34. Biru dan Kepergiannya

72 20 10
                                    

Magenta tak menganggap ramai adalah sebuah keberuntungan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Magenta tak menganggap ramai adalah sebuah keberuntungan. Seramai apapun sekitarnya, hatinya masih tetap sendiri

-o0o-

Kata Papa, Magenta tidak boleh berteman terlalu lama dengan sepi, karena di luar sana masih ramai. Magenta mulai paham bahwa ramai yang dimaksud Papa adalah kehadiran Elisa sebagai figur seorang ibu, Kivandra yang selalu menjemputnya tepat waktu, Bire, Nala, dan Sena yang selalu berusaha menemaninya, dan Visha yang terus mendekati Magen supaya tidak merasa sendirian. Jujur, Magenta malu pada Visha. Magenta tak pernah bicara banyak pada Visha tentang apa yang dia alami, tapi dengan baik hati Visha selalu menemaninya. Visha selalu ada saat dia susah, bahkan jarang ada saat dia bahagia. Bukan karena Visha tidak mau, tapi karena Magenta tidak mengajaknya. 

"Sarapannya jangan lupa dimakan, ntar sakit," ucap Kivandra sambil mengemudi. 

Penampilan Magenta masih sama, dihiasi oleh aura gelap sebab rumitnya kehidupan. Meski kadang memaksa senyum, semua orang tahu itu hanya palsu. 

"Udah tiga hari dia gak ada kabar, Kiv," ucap Magenta lesu. 

"Dia di mana ya?" tanya Magenta lagi. 

"Mana gue tahu, Gen," jawab Kivandra. Rasa jengah pasti ada, tapi tak ditunjukkan mentah-mentah pada Magenta. 

"Kiv, dia ada di tengah-tengah orang baik 'kan? Dia makan teratur, tidur nyenyak, dan pu---"

"Dia baik-baik aja Magenta. Dia manusia biasa, pasti punya naluri buat bertahan hidup," potong Kivandra. Pria ini, sungguh sabar menghadapi Magenta. 

"Lo tahu dari mana, Kiv?" tanya Magenta dengan tatapan kosong. 

Kivandra diam, sejenak dia memilah kata yang pas untuk menyampaikan pada Magenta yang sedikit frustrasi ini. Kivandra menepikan mobilnya, lalu menoleh pada Magenta dengan senyumnya. Wajah itu, sungguh berseri, tak nampak menahan amarah atau kesal karena dikecam pertanyaan berulang. 

"Lo selalu ragu sama jawaban gue 'kan? Tapi kenapa lo masih nanya?" tanya Kivandra sangat halus. 

"Kiv, kenapa selalu ada datang dan pergi?" Kini Magenta balik bertanya. Dia mengabaikan pertanyaan Kivandra karena tak tahu jawabannya. 

Sebelum menjawab pertanyaan Magenta, Kivandra memilih untuk diam. Dia menghela napas panjang dan diembuskan pelan supaya diri merasa tenang. 

"Datang dan pergi adalah dinamika kehidupan. Dua hal itu selalu ada dan gak bisa dicegah, sekalipun lo nangis darah yang datang akan tetap datang dan yang pergi akan tetap pergi," tutur Kivandra. 

"Magenta, daripada fokus sama yang pergi, lo gak mau coba terbiasa sama yang datang? Dia masih nunggu buat dapat atensi, suatu hari nanti dia bisa capek dan benar-benar pergi." Kivandra bicara tentang dirinya. Kalau boleh jujur, Kivandra ingin menyerah saja menghadapi Magenta yang bucin akut pada Biru. Seandainya dia boleh bicara banyak, dia akan menjelaskan bahwa Biru tidak akan kembali. Kivandra akan menyampaikan sebuah pesan yang bersifat rahasia. Perihal Biru dan kepergiannya. 

 -o0o-

"Magenta, itu siomay enak! Dihabisin dulu dong!" tutur Visha. Dia gemas sendiri karena Magenta sedari tadi hanya sesuap lalu melamun, bahkan sudah 20 menit berlalu, dia hanya memakan tiga suap siomai.

"Kenyang, Sha," jawab Magenta. 

"BU GEN! GUE BAWA ES JERUK!" tiba-tiba dari pintu masuk kantin, Bire berteriak dengan memperlihatkan es plastik rasa jeruk.

"Berisik!" sahut Visha karena malu. Bagaimana tidak malu, sekarang ini mata semua orang tertuju padanya. 

Seharusnya Magenta tersenyum melihat keramaian ini, tapi dia tak punya tenaga untuk berbohong. Magenta yang dulu adalah Magenta yang mencintai ramai, karena ramai yang dirasakan memiliki banyak cinta dan harmoni kebahagiaan. Tapi kini, makna ramai telah berubah. Magenta tak menganggap ramai adalah sebuah keberuntungan. Seramai apapun sekitarnya, hatinya masih tetap sendiri. Dia kehilangan sesuatu yang berharga, yaitu pendengarnya. 

"Heh anak gadis! Ini terima!" ucap Bire sambil menyodorkan es jeruk peras. Senyuman Bire luntur ketika Magenta memilih pergi dari radar teman-temannya. Dia tak pamit, memilih tetap diam secara tidak sopan. 

Rasa kesal pasti ada, Nala yang diam sebenarnya ingin sekali menegur gadis itu. 

"Magenta, gue ngerti lo kehilangan, tapi jangan jadi cewek egois gini. Lo emang nggak pernah minta kita buat tetap berada di samping lo, tapi lo harusnya sadar diri. Lo ngerti 'kan gak enaknya diabaikan? Tapi kenapa lo abai ke kita?" tutur Nala dengan berani, dia tak tahan jika dipaksa diam oleh Kivandra. 

Magenta dengar, tapi dia tetap acuh. Teman-temannya bingung dengan gadis itu. Biru adalah nama baru di hidup Magenta, tapi efek kehilangannya sungguh luar biasa. Biru itu bukan hanya pendengar yang baik, tapi kehadirannya adalah catatan berharga untuk Magenta. 

"Nala, jangan bikin dia sedih!" Peringat Kivandra. 

"Sampai kapan lo tahan, Kiv? Bagi dia lo itu cuma tokoh figuran, bukan hal terpenting di hidupnya!" bentak Nala. Dia gemas sendiri karena Kivandra bucin tolol kepada Magenta yang jelas-jelas tak pernah menganggapnya ada. 

-o0o-

Masih tentang BiFlower yang kini menjadi tempat berpulang paling nyaman. Dia sudah seratus persen menyatu dengan toko ini. Bahkan Magenta sudah tidak kedinginan lagi. 

"Hari ini hari Rabu, jangan lupa buat buket bunga krisan, kirim ke rumah sakit Cahaya Bulan. Sama, jangan lupa siapin " ucap Elisa sambil memindahkan bunga-bunga dari mobil ke dalam toko. 

"Aman, Te. Magenta sudah bikin, tinggal diangkut sama kurir," jawab Magenta. 

"Sip! Pesanan hari ini itu doang sih, kamu belajar aja, bentar lagi mau ulangan," pinta Elisa. 

Magenta mengangguk, dia naik ke lantai atas dimana terdapat meja dan kursi untuk belajar. Jika dulu dia lebih banyak sungkannya jika disuruh istirahat, sekarang dia selalu menuruti nasihat Elisa. Magenta sudah cukup dekat dengan Elisa, mungkin sebentar lagi dia akan mengganti panggilan Tante menjadi Bunda. 

Elisa sungguh menjaga Magenta dengan penuh cinta, berharap rasa sedih perlahan menghilang seiring menjalani kehidupan tenang. Elisa memberikan segalanya, tapi kadang Magenta tak mampu menikmati segala yang diberi Elisa, karena segala yang diberi Elisa bukan termasuk alasan kebahagiaannya. Magenta memang terlihat kesulitan sejak Laskar ketahuan sebagai pengguna narkoba dan Biru menghilang, bukan karena lingkungan yang membuatnya sulit, tapi karena Magenta selalu menutup diri. Magenta menganggap orang-orang yang masih tinggal di sampingnya tidaklah penting, karena dia tipe manusia yang harus merasakan kehilangan dulu untuk mengetahui bahwa orang-orang di sampingnya sangat berharga.

Alunan Sajak XabiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang