***
Mata Lian mengerjap saat matahari pagi menyinari wajahnya. Perlahan netranya membuka, sesekali menyipit hingga ia tersadar bahwa raganya tak lagi berada di dalam rumahnya. Ia seperti terlempar jauh ke perkebunan pisang milik warga.
Kepalanya amat pusing, ia tak dapat berpikir lagi tentang semua hal semalam sehingga dirinya berada di tempat tak terduga.
"ZEEEEIIIN!" serunya memanggil sang rekan.
"LIAN!" Terdengar suara dari arah lain memanggil namanya.
Bergegas Lian menghampiri sumber suara itu. Dari kejauhan, seseorang melambai padanya dan itu adalah Zein. Ia berlari menghampiri sahabatnya dengan penuh perasaan panik.
"Zein! Kau tak apa?" tanyanya menghampiri tubuh yang lunglai.
"Makhluk itu sangat kuat, kita harus menghentikannya."
"Jangan hentikan dia!" Seorang kakek berbaju serba hitam kini muncul di hadapan mereka.
Mata sang kakek tampak memutih menatap ke arah dua pria itu, lalu mengajak untuk ikut bersamanya. Zein memandang aneh kepada sang kakek, ia lalu bangkit.
"Siapa dia, Zein?" tanya Lian yang penasaran.
"Ki Jatmika."
***
Keinara memandang suasana luar dengan penuh perasaan yang terbelah menjadi dua. Ia sangat bahagia terbebas dari teror Kiyo yang mengejarnya, tapi gadis itu merasa gelisah seakan pemuda halus itu memintanya untuk kembali.
Setiap kali ia memejamkan mata, raganya pasti berada kembali di rumah itu dan bertemu dengan Kiyo di sana. Di sini, Keinara mulai merasakan ketakutan dan rasa cemas. Bahkan ia rela tak tidur agar mimpi buruk itu tak datang lagi.
Yura merasa cemas dengan Keinara, ia melihat kesehatan gadis itu mulai menurun dan enggan untuk beristirahat. Sang ibu muda tak bisa membiarkannya terjadi, segera dibawanya gadis itu ke rumah sakit.
Sakit yang Keinara derita sebenarnya hanya sakit biasa, ia terlalu enggan untuk meng-istirahatkan tubuhnya. Raga sang pengasuh baik-baik saja, hanya jiwanya yang sedang tak baik karena terus dihantui dengan mimpi buruk itu.
Keinara perlahan terbaring, menatap langit-langit kamarnya selepas pulang dari rumah sakit. Sesekali ia memandang bayinya yang bergerak aktif seraya mengoceh.
Rasa kantuk yang tak tertahankan menguasainya, perlahan matanya mulai mengatup dan tertidur karena lelahnya. Ia terkesiap, membuka matanya dan lagi-lagi sesuatu yang tak diinginkan terjadi kembali.
Tubuhnya sudah berada di atas ranjang ruang misterius itu. Dipandanginya sekeliling ruangan dan memang benar ruangan itu adalah ruangan kosong di rumah Lian.
Lagi-lagi, Keinara mendapati dirinya berada di rumah yang sama dan kembali. Gadis itu terduduk menangis di atas ranjang sampai seseorang mendekatinya dari arah kegelapan. Dari wajahnya, sang pengasuh mengenal siapa sosok itu.
Kiyo berdiri di depannya lalu tersenyum tipis kepadanya. Matanya binar menatap Keinara.
"Selamat datang kembali, Kei."
"Apa yang kau mau?"
Kiyo hanya terdiam, ia melayang dan semakin melayang mendekati raga Keinara. Tangan bercakarnya meraba tubuh ramping itu dengan penuh nafsu, dipeluknya gadis itu begitu erat. Sang pengasuh cantik terperangkap dalam jeratan nafsu Kiyo dan tak dapat lagi lepas darinya.
Keinara seakan terhipnotis oleh bisikan Kiyo, tapi segera ia tersadar akan semua ilusi yang dikatakannya. Gadis itu terbuai sampai larut dalam pelukan Kiyo, tanpa perlu sadar dia sedang tidak berada di dunia nyata.
"Kei! Kei!" Suara Yura memanggil namanya membuat ia tersentak.
"Ada apa, Kei?"
"I-itu suara Nyonya."
Gadis itu mencoba untuk beranjak, tapi entah mengapa tubuhnya tak bisa digerakkan. Seperti ada sebuah tali yang mengikatnya, sedang Kiyo memandangnya paku seraya menyunggingkan senyum.
"Urusanmu di sini belum selesai, Kei."
Gadis itu merasa sangat ketakutan, ia tak sanggup lagi berada cukup lama di tempat itu, tapi pikirannya selalu bertanya-tanya tentang urusan apa yang belum selesai berkaitan dengannya. Sementara suara Yura terus memanggilnya, tapi ia sudah menyerah untuk keluar.
Keinara berpikir bahwa dia sudah mati, tepat saat suara tangisan bayi yang amat keras segera membuyarkan pengelihatannya. Gadis itu ditarik kembali ke kenyataan, menatap Yura dengan wajahnya yang cemas.
***
Zein dan Lian terus mengikuti langkah Ki Jatmika menelusuri hutan, mereka merasa cukup jauh dari tempat mereka berdiri sampai perjalanan itu membawanya ke sebuah gubuk tua di ujung gunung.
Ki Jatmika mempersilakan keduanya untuk duduk sedang kakek tua itu masuk ke dalam rumahnya sejenak sampai kembali membawa sebungkus kelopak bunga. Lian dan Zein saling berpandangan.
"Apa kalian tahu mengapa kalian bisa di sini?" tanyanya sambil memandang tepat kepada dua pria itu.
"Yang hanya kami ingat hanyalah sesaat kami terlempar di sini," jawab Zein dengan tegas.
Ki Jatmika memandang ke arah Lian cukup lama lalu mengangguk-anggukkan kepala.
"Kamu sudah ditipu olehnya," ujar Ki Jatmika sambil menunjuk ke arah pria muda, ayah dari Vanya.
Lian terpaku, ia mencoba untuk mencerna perkataan dari sang kakek tua misterius itu. Ia tak mengerti, tapi yang jelas dirinya hanya ingin mengetahui siapa sebenarnya Kiyo itu.
~***~
KAMU SEDANG MEMBACA
DISUKAI JIN PELINDUNG ANAK ASUH
KorkuKisah tentang keluarga dan seorang pengasuh yang diteror oleh hantu penjaga anak kecil.