23. Sajak, Alunan Melodi, dan Tulisan Sastra

117 36 12
                                    

Aku adalah sebuah warna yang pernah terlihat nyata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku adalah sebuah warna yang pernah terlihat nyata. Tapi telah memudar seiring berjalannya waktu, karena tak lagi diharapkan.

-BIRU-

Sore ini Elisa memberikan Magenta kelonggaran untuk cuti selama seminggu sambil menunggu Laskar pulang ke kosnya. Jadi hari ini dia bisa mampir ke rumah Biru untuk menenangkan pikiran. Seharusnya dia ada latihan dengan Galaksi, tapi Magenta beralibi kerja kelompok. Tidak mungkin jika tiba-tiba Magenta mengatakan lebih memilih ke studio Biru ketimbang latihan bersama Galaksi.

Melalui ruang obrolan, Biru sudah mengabari jika dia pulang lebih awal, dan Magenta bisa menyusul jika dia sudah pulang sekolah. Kini, Magenta sudah turun dari ojek. Dia berdiri di depan rumah Biru. Rumah ini masih sama seperti sebelumnya, masih membuatnya kagum. 

Magenta mengetuk pintu. Sosok pertama yang hadir cukup mengejutkan. Wanita yang waktu itu berbincang dengannya, kini mengenakan kursi roda dan terlihat pucat.

"Wah! Ada anak cantik!" puji Ajeng. Dia menjadi bersemangat karena kedatangan Magenta.

"Sore, Tante. Birunya ada?" tanya Magenta.

"Ada, masuk dulu, yuk!" pinta Ajeng. Tanpa disuruh, Magenta tahu bahwa dia harus membantu mendorong kursi roda Ajeng.

Magenta duduk di kursi tamu, ditemani oleh Ajeng yang duduk di kursi roda tepat di sampingnya.

"Maaf ya, Tante belum bisa bikini minum. ART Tante lagi pergi beli kebutuhan dapur," ujar Ajeng dengan raut wajah sendu.

"Nggak usah repot-repot, Tante," jawab Magenta.

"Magenta apa kabar?" tanya Ajeng.

"Baik, Tante. Kalau Tante sendiri?" tanyanya balik.

"Tante kena gejala stroke ringan. Jadinya sampai sekarang kaki kanan Tante gak bisa gerak," jawab Ajeng.

"Yaampun Tante, kok bisa sih?" tanya Magenta yang mendadak menjadi sedih.

"Namanya sudah tua," balas Ajeng sambil tertawa pelan.

"Oh iya, tadi mau cari Biru ya?" tanya Ajeng.

"XABIRU ALSAKI! TEMANMU DATANG, SAYANG!" teriak Ajeng, berharap Biru yang ada di lantai dua bisa mendengar suaranya.

"Langsung ke atas aja, Sayang. Biru nggak akan mau turun kalau ada Tante," pinta Ajeng.

"Loh, kenapa Te? Tante sama Biru lagi marahan ya?" tebak Magenta.

Mendengar itu Ajeng menggeleng sambil tertawa kecil. Lebih tepatnya, dia tertawa atas kesalahannya.

Alunan Sajak XabiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang