BAB 17

1.2K 50 0
                                    

Yura bersimpuh di depan putrinya seraya mengatakan sesuatu tentang Kiyo, bagaimana pun juga mereka harus terbebas dari teror ini.

"Kamu gak rela Kak Kiyo pergi?" Wanita itu memandangi wajah putrinya lekat-lekat.

Kepala gadis kecil itu menggeleng, kini rautnya menunjukkan ada sebuah tekanan yang tergambar jelas. Vanya seakan diintai oleh sesuatu yang tak kasat mata, tentunya adalah Kiyo yang seakan mengikuti langkahnya dengan penuh amarah. Gadis itu kemudian berbisik ke telinga ibunya, mengatakan perihal Kiyo.

"Kak Kiyo pengen sama Kak Kei terus."

Kalimat yang jelas, tapi Vanya tidak bida mengatakannya dengan rinci. Yura memandang ke arah Lian dengan penuh tanda tanya tersimpan di kepala mereka.

*

Hujan deras disertai petir yang menyambar ke segala arah. Pasangan suami istri itu terduduk di ruang tamu membahas perkataan Vanya, meski cukup singkat tapi Yura mulai mengerti apa maksudnya.

"Kiyo sepertinya jatuh cinta pada Keinara, dia tidak mau beranjak dari rumah ini."

Kepala Lian mengangguk seraya memangku dagunya, memikirkan apa yang dikatakan oleh Yura namun baginya bukan hanya itu saja yang menjadi masalah Kiyo masih berada di tempat ini, meneror kehidupan mereka semenjak tinggal di rumah itu.

"Apa Kiyo juga ada hubungannya dengan rumah ini?"

"Bisa jadi. Lagipula Pak Freddy belum tentu pemilik aslinya, 'kan?"

Obrolan itu terjeda sejenak, ruangan kembali hening meski suara hujan masih terdengar. Petir yang menggelegar itu semakin membuat suasana di dalam rumah serasa memiliki hawa berbeda.

Misteri tentang rumah ini dan keterkaitan Kiyo seakan memiliki tali yang menghubungkan. Antara pemuda tak kasat mata dan rumah ini mereka mencoba menghubungkan, tapi perasaan heran mengapa harus Keinara yang menjadi korban.

Sementara itu, keadaan Keinara yang semual baik-baik saja kini mulai mengkhawatirkan. Ia berjuang untuk berdiri dan beranjak dari kamarnya, melangkah dengan perut yang terasa panas. Keringat membasahi sekujur tubuhnya, langkahnya di lorong menuju kamar Vanya serasa berat.

Jabang bayi dalam perutnya bergerak dengan brutal seakan ingin menembus lapisan kulit itu. Kakinya serasa dicengkeram oleh ribuan tangan bercakar, membuat ruang geraknya serasa sempit dan sulit untuk berjalan.

"Vanya ... Vanya ...," panggilnya seraya terus melangkah.

Meski sudah berusaha, tetap saja gangguan itu menyerangnya. Langkah yang tersendat membuatnya terjerembab ke lantai. Keinara merintih kesakitan di perutnya, ia menjerit keras seraya melihat ke bagian lengan kakinya. Matanya membulat saat darah dari kemaluannya keluar begitu deras.

Semakin lama darah itu bagaikan air yang memancar dari bebatuan, sangat deras mengalir. Ingin suara yang lemah itu berteriak kencang meminta pertolongan, tapi ia serasa dibungkam. Terduduk bersandar seraya pasrah dengan apa yang terjadi pada bayinya, ia sudah siap untuk meninggalkan dunia.

Namun sebuah hal yang mengejutkan terjadi. Sebuah tangan kecil yang menyembul keluar dan bergerak-gerak di sana membuat Keinara membeku seketika. Seakan ingin membebaskan diri, perlahan seluruh tubuh bayi itu menyembul dengan sendirinya seraya merangkak keluar.

"I-ini gak mungkin," gumam sang gadis pengasuh mendapati kejadian aneh itu.

Bayi itu keluar dari dalam tubuhnya dengan tawanya yang melengking dan nyaris membuat gendang telinganya pecah. Ia merangkak bebas di depan matanya sampai kemudian terbaring di atas darah dengan plasenta yang masih menempel. Ia menangis selayaknya bayi normal, sedang Keinara masih terperangah dengan kejadian itu.

"Keinara! Astaga!"

Pasangan suami istri itu mendapati bahwa pengasuh anaknya telah melahirkan seorang bayi, sedang gadis itu tengah terduduk lemas. Bergegas perempuan manis itu dibawa ke tempat dimana ia akan diperiksa. Darah yang masih menggenang di lantai dibersihkan pada keesokan harinya.

***

Seisi rumah berkumpul di ruang tamu, Lian berkata bahwa mereka akan kedatangan tamu seorang pria teman kerja Lian yang dapat menerawang sesuatu hal magis terutama pada rumah yang sedang dirasuki. Sembari menunggu, seisi rumah sibuk melakukam kegiatannya, termasuk Keinara yang menemani Vanya bermain walau dirinya tengah menggendong bayi yang baru dilahirkannya.

"Adiknya lucu." Gadis kecil itu terus menyentuh pipi si bayi yang tengah terlelap dalam gendongan sang ibu muda.

Sesekali Vanya melirik ke arah sosok Kiyo yang masih berada di dekat pengasuhnya, kali ini pemuda tak kasat mata itu menempel pada tubuh sang pengasuh.

Kiyo kini bukan hanya menemani Vanya, tapi juga mengikuti Keinara. Gadis kecil itu lambat laun mulai terganggu dengan keberadaannya yang sesekali menyerangnya tanpa alasan.

"Ah, Pak Zein, silakan masuk." Lian menyambut seorang tamu yang diyakini memiliki kemampuan dapat melihat hal magis.

Kedatangan Zein disambut ramah oleh seluruh keluarga, mereka segera merapat untuk menyambutnya. Pria itu menjabat tangan satu-persatu pada penghuni rumah, tapi langkahnya terhenti saat berhadapan dengan Keinara. Terdiam sejenak kemudian tersenyum ramah pada gadis itu.

"Ini anak kamu?" tanya Zein pada gadis yang kini menjadi ibu termuda.

"Oh, iya. Ini anak saya."

Zein mengangguk, tatapannya menajam mengarah pada Kiyo yang terus menempel di tubuh gadis itu.

"Kalian akhirnya bertemu juga," gumam Zein membuat Keinara yang mendengarnya kebingungan.

~***~

DISUKAI JIN PELINDUNG ANAK ASUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang