"Hah?" Keinara memekik tak percaya.
Sungguh seperti bertemu musibah di hari bahagia, sekujur tubuhnya membeku dan ia seakan terpatri bersimpuh. Apa yang ia firasatkan itu benar-benar nyata, Kiyo pasti akan memgincar keluarga Vanya.
"Beneran, Van?"
Gadis kecil ini mengangguk mantap, ada sebuah ketakutan dari wajahnya yang lugu. Lirikan mata mungil itu seakan menunjuk ke arah tangga seperti memberi tahu bahwa di rumah ini bukan hanya mereka bertiga saja. Tepat saat itu juga angin dingin terasa di kedua bahunya.
Dari ujung matanya nampak sosok berwajah hancur berdiri di sampingnya. Keinara tahu bahwa Kiyo ada di dekatnya, tapi kali ini wujud tubuhnya sungguh berbeda. Bersamaan dengan itu, bayi yang digendongnya menangis sangat kencang.
Vanya bangkit lalu menarik tangan Keinara menjauh dari sosok itu, mengajaknya ke tempat yang lebih terang. Jendela di dapur itu tampak terbuka, membawa cahaya mentari yang masuk menembus kaca-kaca bening. Di sini, Keinara mulai mengatur napasnya.
"Van, kenapa kamu narik tangan Kakak?" tanyanya seraya mendekap bayinya.
"Jangan deket-deket Kak Kiyo lagi. Dia berbahaya," bisik Vanya ke telinganya.
"Lho, kenapa? Bukannya kalian sahabatan?"
Gadis kecil itu menggeleng, ia bercerita bahwa Kiyo juga mengincar nyawanya jika bercengkrama atau menerima barang-barang dari teman ayahnya, bahkan tak segan-segan untuk membunuh orang yang dicintainya. Hanya karena dendam di masa lalu dan Kiyo akan melakukan apapun demi membalaskan dendam kematiannya.
"Sebenarnya dia sudah tahu, tapi kenapa semua menjadi korban?" gumam Keinara.
***
Langkahnya menyusuri lorong rumah sakit sembari menggandeng Vanya dan menggendong bayinya, mencari keberadaan kamar tempat sang nenek dirawat. Bertanya gadis itu pada salah seorang perawat dan ditunjukkanlah dimana Lian dan Yura berada.
Malam ini, ia bersama dengan Vanya menyusul pasangan suami istri itu ke rumah sakit. Keinara merasa sangat cemas dengan keadaan sang nenek, maka momen ini sangat tepat untuk menjenguknya, terlebih malam ini ia merasa tak nyaman jika harus ditinggal bertiga dengan Vanya dan anaknya.
"Kak Kei, itu mama!" seru Vanya seraya menunjukk ke arah Yura yang tengah berdiri di depan meja resepsionis.
Sontak saja setelah melihat majikannya, Keinara bergegas menghampiri. Kedatangan sang pengasuh itu disambut dengan raut lega Yura, wanita itu baru saja ingin pulang untuk melihat keadaan Keinara dan Vanya sebab ia merasa cemas.
Bercerita sang ibu muda tentang beberapa hal janggal bahkan sesaat ibunya memasuki kamar bangsal. Yura selalu melihat sekelebatan lelaki misterius di jendela tempat dimana nenek dari Vanya dirawat.
"Sepertinya arwah pemuda itu memiliki dendam pada keluarga kami," ujar Yura dengan suara yang sendu.
"Saya juga tidak menyangka bisa lebih sebesar ini. Bagaimana pun juga, rumah itu adalah miliknya."
Dua wanita itu terdiam, mereka saling menatap dengan penuh rasa takut yang selalu muncul setiap kali mengingat Kiyo. Yura segera mengajak Keinara dan Vanya untuk melihat keadaan ibunya.
Keadaan yang mengejutkan sesaat Keinara sampai di sana, kini jauh lebih parah. Seperti tulang yang berselimut kulit, tapi matanya masih terbuka. Mulutnya yang pucat membuka tapi tak bersuara, seakan memanggil nama seseorang.
Kiyo ...
Netra Keinara begitu jelas melihat mulut sang nenek bergerak memanggil nama pemuda itu. Bola mata yang perlahan melirik ke arahnya, tatapan yang seakan berkata untuk meminta tolong.
Keinara menatap ngeri. Sang pengasuh muda itu merasa sang nenek tengah dirasuki oleh Kiyo. Ia kenal betul tatapan dan lirikan pemuda yang kini menjadi arwah itu, sangat persis. Cukup lama Keinara memandang tatapan sang nenek hingga tak lama kemudian wanita lansia itu bereaksi.
Dari mulutnya yang keriput, cairan merah kental keluar, sang nenek memuntahkan darah. Vanya terus bersembunyi dan sang pengasuh segera mengajaknya keluar dari kamar. Yura yang melihat Keinara dan putrinya panik keluar dari kamar sang nenek mulai bangkit dari kursi ruang tunggu.
"Kalian ini kenapa?"
Mereka terdiam, Vanya menatap Keinara seakan menyiratkan sesuatu. Sang pengasuh kini memandang wajah Yura.
"Maaf, Bu. Apa dokter mengatakan sesuatu tentang keadaan nenek?"
Mendengar pertanyaan itu, raut wanita muda itu berubah sendu.
"Dokter bilang nenek baik-baik aja, tapi hal seperti sangat langka terjadi."
"Langka?"
Sang ibu muda itu menjelaskan tentang ibunya, seperti ada serangan gaib yang menimpa wanita renta itu. Alasan mengapa nenek dari Vanya itu masih dirawat inap adalah para dokter ingin memeriksa lebih lanjut karena mereka menduga ada penyakit lain yang melatarbelakanginya.
Lian saat ini sedang memanggil Zein untuk mengusir roh yang menyerang sang nenek, mereka hanya menunggu di sana sampai Lian datang.
Malam semakin larut, rumah sakit tampak mencekam saat sepi. Keinara terbangun karena suara tangis bayinya yang mengganggu tidurnya.
"Kenapa, Nak?"
Gadis yang kini menjadi ibu muda itu segera menenangkan bayi cantiknya, meski ditenangkan dengan cara apapun bayi itu tetap menangis. Jari-jemari mungil itu seakan menunjuk ke arah pintu bangsal, seperti ada sesuatu yang menunggu di sana.
~***~
KAMU SEDANG MEMBACA
DISUKAI JIN PELINDUNG ANAK ASUH
HorrorKisah tentang keluarga dan seorang pengasuh yang diteror oleh hantu penjaga anak kecil.