BAB 28

896 37 0
                                    

***

Kepulan asap kemenyan membawa aroma menyengat di ruang tamu, beberapa lilin dipasang melingkari kemenyan itu. Dua orang pria tengah melakukan ritual pemanggilan arwah demi urusan yang tak jelas.

Zein memulai ritual itu, sedang Lian duduk terdiam sembari mengikuti instruksi darinya. Mereka melakukannya untuk mencari jawaban.

Saat ritual ini berlangsung, peristiwa yang janggal terjadi. Angin kencang berhembus, jendela terbuka dan menutup dengan sendirinya. Semua benda yang ada di sana bergetar dan berjatuhan.

Lian amat ketakutan, berpikir bahwa makhluk ini begitu kuat.

"A-apa-apaan ini?"

"Dendam telah membuat energi negatif di sekitar begitu kuat."

"Apakah dia itu Kiyo?"

Tepat saat ayah dari Vanya itu menanyakan tentang Kiyo, sebuah getaran begitu kuat datang membuat barang di sekitarnya porak-poranda. Cahaya merah menyala terpancar dari ruangan kosong dan dengan seketika pintu terbuka, menunjukkan sosok yang amat menyeramkan.

Zein dan Lian memandang serentak ke arah makhluk itu. Wujudnya bertubuh monster dan berkepala manusia, kepakan sayap besar membawa angin yang cukup kencang dalam ruangan itu. Tatapan tajam dan mulutnya menganga memperlihatkan gigi tajam penuh darah dan lendir.

Ia datang dengan segala amarah karena sang pujaan tak ada di sana.

"Tunggu. Wajah itu ...," gumam Lian menatapi makhluk itu.

Ia ingat dengan foto di album lawas, barulah Lian mengenali bahwa dia adalah pemuda yang sama dalam foto itu.

"Apakah kamu adalah Kiyo?"

Kepala makhluk itu menoleh cepat ke arah Lian dan tanpa aba-aba langsung menyerangnya. Zein menyelamatkannya dari kematian dan berlari sekencang mungkin menghindar dari serangan siluman menyeramkan itu.

Garam ditaburnya di beberapa sudut ruang tamu, membuat Kiyo merasa sekujur tubuhnya terbakar, itu adalah garam yang sudah ditaburi doa.

"Apa benar dia Kiyo yang diceritaian Vanya? Lantas kenapa dia marah?"

"Itu karena pengasuh mudamu meninggalkan rumah ini."

Pria itu semakin penasaran tentang hubungan Kiyo dan pengasuh putrinya, ia juga masih belum menemukan jawaban pasti. Mereka hanya bisa menghadapi amarah Kiyo.

***

Keinara tidur begitu lelap, ia merasa tenang untuk pertama kalinya tertidur karena di rumah baru keluarga Vanya dirinya begitu kesulitan untuk tidur.

Yura memutuskan untuk menyewa apartemen milik sahabat lamanya, mereka tanpa sengaja bertemu dan pada akhirnya terbantu. Beruntung apartemen di sana begitu ramai dan jauh dari kata suram.

Meski begitu, Yura merasa tak nyaman dengan kepergiannya meninggalkan suaminya. Ia masih memikirkan Lian jika seorang diri tinggal di rumah itu.

"Mama belum tidur?" tanya Vanya yang menghampirinya di dapur.

"Nanti ya. Kamu laper? Apa ada yang ganggu kamu?"

Ibu muda itu sedikit trauma jika ada kejadian seram kembali terulang, apalagi ia berpikir bahwa aura jahat di sana akan mengikutinya setelah pindah rumah.

"Ngga, Ma. Aku lihat Mama lagi sedih. Pasti Mama lagi mikirin Papa ya?"

Yura terdiam sejenak merenungi perkataan putrinya. Ia masih merasa bersalah, tapi wanita muda itu juga berharap Lian bisa mengambil pelajaran ini. Ia hanya ingin menikmati kebersamaannya dengan Vanya dan Keinara.

Menoleh ke arah jam dinding, sudah sangat larut mereka berbincang.

"Ayo kita tidur, Sayang. Ini udah malam."

"Iya, Ma."

Ibu dan anak itu segera beranjak dari ruang makan, tepat sesaatnya mereka mendengar teriakan dari arah kamar Keinara.

"Kak Kei!"

Vanya berlari bersama ibunya untuk melihat keadaan sang pengasuh. Tangan Yura membuka pintu kamar Keinara, melihat gadis itu meronta di kegelapan malam sambil menyebut nama seseorang.

"Kei! Bangun!" Ibu satu anak itu mencoba membangunkan pengasuh putrinya.

Seakan mendengar suara sang ibu menjerit, bayi yang tidur di sampingnya pun ikut menangis. Yura meraih bayi anak dari Keinara, menenangkannya sambil terus menyadarkan dari alam bawah sadar.

"Kei! Kei!"

"Aaaaah!" Gadis itu akhirnya terbangun dari mimpinya.

Hembusan napas yang tersengal bersama peluh panas menghujani tubuhnya, butuh waktu cukup untuk menenangkan diri. Tatapan mata Keinara memandang sekeliling dengan perasaan ketakutan.

"Ada apa dengan kamu, Kei? Sepertinya kamu bermimpi buruk," tanya Yura memandang Keinara penuh cemas.

"I-ini ... ini dimana, Bu?"

"Di apartemen, Kak," jawab Vanya yang berada dekat di sampingnya.

"Memangnya ada apa sih, Kei?"

Gadis pengasuh itu terdiam lalu menangis tersedu-sedu dan tangan Yura merangkulnya.

"Saya takut, Bu. Saya merasa kembali ke rumah itu."

Keinara tak tahu apakah mimpi itu adalah pertanda ia harus kembali ke sana, tapi setiap kali memejamkan mata gadis itu seakan dibawa kembali ke rumah itu dan bertemu dengan sosok yang selalu mengejarnya, Kiyo.

~***~

DISUKAI JIN PELINDUNG ANAK ASUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang