sanggala.

Satu jam kemudian Sanggala baru pulang. Bia yang sedang tidur selonjoran langsung bangkit saat mendengar pintu terbuka.

" Masga." Sapa Bia mendekat.

" Hai, sayang." Sapa Sanggala balik. Ia mengecup kening Bia. Gurat lelah tercetak jelas di wajahnya.

" Mas mandi dulu ya!" Bia mengangguk. Sanggala tampak sekali lelahnya.

Bia menyusul Sanggala ke kamar lalu meletakkan tas kantor Sanggala dekat sofa.

Bunyi suara gemericik air terdengar dari dalam kamar mandi.

Bia kembali turun. Ia membuat kan teh panas untuk Sanggala. Semoga saja bisa melepas penatnya walaupun sementara.

Bia membawa gelas berisi teh panas ke dalam kamar. Sanggala sudah keluar dari kamar mandi dan berpakaian.

" Masga. Ini teh nya. Di minum dulu ya."

" Makasih sayangku!" Bia mengambil handuk di tangan Sanggala lalu memasukkanya ke dalam keranjang pakaian kotor.

" Kok Masga telat pulangnya?" tanya Bia naik ke atas tempat tidur. Sanggala sedang bersandar.

"Mas sibuk banget sayang. Kan besok mau rapat tahunan kan. Banyak banget laporan yang harus Mas periksa."

Bia mengangguk. Ternyata ini yang membuat Sanggala terlihat lelah sekali.

Sanggala memijit keningnya. Kepalanya sudah terasa berat sejak di kantor tadi.

" Masga udah makan?" Bia menatap kasihan kepada Sanggala.

" Udah, Sayang. Tadi di belikan makanan sama Andi. Walaupun sebenarnya Mas lebih suka sama masakan istri Mas ini." Jawil Sanggala kepada hidung Bia.

" Mau makan lagi?"
Sanggala menggeleng. " Mas udah kenyang. Mau bobok aja. Kepala Mas berat sekali rasanya."

" Sini biar aku pijitin, mau?" Bia mengambil bantal dan meletakkan di pahanya untuk kepala Sanggala.

" Boleh, Sayang."

Sanggala merebahkan kepala nya di pangkuan Bia. Jari-jari Bia mulai memijit kepala Sanggala.
Bia tahu sekali titik-titik kepala Sanggala yang sakit dan rasanya di tusuk-tusuk.

" Enak banget sayang pas di tekan gitu." ujar Sanggala pelan. Ia menutup mata.

" Kalau terlalu kuat bilang ya!"

" Hhm," Sanggala menggumam. " Tangan lembut ini mana bisa kuat dan keras sayang." tambah Sanggala.

" Ya, bisa lah Mas. Ninju Masga aja aku bisa loh. Kalau aku mau ya. Hidung Masga bisa patah." Sahut Bia yang membuat Sanggala terkekeh.

Sanggala keenakan karena di pijit hingga ia tertidur.

Setelah memastikan Sanggala tidak terusik dan merasa sudah cukup di pijit. Bia memindahkan kepala Sanggala.

Bia meregangkan tubuhnya yang cukup kaku. Bia mengambil selimut dan menyelimuti Sanggala sebatas pinggang saja.

Bia kembali turun ke bawah. Ia mengambil minum. Takutnya nanti tengah malam ia terbangun karena kehausan.

40 Th Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang