BAB 1

6.2K 117 0
                                    

Pria itu mengendarai mobilnya, melaju menembus kegelapan hutan. Begitu mencekam jalanan itu, tapi tak membuatnya berhenti untuk melaju.

Semua terlihat baik-baik saja sampai mobilnya harus mengerem secara tiba-tiba. Dari atap mobilnya seperti ada benda yang jatuh menimpa, membuatnya harus mengecek keluar.

Aneh. Itulah yang ia rasakan saat menengok ke atap mobil, tak ada satupun benda ataupun binatang yang jatuh. Ditatapnya sekeliling, hutan itu terasa sepi dan tak ada satupun mobil yang melewatinya.

Ditepisnya semua pikiran itu dan kembali masuk ke dalam mobil. Melirik ke kaca spion, tubuhnya tetiba membeku seketika. Mulutnya seakan terkunci.

Sosok aneh dan asing menatapnya. Setengah dari wajahnya yang hancur itu terlihat begitu menyeramkan.

"KALIAN HARUS BERTANGGUNG JAWAB!"

Wujud asli yang besar dan tinggi, berambut coklat panjang mulai menyerang pria itu di kegelapan malam.

***

Sudah sebulan brosur lowongan menjadi pengasuh untuk Vanya, tapi tak ada satu pun orang yang berminat mengasuh gadis kecil berusia enam tahun itu. Pak Lian dan Bu Yura merasa putus asa, terlebih tingkah putri mereka yang semakin lama semakin mengkhawatirkan. Belum lagi, gangguan aneh selalu terjadi di rumah tempat mereka tinggal sekarang.

Pak Lian baru saja pindah di rumah baru itu beberapa hari yang lalu, sebab rumahnya yang lama tidak layak untuk dihuni. Membeli rumah itu pada seseorang yang menawarkannya dengan harga yang murah tentunya membuat Pak Lian tergiur, langsunglah dirinya membeli rumah tersebut. Disinilah perubahan tingkah Vanya yang berbeda dari sebelumnya.

Putri semata wayangnya kerap kali berbicara sendiri bahkan bersosialisasi dengan tetangga pun enggan. Mereka mencoba untuk menggunakan jasa pengasuh, tapi beberapa pengasuh itu merasa tak betah dan memilih berhenti bekerja. Desas-desus mengatakab bahwa rumah yang mereka tempati penuh dengan gangguan gaib.

"Apa kita tidak pindah saja dari sini? Mama merasa sangat aneh dengan rumah ini," tutur Bu Yura pada suaminya, tapi tak digubris olehnya.

"Kamu itu, lho. Terlalu percaya sama omongan orang. Sudahlah, yang penting kita bisa tinggal. Urusan Vanya biar Papa yang pikirkan."

"Kamu selalu saja menjawab hal yang sama, Pa. Aku jadi muak cerita sama Papa."

Beranjak dari ruang TV dengan penuh rasa kesal di dalam hatinya, ia nencoba menenangkan pikirannya dengan menjenguk putrinya di kamar.

Melangkahkan kaki di lorong itu, serasa lantai dingin menyentuh telapaknya. Merasakan sesuatu yang tak biasa seolah-olah seseorang memperhatikannya dari kejauhan. Suara langkah kakinya di atas lantai terdengar ramai, seperti ada seseorang yang mengikutinya di belakang.

Suara langkah itu semakin mendekat, tapi Bu Yura tak berani untuk menoleh. Serasa lorong semakin memanjang dan pintu kamar Vanya semakin menjauh, sesegera mungkin diraihnya engsel pintu lalu dibukanya.

"Vanya!" seru sang ibu sambil terengah-engah.

"Iya, Ma. Ada apa?"

Melihat mata putrinya, ia mencoba untuk menenangkan diri dan perlahan masuk. Memberanikan nyali untuk menoleh ke belakang, suara langkah yang tadinya mengikuti berangsur menghilang.

"Gak ada apa-apa, Sayang. Kamu kok belum tidur?"

"Nungguin Kak Kiyo, Ma," jawab gadis berusia 6 tahun itu.

Sekali lagi, matanya mencoba melirik ke arah lorong yang gelap. Seperti ada sosok yang mengintip mereka dari balik dinding hingga wajah pucat menyeramkan itu mulai terlihat dengan jelas.

*

Langit pagi itu mendung, tampak sunyi suasana di sekitar rumah. Lamunan Bu Yura teringat akan sosok semalam membuat wanita itu tak dapat memejamkan mata. Sesak dadanya teras di kala rumah yang sepi hanya ada ia dan putrinya.

Bel rumah yang keras mengejutkannya. Menghentikan sejenak kegiatan cuci piring, berlari kecil menyambut tamunya. Berdiri seorang gadis berwajah cantik, rambut panjang terurai dan sedikit pirang dengan bandana pink, mengenakan stelan kemeja putih dan rok selutut berwarna hitam. Gadis itu tampak membawa berkas lamaran dengan map coklatnya.

"Permisi, apa benar ini rumah Bapak Liando Brawijaya?" tanya gadis itu dengan sopan.

"Benar. Saya istrinya." Menatap dengan senyum kepada gadis itu.

"Salam kenal, Bu. Nama saya Keinara dan ingin melamar kerja menjadi pengasuh Dek Vanya."

Gadis bernama Keinara itu memperkenalkan dirinya, matanya tampak menatap sekeliling rumah. Rautnya seperti melayang ke suatu waktu yang lampau tatkala melihat rumah itu.

"Mbak, kenapa bengong? Ayo, masuk."

Melangkahkan kaki untuk pertama kalinya, tapi Keinara merasa dirinya sudah beberapa kali memasuki rumah itu.

"Keinara Maria Rosalinda, usia 19 tahun. Kenapa kamu mau melamar menjadi pengasuh Vanya?" tanya Bu Yura sambil memegangi surat lamaran kerja milik Keinara.

"Saya ingin belajar menjadi seorang ibu yang baik seperti almarhumah ibu saya dan juga saya ingin punya penghasilan meski bekerja menjadi pengasuh," jawab Keinara dengan padat dan lugas.

"Kamu yakin?"

Diangguknya pelan kepala itu, meski dalam hatinya merasa amat takut. Rumor tentang rumah itu sudah beredar dan ketika melihatnya, Keinara seakan ditarik kembali pada masa lalu yang ia lupakan.

Genggaman tangan Bu Yura kepadanya membuat yakin hatinya bahwa masalah yang sangat serius. Ditambah dengan tajamnya tatapan itu, tersirat sebuah permohonan dan berhutang janji.

"Kei, lihat mata saya. Kamu benar yakin mau mengasuh anak saya dan tinggal di sini?"

"Saya yakin, Bu. Saya benar-benar yakin."

Wanita berusia 29 tahun itu kemudian menghela napas panjang lalu menghembuskannya.

"Saya mau mengatakan sesuatu sama kamu dan kamu harus ingat apa yang saya katakan. Sebelum kamu, sudah banyak pengasuh Vanya yang mau merawatnya tapi mereka semua mengundurkan diri."

"Saya tahu itu, Bu. Saya akan mencoba untuk menjadi pengasuh yang baik."

Mendengar jawaban Keinara yang memuaskan, genggaman itu dilepasnya. Hari ini dan detik ini, gadis itu akan menjadi pengasuh baru putrinya. Harapan yang ditaruh dipundak Keinara menjadi saksi janji sang pengasuh baru.

~***~

DISUKAI JIN PELINDUNG ANAK ASUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang