BAB 18

1.2K 50 0
                                    

"Maaf, maksud anda apa ya?"

Keinara merasa kebingungan, tapi lagi-lagi Zein hanya bisa tersenyum lalu mengusap kepala gadis itu dengan lembut.

"Ah, gak apa-apa. Kamu jangan pikirkan itu," ujarnya.

Lian kini memgantar Zein berkeliling ruangan demi ruangan, terutama yang sering mendapat gangguan arwah penasaran Kiyo. Sesekali Vanya melarang mereka untuk mendekat ke titik dari sudut ruangan, gadis itu berkata Kiyo akan marah jika mereka mendekati titik yang sering muncul penampakan pemuda itu.

Meski ragu, tapi Zein menuruti apa kata dari si gadis kecil itu. Mereka melanjutkan berkeliling sampai akhirnya mereka kembali ke ruang tamu.

"Jadi gimana, Pak Zein?"

Pria yang kira-kira berusia lebih dari Lian itu menopang dagunya seraya berpikir, mata keriputnya mulai menatap sekeliling ruangan hingga tertuju pada salah satu kamar yang ada di ruang tamu itu. Langkahnya mendekati pintu itu lalu menyentuh telapaknya di sana. Mata terpejam, seketika kejadian demi kejadian menyeramkan itu terlihat sampai pada akhir dimana jasad Kiyo terkubur di halaman belakang.

Zein membuka matanya, ia menatap ke arah Lian dan keluarganya.

"Pak Lian, apa di sini ada gundukan tanah?"

Pertanyaan pria itu tentunya membuat terkejut ayah dari Vanya dan juga istrinya. Segera mereka menunjukkan dimana letak gundukan tanah kuburan itu. Mereka bersama-sama pergi ke halaman belakang dan mendekat di gundukan tua itu.

"Tidak salah lagi, ini adalah tempat bersemayam jasad dari arwah Kiyo," ujar Zein.

"Lalu harus bagaimana?"

"Arwah Kiyo menumpuk dendam di masa lalu dan ia juga ingin bersemayam dengan tenang. Kita harus secepatnya menggali kuburan ini."

Saran dari Zein sangat masuk akal, mereka harus segera menyemayamkan Kiyo selayaknya agar tenang. Tanpa pikir panjang pria muda itu mengambil dua sekop.

"Vanya bisa bantu Om ngobrol sama Kak Kiyo?" tanya Zein pada gadis kecil itu.

Vanya perlahan mendekati pohon itu, menyentuh batang pohon keramat dengan telapak mungilnya. Di saat ini, gadis kecil itu merasa bahwa suara di sekelilingnya mendadak berhenti, orang-orang di sekitarnya juga mendadak menghilang. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri sampai sesosok pemuda dengan baju yang bernoda darah mengejutkannya.

Tak salah lagi jika itu adalah Kiyo. Pemuda itu menatapnya dengan sendu, ada kesedihan di dalam rautnya yang tampan meski setengah wajahnya hancur.

"Kak Kiyo?"

"Halo, Vanya. Apa kamu masih takut?"

Gadis kecil itu hanya menggeleng pelan, sedang Kiyo mengulurkan tangan ke arahnya tapi Vanya masih terdiam menatap pemuda itu.

"Kak Kiyo kenapa jahat sama Kak Kei?"

Pertanyaan anak perempuan itu membuat sang hantu terdiam seribu bahasa, matanya berkaca seakan ingin mengeluarkan air mata. Ia mendekati gadis kecil itu, bersimpuh di depannya seraya menyentuh kedua bahunya.

"Kakak gak jahat sama Kak Kei. Kakak sayang sama dia, sangat mencintai dia."

"Kak Kei suka nangis, aku gak mau lihat Kak Kei nangis. Aku gak mau kehilangan dia."

Gadis kecil itu mulai menangis sambil mengungkapkan bahwa dirinya ingin hidup tenang bersama ayah dan ibunya juga bersama dengan Keinara, ia juga tak ingin kehilangan sang adik kecil putri dari pengasuhnya. Di depan teman tak kasat matanya itu, ia mengungkapkan semuanya dan meminta Kiyo tidak berbuat nekat terlebih hampir mencelakai keluarganya.

"Aku sayang sama Kak Kei ... jangan sakitin Kak Kei ... Kak Kiyo sama Kak Kei adalah kakaknya Vanya," tangisnya.

"Lantas apa yang kamu mau? Kamu mau Kakak menjauh dari Keinara?"

"Aku gak mau Kak Kiyo pergi, tapi aku gak mau lihat Kak Kei menderita," jawabnya seraya mengusap kedua matanya yang keluar bulir hangat deras.

Pemuda dengan rupa menawan di sebalik wujudnya yang menyeramkan itu hanya bergeming, ia tak bisa berbuat apapun. Meski sahabatnya sudah melarang, tapi rasa cintanya pada sang pengasuh sahabatnya itu tidak pernah bisa ia lupakan.

"Ada sesuatu yang ingin sekali Kakak ceritakan pada kamu, tapi tidak untuk sekarang," ucap Kiyo lembut.

"Kenapa Kakak gak ngomong sekarang aja? Vanya kan pengen diceritain dongeng sama Kakak."

Belum sempat Kiyo membuka mulut, tubuhnya perlahan mulai berubah. Mata pemuda itu berubah menjadi putih pekat dan gigi-gigi taringnya mulai menjulur. Kiyo kini berubah menjadi sesosok makhluk yang menyeramkan dengan tubuh hitam legam.

Gadis kecil yang ada di hadapannya itu hanya terperangah, langkah mundurnya  terjerembab karena saking terkejutnya melihat perubahan wujud Kiyo.

"Vanya, Kakak boleh minta tolong sama kamu?"

Gadis kecil itu mengangguk, tatapannya masih terfokus pada Kiyo. Tangan bercakar itu mulai menggenggam tangan mungilnya.

"Sampaikan pada Keinara bahwa Kakak mencintainya. Jaga dia dan bayinya baik-baik ya."

Vanya terpaku mendengar perkataan itu, ia terperangah melihat perubahan sifat dan emosi Kiyo. Sepertinya pemuda itu merasakan amarah yang begitu panas dan sesuatu tengah terjadi di alam nyata. Tangan bercakar itu mulai menyerang si gadis kecil sampai dirinya berlari di dalam hutan.

Malang, Vanya tak melihat sebuah jurang yang ada di hadapannya sampai-sampai dirinya terjatuh di sana.

"Vanya, Vanya!" Suara sang ibu terdengar begitu cemas tepat saat sebuah cahaya menyinari wajahnya.

Mata mungilnya terbuka, menatap Yura dan Keinara dengan raut cemas. Segera gadis itu terperanjat lalu melihat sekeliling, beberapa warga sudah berkumpul dan di samping mereka tepatnya di bawah pohon gundukan tanah sudah mulai digali.

~***~

DISUKAI JIN PELINDUNG ANAK ASUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang