BAB 16

1.2K 50 0
                                    

Yura dan Vanya mulai panik, sedang Keinara mulai melayang ke arah mereka dengan penuh amarah.

Wanita muda itu berusaha untuk membuka pintu, tapi tak berhasil. Suara teriakannya sambil menggebrak-gebrak pintu terus dilakukan agar suaminya mendengar, tapi semua sia-sia karena tak ada siapapun yang dapat mendengar.

"PAAA, TOLOOONG!"

"Papa ... tolongin kami ... huhuhu."

Vanya menangis seraya berlindung di tubuh ibunya, sesekali ia melihat ke arah Keinara yang sudah berdiri tepat di depannya. Rupa cantik itu berubah menjadi menyeramkan, kedua bola mata sang pengasuh berubah menjadi putih, lidahnya yang panjang mulai menjulur lalu melilit kaki Yura hingga wanita itu terjerembab.

Begitu erat lilitan itu sampai-sampai tak dapat bangkit, tubuh sang ibu muda sedikit terseret. Wanita itu kini menjerit keras kesakitan membuat putri kecilnya menangis, tapi ia harus bertindak demi menyelamatkan ibunya.

"Kak Kiyo jahat! Aku benci Kak Kiyo!"

Vanya melontarkan semua rasa bencinya pada sang sahabat khayalannya yang sudah menemaninya itu, rupanya ungkapan gadis kecil itu berhasil melepaskan teror Kiyo. Kini sang iblis yang sedang merasuki tubuh pengasuh cantik itu menatapnya dengan tatapan sayu.

"Lepasin Kak Kei kalo Kak Kiyo sayang sama dia dan aku," ucap Vanya lagi, membuat lidah panjang itu melepas lilitannya.

Perlahan suasana yang suram itu mulai kembali seperti sedia kala, sedang Keinara yang dipengaruhi oleh arwah Kiyo mulai jatuh pingsan di depan ibu dan anak itu. Sementara itu, Lian yang tak mendengar apapun teriakan dari kamar Keinara merasakan hawa yang aneh di ruang tamu.

Lampu yang menerangi ruangan itu berkedip beberapa kali, mengharuskannya untuk mengecek stopkontak listrik. Namun entah saat beranjak dirinya mulai berubah pikiran untuk mengecek keadaan keluarganya.

Ia melewati kamar ibu mertuanya, terlihat bahwa wanita itu sedang terlelap tidur. Kembali Lian melangkah menuju ke kamar putrinya. Tepat saat melewati kamar Keinara, telinganya memdengar dengung tangis para wanita di dalamnya, membuat pria muda itu membuka pintu kamar. Ia melihat Yura dan Vanya menangis sambil memeluk tubuh sang pengasuh, sedang seisi ruangan itu tampak berantakan tak karuan.

***

Kejanggalan di rumah itu membuat Lian dan Yura sepakat untuk membersihkannya dari pengaruh buruk roh jahat sembari mencari rumah baru yang lebih baik. Mereka mulai memanggil cenayang-cenayang yang sekiranya dapat mengusir makhluk halus itu, termasuk cenayang desa yang sudah menolong mereka menyembuhkan Keinara.

Namun baik cenayang desa maupun cenayang kenalan Lian mengatakan mereka tak mampu melakukan pengusiran karena energi dari roh jahat itu sangat kuat.

"Maaf, Pak Lian, saya tidak bisa melakukannya. Kalau untuk menyembuh orang sedang kerasukan saya bisa melakukannya, tapi untuk pengusiran setan di rumah ini ... jujur saya tak mampu. Arwah dari penghuni rumah ini sudah banyak menyimpan energi jahat dan dia juga sedang mengincar pengasuh anak kalian," ujar seorang cenayang desa.

"Lalu kami harus bagaimana?" tanya Yura.

"Kalian harus temui Ki Jatmika."

"Ki Jatmika?" ucap Yura dan Lian serentak, mereka kemudian saling menatap satu sama lain.

"Iya. Beliau sedang bersemayam di gunung seberang. Jika kalian mampu, kalian harus cari beliau."

Sebuah tugas yang berat ini menambah beban bagi mereka, tapi cenayang itu tidak akan memaksa. Jika mereka sanggup, artinya mereka harus siap untuk mencari cenayang paling sakti tersebut. Pasangan suami-istri itu mencoba untuk berpikir.

Entah ingatan Yura melayang mengingat kakek misterius yang waktu itu pernah berkelebat dalam pengelihatannya. Wanita merasa bahwa kakek itulah Ki Jatmika.

"Pa, apa kita sebaiknya temui Ki Jatmika saja."

"Apa? Kamu jangan gila, Ma! Memangnya kita tahu dimana Ki Jatmika tinggal?"

Lian yang mendengar saran dari sang istri merasa itu sangat mustahil. Cenayang desa tidak mengatakan apapun dimana letak gunung yang dimaksud, ini tentunya membuat teka-teki. Pria itu merasa jengkel dengan kejadian ini, belum lagi desakan Yura yang ingin Keinara, Vanya, dan ibunya selamat.

"Ini adalah cara terakhir kita, Pa!" Yura mengotot untuk tetap mendatangi Ki Jatmika.

"Bersabarlah dulu, Ma. Papa akan panggil ahli agama untuk melakukan pengusiran. Masih ada cara lain selain itu, bukan?"

Lian mencoba untuk meluluhkan hati istrinya sampai wanita itu mau menuruti apa yang ia katakan meski hatinya merasa cemas. Untuk sementara, pria itu meminta Vanya untuk mengajak jin sahabatnya berbicara karena hanya dengan gadis kecil itulah gangguan-gangguannya meredam. Keadaan Keinara sekarang sudah lebih baik meskipun dirinya sering mengeluh kesakitan di bagian perut.

Sang nenek hanya bisa terduduk di atas ranjang, tubuhnya mulai lemah setelah mendapat serangan gaib dari Kiyo. Tak ada yang bisa dilakukannya kecuali tertidur lalu berteriak tak jelas sembari menunjuk ke sudut-sudut kamar.

Pasrah adalah cara yang mereka lakukan dan mencari jalan untuk menyelesaikan masalah ini semampunya.

"Pa." Suara gadis kecil terdengar dari arah pintu.

Vanya membuka pintu kamar neneknya dan berjalan menghampiri kedua orangtuanya.

"Iya, Sayang?" sahut Yura.

"Apa Mama sama Papa bakal ngusir Kak Kiyo dari sini rumah ini?"

Pertanyaan Vanya membuat mereka terdiam dan saling menatap satu sama lain. Ada sorot mata yang mengatakan ingin menunjukkan sesuatu, tapi mulut mungil itu hanya membungkam.

~***~

DISUKAI JIN PELINDUNG ANAK ASUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang