04. Yang Paling Berharga

140 35 37
                                    

Hal yang paling berharga adalah saat kita dianggap ada dan diakui secara nyata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hal yang paling berharga adalah saat kita dianggap ada dan diakui secara nyata.

-o0o-

"Kakak pulangnya jam 8, kamu datang jam berapa?" tanya Laskar dari seberang telepon.

"Jam setengah tujuh mungkin,"

"Yaudah, jangan lupa bawa gitar atau novel, takutnya kamu bosen,"

"Okey kak!"

"Ke sini naik apa?"

"Mas-mas ojek,"

"Gak bareng Kiv aja?"

"Gak enak mintanya, kalo gak salah hari ini Kiv ada latihan gitar,"

"Atau mau kakak jemput aja?"

"Jangan dong! Jauh. Gak apa-apa, Magen bisa sendiri kok!"

"Jangan lupa pakai jaket ya. Nanti pulangnya kakak antar,"

"Kakak nginep juga?"

"Enggak, Gen. Maaf ya, soalnya besok ada kelas,"

"Yaudah iya, Magen siap-siap ya,"

"Hati-hati ya,"

"Iya, Kak,"

Panggilan telepon terhenti. Magenta merebahkan diri ke kasur. Dengan segenap jiwa raga yang sudah sangat lelah, dia memiliki waktu bersantai sebelum pukul 6 harus berangkat ke kafe Fantasy tempat Laskar bekerja.

Magenta menoleh pada meja belajarnya. Sebingkai foto berdiri rapi menampilkan Mama, Papa, Laskar kecil, dan Magenta kecil. Wajah bahagia keluarga harmonis terpancar jelas mengisi suasana di foto. Magenta tersenyum tipis, dia pernah sebahagia itu sebelum keegoisan mama datang.

Magenta pernah menjadi anak paling bahagia di dunia karena hari-harinya diisi oleh tutur kata mama, kekuatan papa, dan kakak sang malaikat pelindungnya. Kini, papa telah terbang jauh menuju kehidupan selanjutnya, kakak tinggal di kos untuk menempuh pendidikan, sedangkan mama ... mama masih ada, bahkan hanya berbeda 2 kilometer dari rumah Magenta, sayangnya mama mengasingkan diri dari dunia Magenta. Raga mama masih menetap di dunia, tapi jiwanya sudah melupakan jati diri sebagai seorang ibu.

Andai dulu Magenta bisa menjadi anak yang lebih baik, mungkin mama akan betah untuk tinggal lebih lama bersama keluarga. Memang bukan salah Magenta, tapi Magenta terus berpikir jika saja, andai saja, seharunya, namun sebuah jika, andai, dan seharusnya hanya impian yang tak akan terjadi. Karena untuk mewujudkannya, Magenta harus memiliki mesin waktu guna kembali ke masa lampau demi membenahi tatanan dulu. 

-o0o-

Selepas turun dari motor mas-mas ojek, Magenta masuk ke kafe Fantasy. Kafe ini bernuansa klasik dengan model vintage, diisi dengan ornamen-ornamen klasik sehingga mengajak pengunjungnya kembali di masa lampau. Tempatnya sangat nyaman, dingin, dan fancy.

Alunan Sajak XabiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang