***
Langkah Yura terseok menaiki bukit. Wanita itu merangkak menuju ke ujung, ia tak tahu dimana dirinya sekarang. Bertahan hanya dengan memakan dedauan dan hewan liar bukanlah masalah, yang penting tujuannya tercapai.
Sejenak ia duduk di bawah pohon besar menghela napasnya sejenak lalu terlelap. Namun ia kembali terbangun karena mendengar suara seperti buah kelapa jatuh. Sang ibu muda berdiri untuk mengambil buah kelapa yang jatuh, ia berharap buah itu akan menjadi pelepas dahaganya.
Diambilnya buah kelapa itu lalu diangkatnya. Ia pikir itu adalah benar kelapa, tapi Yura salah mengira. Yang ia angkat adalah sebuah kepala manusia yang tersenyum padanya.
"AAAAAAAA!" teriak Yura seraya melempar kepala aneh itu.
Tawa dari kepala menggelinding itu begitu nyaring dan bukan hanya satu buah kepala saja. Ribuan kepala manusia tertawa seakan mengepungnya. Yura kembali berlari melihatnya.
Terus berlari menembus kegelapan, lagi-lagi kakinya digenggam oleh sosok tangan yang dingin menyembul dari tanah. Ia terjatuh hampir ke liang lahat, di dalam itu ada seonggok mayat yang sudah dibungkus kain kafan. Kepala Yura menengok ke arahnya dan secara tiba-tiba mayat itu membuka mata.
Suara wanita itu seakan tertahan, pandangan matanya terus terbuka seakan kelopaknya membeku. Mayat itu menggeliat seperti sedang kesakitan, dari liang yang terbuka Yura bisa melihat jelas mayat itu.
Ingin rasanya beranjak, tapi tubuhnya seakan ditahan. Yura tak sanggup melihat hal menyeramkan itu, ia sungguh takut. Kepala mayat itu menggeleng-geleng, menggeliyat, meledakkan kepalanya sampai darah terpancar mengenai wajah Yura.
Kepala yang hancur menyatu kembali dan terus berulang membuat Yura sangat ketakutan. Tak ada yang bisa ia lakukan selain hanya menangis dan terus berusaha melepaskan diri dari jeratan gaib. Hingga akhirnya tubuhnya terasa ringan dan itu membuatnya bergegas melarikan diri.
Terus berlari dengan langkah yang terseok. Seberusaha mungkin bertahan sampai langkahnya terhenti melihat bayangan Keinara yang berdiri bersama seorang pemuda.
"Keinara!"
Gadis itu menoleh dengan wajah yang dingin, sedang Yura segera berjalan menghampirinya. Namun kabut tebal datang menutupi pengelihatannya dan Keinara menghilang dari sebalik kabut itu.
Yura tak menyerah, ia yakin pengasuh anaknya ada di sana. Ujung matanya seketika menoleh melihat Keinara lagi, tubuhnya membelakanginya. Perlahan langkah wanita itu mendekati si gadis, penuh rasa haru karena ia berhasil menemukan Keinara.
"Kei ..., kamu gak apa-apa, 'kan?"
Namun gadis itu hanya terdiam seakan dingin padanya, tak sama sekali menoleh atau menggerakkan badan dan kepalanya. Datar dan dingin, bagai patung hidup.
"Kei?" Kedua kalinya ia memanggil nama Keinara.
Kepala gadis itu perlahan menoleh ke arah Yura dengan wajahnya yang baru, wajah hancur seluruhnya sama seperti keadaan Kiyo saat tewas.
Sang ibu muda tersentak, ia kaget sampai-sampai terjatuh ke belakang. Terduduk gemetar melihat Keinara yang sudah lagi tak berupa. Ada sedih dan ketakutan, semua itu bercampur menjadi satu.
Rasa tak percaya, perasaan yang berada di antara ilusi dan kenyataan. Yura terperangah, ia terduduk seraya mengesot mundur. Air matanya menetes, dalam hatinya berharap bahwa semua hanyalah ilusi dan ia sedang berada di dalam mimpi.
"Bu, tolong ...," rintih Keinara seraya mencoba meraih Yura.
"Nggak ... kamu bukan Kei!" Yura bergegas bangkit dan ia kembali berlari kencang.
Kembali Yura menembus kegelapan hutan, begitu jauh dari saat ia berpijak di depan sosok Keinara, tapi dirinya masih merasa sesuatu tengah mengejarnya.
"Mau kemana, Bu? Ibu mau ninggalin saya?" Sosok Keinara berdiri di hadapannya sembari menggendong bayinya.
"Gak! Kamu bukan Keinara!"
Lengkingan suara tawa sosok itu seakan membalas ketakutan dan rasa tak percaya Yura.
~***~
KAMU SEDANG MEMBACA
DISUKAI JIN PELINDUNG ANAK ASUH
HorrorKisah tentang keluarga dan seorang pengasuh yang diteror oleh hantu penjaga anak kecil.