25. Anak Sialan Katanya

96 31 18
                                    

"Ma, semoga rasa sakit hari ini cukup menjadikan Magenta membenci Mama selamanya"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ma, semoga rasa sakit hari ini cukup menjadikan Magenta membenci Mama selamanya"

-Magenta-

Pukul 7 malam, Magenta sampai ke rumah dari toko BiFlower. Pesanan untuk minggu lumayan banyak karena ada beberapa kampus mengadakan wisuda. Untungnya Magenta dan Elisa menyelesaikan sebelum tengah malam, karena Elisa juga ada penerbangan ke Jepang jam 9. Perumahan yang ditinggali Magenta berisikan masyarakat pekerja kantor yang jarang keluar rumah atau bahkan jarang pulang. Khusus hari ini Magenta pulang dengan bus lalu turun di depan perumahan, Magenta ingin berjalan-jalan menikmati malam. Dia penasaran, malam seperti apa yang membuat Biru tenang. Malam ini mendung, Magenta yakin sebentar lagi akan hujan, tapi dia tetap nekat menyusuri jalan.

Saat langkahnya telah sampai di rumah, tubuhnya menegang. Terparkir mobil warna putih yang dia yakini adalah milik suami Mama. Sejujurnya Magenta takut, karena sudah lama sekali dia tidak bertemu Mama, bahkan bertukar kabar lewat ponsel saja jarang. Tapi apa boleh buat, dia tak bisa menghindari kenyataan bahwa Mama tetap menjadi orang tua Magenta. 

Magenta membuka pintu, bukan sambutan hangat yang didapat, melainkan tatapan dingin dari om Jaya, Ratu, dan Mama. 

PLAK!!!

Tubuh Magenta terhuyung ke belakang hingga kepalanya terbentur jendela rumah. Sebuah tamparan keras menghantam tubuh Magenta tanpa aba-aba. Magenta menunduk gemetar. Ini pertama kalinya Magenta ditampar, sialnya itu berasal dari tangan wanita yang dicintainya. 

"ANAK SIALAN! KAMU BIKIN MAMA MALU!" bentak Laras dengan tatapan nyalang. Anak sialan, dua kata itu bersarang di kepala Magenta. 

"KENAPA KAMU MALU-MALUIN MAMA?! NGAPAIN KAMU KERJA?! SEKARANG TEMAN-TEMAN MAMA MENGANGGAP MAMA JAHAT KARENA MENELANTARKAN KAMU!" teriak Laras. 

"Memang kamu tidak tahu diuntung ya, Magenta! Sudah bagus istri saya menyediakan rumah ini buat kamu! Ini balasan kamu?!" imbuh Jaya. 

"Kamu bisu? JAWAB!" bentak Laras. Kini tangannya tidak tinggal diam, dia menjambak rambut Magenta untuk membuat Magenta mendongak. 

"Nggak cukup Mama bikin mental Magenta sakit? Nggak cukup Mama bikin Magenta berjuang sendirian? Ngerasain kesepian, ditelantarkan, ketakutan. Bahkan sekarang, Mama lukai fisik Magenta. Rasa sakit bentuk apa lagi yang ingin Mama beri?" tanya Magenta dengan suara bergetar. Dia menangis pilu kala mengingat wanita yang dicintainya telah banyak menorehkan luka. 

"Kamu udah bikin Mama malu, Magenta! KAMU HANCURIN PERTEMANAN MAMA! KAMU BIKIN MAMA SEAKAN TERLIHAT JAHAT! SEKARANG TEMAN-TEMAN MAMA MENGHINDAR! BAHKAN TADI SORE MAMA DIPANGGIL WALI KELASMU KARENA NILAIMU YANG MERAH!" balas Laras masih dengan nada tinggi. 

"Mama nggak sadar semua itu karena Mama?! HIDUP MAGENTA HANCUR SEMENJAK MAMA SELINGKUH SAMA OM JAYA! MAMA BUNUH PAPA SECARA PERLAHAN! NGGAK CUKUP MAMA BUNUH PAPA?! SEKARANG MAMA MAU BUNUH MAGENTA?!" bentak Magenta. 

PLAKKK!!!

Untuk yang kedua kalinya, Magenta merasakan tamparan kuat hingga lagi-lagi kepalanya terbentur jendela. Kini darah segar mengalir dari sudut bibirnya. 

"Sia-sia Mama lahirin kamu! Kamu manusia nggak punya adab yang nggak pantas hidup! MAMA MENYESAL PUNYA ANAK SEPERTI KAMU! PERGI KAMU DARI SINI! ANAK MAMA CUMAN RATU! MAMA GAK PERNAH MELAHIRKAN ANAK SIALAN SEPERTI KAMU!" Magenta diseret oleh Laras dan Ratu keluar dari rumah. 

Magenta didorong hingga dia jatuh ke tanah. Dia tak segera bangkit, melainkan masih membeku dan terus menangis. Magenta masih belum bisa memahami situasi ini. 

"PERGI KAMU SIALAN!" bentak Laras tak memberi ampun, seakan Magenta adalah binatang menjijikkan. 

Magenta bangkit dari tanah. Masih dengan wajah berantakan, dia menatap nyalang pada Mama.

"Terima kasih banyak karena sudah melahirkan Magenta, terima kasih pernah memberikan banyak cinta, dan terima kasih untuk luka sedalam ini. Doakan Magenta tetap hidup ya, supaya Mama tidak terlalu berdosa," tutur Magenta dengan senyum getir yang dipaksa. 

"Ma, semoga rasa sakit hari ini cukup menjadikan Magenta membenci Mama selamanya."

Magenta pergi dari hadapan Laras dan Ratu. Magenta menyusuri malam, dengan sejuta sedih diselimuti dinginnya malam. Hari ini, Magenta merasakan sejuta sakit oleh seseorang yang dicintainya. Diusir dan dihina, Magenta tak cukup kuat dan tabah. 

Magenta membuka ponselnya. Dia ingin melihat siapa saja yang bisa dimintai tolong. Dia ingin berpesan pada Elisa, tapi pasti Elisa sudah pergi ke Jepang. Magenta tak sekadar butuh tempat untuk tidur, melainkan butuh seseorang untuk bersandar, maka Elisa bukan ide bagus.

Nama kedua adalah Laskar. 

Haira Magenta
Kak, Magenta diusir Mama.
Di luar dingin, Kak
[20.45]

Nama ketiga adalah Xabiru.

Haira Magenta
Aku diusir dari rumah
Di luar dingin, Biru

[20.48]

Rintik hujan mulai datang mengguyur bumi. Menghujani Magenta yang sudah kedinginan sejak awal. Hujan datang diwaktu yang tepat, saat Magenta juga menangis. 

Tentang Mama, sudah belasan tahun Magenta memuja sosok itu. Kepala Magenta tiba-tiba menyelami memori lampau bak kaset rusak. Di mana kala itu, dia menjadi sosok tuan putri yang dibesarkan oleh keluarga harmonis dan kaya raya. Sempurna dan bahagia, dua kata yang mendefisikan hidup Magenta. Hari-hari diisi oleh canda tawa berkat kekuatan cinta, dari Papa, Mama, dan kakak. Namun, terjadi sebuah pengkhianatan yang berakhir tragis. Meninggalkan luka besar dan cukup dalam. 

Magenta tidak tahu apa obatnya, sementara ini dia hanya menangis di bawah hujan. Menikmati memori indah masa lalu dan rasa sakit masa kini. Magenta berharap air hujan bisa melunturkan sakitnya, tapi ternyata malah semakin dingin. Sakitnya membeku, tak membiarkan Magenta sembuh. 

Magenta menghentikan langkah. Dia duduk bersandar di pohon, tak peduli tanah kotor atau hewan penghuni pohon. Dia tak mampu berjalan karena rasa sakit luar biasa ini. Hingga, hujan tak lagi menyentuh kulitnya yang berharga. Bukan karena langit telah berhenti menangis, tapi karena payung hitam bertengger di atas kepalanya. 

Magenta mendongakkan kepalanya. Sosok itu tersenyum, tapi kali ini senyumnya menggambarkan raut kesedihan. 

"Aku sakit, Biru," gumam Magenta. 

Biru berlutut dihadapan Magenta. Dia memasangkan jaket pada Magenta yang kedinginan. Biru juga memeluk Magenta demi menyalurkan sebuah kehangatan. 

Di bawah hujan, pohon, dan payung. Magenta merasakan sebuah kehangatan setelah diterjang dingin yang menusuk. Dia mendapat sebuah bahu untuk bersandar. Dia mengenal sebuah telinga yang siap mendengar tangisnya. Rengkuhan hangat ini juga menjadi sebuah bukti bahwa sosok Biru jatuh cinta pada wanita selain bunda untuk pertama kalinya. 

-
-
-

Halo semuanya! Gimana kabarnya? Semoga selalu sehat yaaa!

Part ini feelnya dapat nggak? 

Jangan lupa pencet tanda bintang ya ^^

Alunan Sajak XabiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang