BAB 38

1.1K 39 7
                                    

"Siapa yang datang malam-malam beginu?" gumam Lian seraya berdiri dari ranjang, sedang Vanya menyusul di belakang.

Terdengar suara Yura dari luar yang seakan meminta bantuan. Zein ikut terbangun, ia bertanya tentang siapa yang datang. Ketika mendengar suara9 ibunya, Vanya mulai berteriak memanggilnya.

"Mama!"

"Vanya?" Yura seperti mendengar suara putrinya di dalam.

Tepat saat itu, pintu terbuka dan terlihat wajah Yura yang tampak kusam membuat Lian berkaca. Kedatangan ibu muda itu kini disambut suami dan anaknya, begitu pula Zein yang tak menyangka Yura akan selamat.

"Kenapa bisa kamu ada di sini, Ma?"

"Aku gak tahu, Pa. Awalnya aku dengar Keinara berteriak dan aku gak tahu kenapa aku bisa di sini."

Senyap seketika menjalar, segera Lian mengajak masuk Yura agar wanita itu bisa tenang.

Malam yang semakin larut itu perlahan membawa angin segar pagi, meski terlihat buta tapi setidaknya suasana terang sebentar lagi akan tiba. Antara baik dan buruk, tapi di pagi subuh mereka tak mendengar suara adzan berkumandang.

Lian, Yura, Vanya, dan Zein harus bertahan hidup di hutan yang entah apa namanya. Ki Jatmika akan membimbing mereka dan melindungi mereka. Namun Yura masih saja mencemaskan Keinara dan ia memiliki tujuan untuk mencari gadis itu.

"Ki, bagaimana kami bisa mengalahkan Kiyo?"

"Kamu jangan gegabah, Yura."

"Gegabah?"

"Kiyo itu sekarang lebih kuat dari yang kamu kira. Kamu jelas tidak akan bisa melawannya," ujar Ki Jatmika, tangan keriputanya menebas semak-semak.

"Tapi bagaimana dengan Keinara? Saya takut dia---"

"Kamu tenang saja, Kiyo tidak akan menyakitinya," cecar Ki Jatmika.

Mereka mulai melanjutkan perjalanan untuk mencari jalan keluar dari dunia yang entah apa namanya. Jauh di dalam hutan yang suram, pohoh besar yang keramat telah menyembunyikan sesuatu di sebaliknya.

Suara desahan perempuan dan celotehan bayi terdengar. Di dalam ruang yang gelap dan hanya penerangan dari cahaya lentera, gadis itu terengah-engah sambil sesekali mengeluarkan air matanya.

"Keinara~" Pemuda berwajah setengah hancur itu memanggil namanya.

"Aku ingin pulang, Kiyo."

"Kau tidak bisa pulang, Sayang. Aku, kau, dan anak kita ... kita akan bersama."

Tangan berkuku panjang, kulit yang kasar, dan jari-jemari yang mulus menyentuh kulit halusnya. Kembali Kiyo bergairah dan mulai menyetubuhi Keinara kembali.

Lidah yang panjang menjilati perutnya lalu mengendusnya, sedang gadis itu hanya pasrah. Netra Keinara memejam, merasakan semua gelitik panas. Sementara Kiyo merasa bahagia, pesonanya membuat gadis pujaan larut dalam gairahnya.

"Akhirnya aku mendapatkanmu kembali. Maafkan aku meninggalkanmu. Meski alam kita sudah berbeda, tapi aku akan tetap mencintaimu. Aku tak akan melepaskanmu, Keinara."

*

"Ki, sejak kemarin saya selalu bertanya-tanya," celetuk Lian pada Ki Jatmika.

"Apa?"

"Sebenarnya, apa hubungan Ki dengan Kiyo?"

Ki Jatmika menghentikan langkahnya, tatapan dari empat orang yang mengikutinya begitu muram. Hanya terdiam di tengah sunyinya hutan, sang kakek misterius itu terus menatap mereka sembari meninggalkan mereka dengan seribu pertanyaan.

"Lian, sepertinya kita jangan menanyakan itu di situasi yang gak tepat ini," ucap Zein.

"Kamu benar."

Gelagat Ki Jatmika yang seakan menutup kenyataan itu membuat Lian dan keluarganya merasa sangat penasaran, tapi yang mereka lakukan hanya bisa menahan. Sampai hari kembali memasuki waktu malam dan Vanya semakin merindukan Keinara.

Ia selalu teringat peristiwa pertemuannya dengan Keinara di dalam hutan saat gadis itu sedang bersetubuh dengan Kiyo. Amat syok, harapannya menemukan pengasuhnya begitu cepat membuatnya merasa sangat sedih.

"Kapan kita pulang, Ma?"

Pertanyaan itu seketika saja membuat mereka terdiam. Sadar mereka tak tahu harus berkata apa dan obrolan ini kembali hening.

"Aku akan menceritakan bagaimana hubunganku dengan Kiyo Anggara," celetuk Ki Jatmika.

~***~

DISUKAI JIN PELINDUNG ANAK ASUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang