BAB 26

1.1K 43 0
                                    

Pintu itu dibukanya perlahan, decitannya membuat bulu roma berdiri. Tampak lorong-lorong rumah sakit yang sepi dan sedikit gelap, menyisakan lampu yang menerangi koridor.

Keinara merasa ragu, matanya menatapi suasana yang senada dengan rumah Lian. Langkahnya perlahan keluar sembari menimang-nimang bayinya.

"Anakku, tenang ya, Sayang. Ibu ada di sini," bisiknya.

Kakinya terus melangkah menembus remang cahaya, tapi sejauh apapun itu bayinya tetap menangis dan semakin kencang tangisannya. Keinara hanya mampu menenangkan putrinya, tapi tak bisa menenangkan hatinya yang dilanda ketakutan. Sampai ia melangkah melewati kamar mayat, terdengar suara troli ranjang yang berisi seperti ditabrak ke dinding ruangan.

Lampu yang menyorot koridor berkedip, tapi tangis bayinya perlahan mereda. Lirikan matanya yang kecil melirik ke arah pintu kamar mayat, seakan penasaran ada apa di sana.

Mata Keinara mulai menatap ke pintu itu, suara bising troli ranjang itu masih terdengar. Namun ia yakin pintu itu sudah dikunci oleh sang petugas.

"Aku harus pergi dari sini," gumamnya sambi membalikkan badan.

Decit suara pintu terbuka tepat di belakangnya, seperti ada angin dari dalam ruangan meniup sedikit helai rambutnya. Perlahan kepalanya menoleh, sungguh di luar dugaan pintu kamar mayat itu terbuka dengan sendirinya.

Sunyi ruangan itu begitu terasa sampai di koridor, gelap nan remang. Seperti angin sumilir yang keluar dari dalam sana memanggilnya untuk masuk.

"Tidak! Aku harus segera pergi dari sini," gumamnya yang mulai melangkah menjauhi kamar mayat itu.

Meski sudah menjauh, tapi keseraman tak berhenti di situ saja. Ia melewati sebuah lorong pertigaan rumah sakit dan melihat nenek dari Vanya berdiri dari kejauhan, berada di antara pertigaan. Tatapannya nampak kosong, rambutnya terurai menjuntai.

"Nek? Nenek!"

Langkah Keinara mendekat ke arah sang Nenek, tapi dalam sekejap sosok itu menghilang tepat di depan matanya.

"Ah, apa itu tadi? Mungkin aku harus tidur," gumamnya seraya melangkah kembali.

Meski berusaha melupakan kejadian itu, tapi ia masih memikirkannya. Pikiran yang mengganggu ini membawanya ke sebuah kesadaran dimana kejadian mistis selalu mengikutinya. Bukan hanya dirinya, tapi juga keluarga Lian. Kiyo seperti mengikuti dirinya, membuat teror entah sebagai pertanda atau hanya permintaan tolong saja.

Tepat saat itu, matanya menangkap kembali sosok sang nenek yang terduduk menghadap taman rumah sakit, membelakanginya dan membiarkan rambut panjang beruban menjuntai.

"Nek," panggil Keinara pada sang nenek.

Ia mendekati sosok itu, tangannya meraih bahu si nenek. Telapaknya merasakan sesuatu yang dingin di tubuh keriputnya. Sangat amat dingin seperti es yang membeku di hawa yang panas.

"Nek, kok gak di kamar? Kan dingin di luar."

Namun hanya keheningan yang menjawabnya. Perlahan kepala si Nenek bergerak menoleh kemudian setelah beberapa menit sepi menemani perbincangan Keinara yang tak biasa.

Sedikit wajah si Nenek diperlihatkan, tapi belum sempat Keinara benar-benar melihatnya suara bel rumah sakit terdengar. Gadis pengasuh itu tampak bingung dengan apa yang terjadi sampai dirinya tak menyadari si Nenek yang ada di hadapannya menghilang tiba-tiba.

"Eh, N-Nenek?"

Ia menoleh kesana-kemari mencari kemana sang nenek melangkah, tapi tak terlihat jejaknya. Suasana yang semula tenang berubah menjadi ramai, aura kepanikan begitu terasa dan hati Keinara kini diliputi perasaan yang tak karuan. Seperti sebuah firasat buruk sedang terjadi.

DISUKAI JIN PELINDUNG ANAK ASUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang