BAB 40

1.5K 53 12
                                    

***

Gangguan gaib yang membuat Freddy begitu gila, emosinya begitu tak stabil dan penuh dengan halusinasi. Bahkan pagi ini, dia dihantui oleh kejadiannya di masa lalu. Tatapannya begitu takut, tapi ia tak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan untuk merampas rumah itu.

Beberapa karyawan yang bekerja untuk merubuhkan rumah itu kini bergerak. Freddy juga tidak hanya merampas rumah untuk diratakan, tapi juga melenyapkan semua keluarga Lian berserta Keinara.

Kakinya harus segera melangkah, menemui para karyawannya untuk segera bekerja. Mereka bergegas mendatangi kediaman yang kini dijaga oleh sesuatu yang menyeramkan.

Dengan terpincang kakinya, Freddy melangkah menapaki tanah. Sebuah pertanyaan besar selalu berada di sekitar kepala semua orang, apa yang terjadi pada pria kaya yang membuat kakinya berjalan terseok pincang. Sudah banyak dokter yang menanganinya, tapi semua itu sia-sia.

Kaki kanannya serasa diremas kuat oleh sebuah tangan besar, rasa dingin di sekitar begitu terasa. Freddy tak mempedulikan itu semua, suaranya yang garang meminta untuk rumah itu segera dihancurkan.

"Ratakan rumah itu!" titahnya.

Alat berat perlahan maju mendekat ke halaman rumah. Roda bergerigi itu menyentuh tanah halaman dan sebuah hal tak terduga pun terjadi.

Suara mesin yang rusak terdengar begitu keras, sesaat kemudian salah satu alat berat meledak tanpa sebab bersama pengemudinya. Semua orang terpana, heran, dan ketakutan bercampur menjadi satu. Namun tidak dengan Freddy yang tak peduli, ia tetap meminta karyawannya untuk terus maju.

"AYO, KENAPA KALIAN DIAM SAJA!"

Semua terdiam, pilihan yang begitu sulit antara menaati atau melindungi nyawa mereka. Seiring dengan hawa dingin yang datang tiba-tiba di cuaca yang panas. Aneh dan sangat aneh, tapi Freddy masih saja tak peduli.

Alat berat itu kini perlahan melangkah ke halaman rumah Lian, tak ada sesuatu yang janggal kali ini. Namun saat alat berat itu mengeruk genting rumah, muncul cairah merah di sana membuat semua orang yang melihat terkejut. Mereka saling melempar tatapan keheranan.

"Kenapa berhenti? Masa segitu saja tak becus!" Freddy mulai hilang kesabaran, pria terus marah-marah tak jelas.

"Tapi, Tuan. Rumah ini hidup," ujar salah seorang karyawan.

"Omong kosong apa yang kalian katakan? Aku tak peduli, rumah itu harus hancur!"

"B-baik, Tuan."

Mau tak mau, mereka harus menaati apapun titah dari Freddy. Bersyukurnya tak ada gangguan lagi setelah itu, tapi baru saja setengah pekerjaan mereka lakukan, lagi dan lagi kejadian diluar nalar tiba, tak kalah mengerikannya dari yang tadi.

Bercak tangan bernoda darah tiba-tiba menodai kaca bamper alat berat, membuat pandangan menjadi samar. Kaki Freddy juga semakin berat untuk melangkah.

"MUNDUUUUR!" seru salah satu karyawan.

"Hei, apa yang kalian lakukan?!" Freddy mulai kesal, ia tak terima jika semua alat berat itu mundur menjauhi rumah Lian.

"Dasar kalian payah!"

Pria itu terus mengoceh dan mengancam membuat para pekerja begitu jengah. Sebuah keputusan mereka untuk tak menuruti perkataan dari Freddy. Pada akhirnya pria itu ditinggalkan oleh karyawannya.

Emosi yang semakin memuncak membuatnya nekat untuk merubuhkan sendiri rumah itu. Namun semakin alat berat yang dikendarainya maju, semakin rasa sakit di kakinya terasa perih sampai terdengar seperti retakan di dalam.

Rumah itu mulai rubuh hanya dalam satu penghancuran, bak kapal pecah semuanya menjadi luluh lantak. Freddy tertawa puas, ia terus mengancurkan rumah itu sampai rubuh. Tawa puas terdengar membahana, tapi sekejap semua itu sirna setelah sesuatu menimpanya.

***

Yura terperanjat dari tidurnya, ia baru saja bermimpi tentang rumahnya yang telah dirubuhkan oleh Freddy. Namun hal yang lebih menyeramkan di mimpinya ketika kendaraan yang ditumpangi pria itu meledak membuat siapapun yang berada di dalam mobil itu berceceran tubuhnya.

Mimpi itu sungguh membuatnya sangat gelisah, ia tak mengerti apa yang terjadi di rumahnya. Segera ia membangunkan suaminya, menceritakan semua mimpi itu.

Seperti biasa, Lian selalu menganggap remeh cerita dari istrinya.

"Jadi gitu ya?" Mata Yura berkaca-kaca, kesekian kalinya mendengar Lian meremehkan ceritanya.

~***~

DISUKAI JIN PELINDUNG ANAK ASUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang