BAB 30

1.1K 38 0
                                    

"M-maksud Kakek apa?" tanya Lian yang tampak kebingungan.

Ki Jatmika terdiam sejenak sembari menyalakan kemenyan dan asapnya mengepul mengenai wajahnya. Lian dan Zein hanya bisa menunggu apapun itu yang dikatakan olehnya.

"Manusia memang mudah terhasut, bahkan tak pernah menggali apa yang sebenarnya terjadi."

"Kami butuh jawaban yang sebenarnya terjadi pada kami," sahut Zein.

Kakek itu hanya tertawa mendengar jawaban dari Zein, tangannya menabur pasir di atas kemenyan yang masih terbakar. Sesekali meniupnya dengan keras sampai asap-asap itu mengepul dengan cepat melayang terbang ke angkasa.

"Dia akan terkena teror ini."

"Dia?" pekik Lian dan Zein bersamaan.

***

Freddy terduduk bersantai di tepi kolam renangnya sambil meneguk sebotol alkohol. Sesekali tertawa memikirkan bagaimana kebodohan Lian yang sudah menerima rumah itu.

"Hampir saja dia curiga tentang rumah itu. Aku berharap dia tak mencariku lagi untuk menanyakan tentang rumah itu. Lagipula rumah itu adalah hasil curian, 'kan?"

Pria itu sudah tak kuasa untuk bangkit dari kursinya, yang hanya bisa ia lakukan hanyalah duduk sambil tertawa. Satu hal yang Freddy tak sadari adalah sesuatu mengintai dari kedalaman air.

Suara percikan air itu membuatnya amat terkejut, seseorang tengah berenang di kolam renangnya. Namun sekitar tampak sangat sepi tak ada siapapun kecuali dirinya. Suara gemericik itu semakin lama, semakin keras dan lajunya mendekati Freddy.

Tubuhnya yang sempoyongan itu segera berdiri seraya melempar botolnya ke kolam.

"Kau butuh bir, ini ambil!"

Freddy tertawa, tapi kepakan air mengalahkan tawanya. Hingga tanpa sadar kakinya ditarik masuk kedalam kolam. Pria itu mencoba untuk berenang kembali ke tepian, tapi rasanya arus kolam yang tenang mendadak kencang.

Sementara kakinya berusaha melepaskan diri dari cengkeraman tangan dingin yang menarik kakinya. Sekuat tenaga berenang ke permukaan dengan napas yang tersengal, berlari kencang masuk ke dalam rumahnya.

Seketika hawa di dalam begitu dingin, Freddy merasakan betapa mencekam kediamannya ini. Dengan langkah yang sempoyongan ditambah panik setelah tercebur di kolam dengan alasan tak jelas, ia menghampiri sofa ruang tengah. Sejenak ia berpikir tentang peristiwa tadi dan menepis semua pikiran mistis.

"Aku terlalu banyak minum alkohol," gumamnya.

Direbahkannya tubuh itu di atas sofa sambil mengatur posisi menyamping kemudian bergegas mengganti posisi rebah memandang tepat ke langit ruangan itu.

Napasnya seakan terhenti, tepat di depan matanya sosok menyeramkan muncul dengan raut yang marah. Wajah seorang pemuda yang hancur dengan kepala mengeluarkan otak, tetesan darah mengenai wajahnya.

Freddy mencoba untuk bergerak, tapi tubuhnya seakan membeku. Sosok yang tak lain adalah sosok dari Kiyo mencekik lehernya begitu kuat sampat pria itu kehilanga napas.

"A-ampun!"

"Tuan, Tuan! Tuan baik-baik saja?"

Pria itu tersentak seraya menatap sekelilingnya. Hawa mencekam yang menyelimutinya seakan sirna bersama dengan makhluk menyeramkan yang menyelimutinya.

Ini adalah hal pertama, tapi serangan teror belum selesai sampai di sana saja. Semenjak pertemuannya yang tak terduga dan gangguan yang tak wajar, kini teror menyeramkan beralih ke kediaman Freddy. Setiap ia terbangun dari tidurnya, serasa lehernya dicekik.

Pria itu tak tahu mengapa ini bisa terjadi, tetap peristiwa itu tidak membuatnya percaya pada keberadaan hantu.

***

Kehidupan Yura, Keinara, dan Vanya itu hampir tak mengalami gangguan hantu di rumah itu, terutama untuk sang pengasuh. Meskipun bahagia, tapi sesekali Kiyo selalu datang di mimpinya untuk meminta Keinara kembali.

Entah apa maksud dari kedatangan Kiyo dalam mimpinya.

"Kei, kenapa kamu gak makan?" Pertanyaan Yura itu membuatnya tersentak dari lamunan.

"Iya, Bu," jawab gadis itu lemah.

Sebuah pertanyaan yang mengganjal di kepalanya, belakangan ini Yura belum menghubungi Lian dan sudah beberapa hari ini mereka tak tahu kabarnya.

"Oh, ya, Bu. Ibu udah telpon Pak Lian? Semenjak kita pindah anda gak pernah hubungin suami."

"Iya juga ya," sahut Yura membenarkan kata-kata Keinara.

"Coba dihubungi, Bu. Takut ada apa-apa sama Pak Lian."

Mendengar saran dari sang pengasuh anaknya, Yura segera menghubungi suaminya dengan harapan pria itu akan mengangkat telponnya segera. Beberapa menit sambungan tak diangkat, itu mulai membuat sang wanita ibu rumah tangga sangat cemas.

Ia menghubungi sampai empat kali, tapi Lian belum jua mengangkatnya. Hingga sambungan yang kelima kali, Yura mencoba lagi. Sebuah harapan mulai tiba saat telpon tersambung, tapi hal aneh ketika Yura hanya mendengar suara sunyi dan hembusan napas berat.

Terdengar suara raungan yang bukan dari suara suaminya samar memanggil Keinara. 

"Keinaraaaaa~"

"Astaga!"

Yura hampir saja menjatuhkan ponselnya. Dua gadis menatap serentak ke arahnya dengan raut yang penuh tanda tanya.

"Kenapa, Bu?" tanya Keinara yang cemas.

Wanita muda itu terdiam sambil menatap Keinara, dari wajahnya tersimpan sebuah kekhawatiran.

~***~

DISUKAI JIN PELINDUNG ANAK ASUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang