BAB 31

1K 40 0
                                    

"Kei, sepertinya kita harus kembali ke rumah itu untuk sementara."

Keputusan sang majikan tentu membuat Keinara ingin berkata untuk menolaknya, ada alasan lain yang membuat gadis pengasuh itu merasakan sebuah ketakutan di sana, terutama kepada Kiyo yang mengusiknya dengan masa lalu.

Namun saat Yura berkata bahwa Lian sedang membutuhkan mereka kini, tak ada pilihan lain selain menuruti kemauan sang ibu muda. Keinara perlu waktu untuk mengemasi sedikit barang yang harus ia bawa.

Perasaan gelisahnya akan kembali ke rumah itu hampir mempengaruhi dirinya. Kepalanya kini kembali memikirkan sosok Kiyo, entah apa yang akan dilakukan makhluk itu. Meski ia sudah cukup tenang, tapi sosok Kiyo terus datang dalam mimpinya.

Ia terduduk dengan lamunan malam ini bersama kegelisahan yang membuat hatinya gundah.

Sedikit ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang, menatap langit-langit kamar sampai matanya perlahan memejam. Tersadar dari tidur singkatnya, membuka lebar mata yang tertidur dan sekejap suasana kamar kembali berubah ke tempat asing.

Ia terbangun di atas gundukan merah tempat jasad Kiyo dikubur secara tak layak. Gundukan itu kembali seperti semula dan tak ada bekas galian, tapi hal yang paling mengejutkan adalah keadaan rumah baru Lian yang luluh lantak dan serpihannya sudah ditumbuhi akar pohon.

"A-apa ini? Dimana lagi ini? Apa yang terjadi?"

Keinara menatap sekeliling dengan frustasi, ia yakin bahwa semua ini adalah perbuatan Kiyo sendiri. Lagi dan lagi gadis itu dibawa ke tempat yang tak asing tapi dengan pandangan berbeda.

"Apa semua ini, Kiyo? Apa yang kamu mau? Kenapa kau membuat ilusi ini? Apa yang ingin kamu lakukan padaku?"

Ia menangis tergugu sampai sesak dadanya hingga suara langkah kaki membuatnya terdiam lalu menoleh cepat ke arah sumber suara. Siluet seorang pemuda berdiri di tengah lampu remang, perlahan memperlihatkan wajahnya. 

Kiyo melangkah menghampirinya, menyentuh dagu Keinara dengan jari-jemarinya. Dari matanya, ada sebuah kata yang tersirat rasa kerinduan dan terperangkap dalam jiwa yang lain.

"K-Kiyo, apa kamu masih tak merelakan dirimu?"

Pemuda itu hanya terdiam, wajahnya kini terlihat sempurna meski ada luka dengan darah yang menetes di dahinya. Perlahan mendekati wajah sang pujaan, mengecup tepat di bibir gadis itu. Netranya terpejam menikmati kecupan yang memikat, sekejap dirinya ingat akan masa lalu bersama Kiyo.

Perasaannya begitu lepas, bahkan tak peduli pemuda halus itu menyentuh tubuhnya. Keinara larut dalam asmara yang diberikan Kiyo padanya, ia terus memejamkan mata lalu kembali membuka.

Bibirnya masih mengecup, tapi di hadapannya bukan lagi Kiyo dengan wajah senpurna. Sontak sang gadis pengasuh terperanjat, ia menghindar hingga tubuhnya terjerembab. Di hadapan wujudnya itu ia tak sanggup untuk menatap lebih lama.

"Kei." Kiyo melangkah mendekatinya, tapi teriakan kencang mencoba mengusirnya.

Keinara bereaksi panik, ia mengesot mundur. Tangan panjang Kiyo berhasil menangkap tubuh gadis itu lalu memeluknya dengan erat. Keinara tak bisa lagi melepas pelukannya dan yang hanya ia lakukan adalah pasrah.

"Menetaplah di sini sebentar saja."

Suara itu menggambarkan betapa Kiyo benar-benar merindukannya. Meski semua kenangan satu-persatu teringat dalam memorinya, tapi mereka sudah tak bisa lagi seperti dahulu.

"Aku tak bisa, Kiyo. Maaf, tapi kamu harus melupakanku."

Perlahan Keinara melepas pelukan makhluk itu dan sedikit melangkah mundur menjauh dari Kiyo, ditatapnya mata yang menatapnya dengan penuh kekecewaan.

"Aku lelah diganggu olehmu, aku sangat lelah. Kau melakukan ini bukan hanya demi dendammu pada siapa yang mengambil rumah itu, tapi juga menginginkanku."

Pemuda itu hanya terdiam menatap sang gadis pujaannya, sedang ia nenitikkan air mata. Frustasinya tertuang dan diperlihatkan pada Kiyo bahwa dia benar-benar menggila dan tak suka dengan keadaan ini.

Keinara sudah cukup melupakan kejadian traumatis dimana kematian Kiyo terjadi, ia juga bersumpah untuk tak akan mengingat kenangan masa lalu itu lagi, baginya semuanya sudah cukup. Namun semua itu hanya percuma, ketika dirinya melupakannya kembali datang bersama dendam terpendam.

Karena dendam dan cinta Kiyo, semua orang mulai terkena dampaknya. Karena pemuda itu juga, nenek dari Vanya meninggal dengan alasan tak jelas. Keinara berteriak mengeluarkan semua kesedihan dan ketakutannya pada pemuda itu.

Hanya terdiam datar, memandang gadis itu dengan berkaca-kaca.

"Kau sudah mati, harusnya jangan ganggu aku lagi ... kau harus melupakan aku dan kenangan kita."

Tangisnya tergugu memecah kesunyian di hutan ini, sedang Kiyo perlahan mendekat. Dari tangannya yang berkuku tajam, sebuah cincin bersinar di atas telapaknya. Binar matanya menatap cincin itu lalu menatap tepat ke wajah Kiyo.

"Aku ingin memberikanmu ini dan berharap kau akan menerimanya tepat saat hari dimana aku mati."

Keinara menjuput cincin yang tak sempat dikenakannya, rupanya Kiyo sudah jauh hari memikirkan kesempatan ini untuk hidup bersamanya. Namun takdir berkata lain, dan itu sungguh membuat Kiyo teramat dendam.

Ia ingin mengatakan sesuatu pada Keinara sebelum mengembalikannya ke dunia nyata. Memberitahu bahwa selama ini Freddy-lah yang membunuhnya.

"Beritahukan pada Lian dan Yura. Titip salam pada Vanya dan sampaikan permintaan maafku pada anak itu."

Setelah mengatakan demikian, Kiyo mendorong pelan tubuh Keinara ke dalam sebuah liang, melayang ia dalam kegelapan sampai cahaya menerangi tubuhnya.

~***~

DISUKAI JIN PELINDUNG ANAK ASUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang