BAB 19

1.2K 42 0
                                    

Kerumunan orang yang penasaran itu memenuhi halaman belakang rumah, tak sedikit pula ada yang membantu proses penggalian itu. Yura segera membawa Vanya dan Keinara menjauh dari tempat mereka terduduk, sedang Zein mulai merapalkan sebuah mantera dan berkomat-kamit berdoa.

"Apa ini berhasil?" tanya Keinara yang sedikit cemas entah mengapa.

Tepat setelahnya, sang bayi yang digendongnya mulai menangis kencang. Seberusaha mungkin pengasuh muda itu menenangkannya, tapi tetap bayi itu terus menangis dengan suara yang nyaring.

"Kei, apa gak sebaiknya kita bawa masuk saja," usul Yura.

Wanita itu merasakan ada hawa yang tak baik setelah gundukan tanah itu digali, pikirnya bayi itu merasakannya. Samar ujung mata Yura menangkap sosok seorang kakek tua berdiri dari kejauhan melihat mereka. Wanita itu cepat menyadari bahwa itu adalah Ki Jatmika.

"Keinara, Vanya, kalian masuk ke dalam. Nanti Mama nyusul," titahnya pada mereka.

Yura mengendap melangkah, tatapannya terfokus pada sang kakek. Dari keramaian menuju ke tempat yang sedikit lebih sepi hanya untuk menghampiri Ki Jatmika yang dimaksud. Namun saat hampir sampai, kakek misterius itu cepat menghilang di sebalik kabut.

"Kemana perginya kakek itu? Kemana dia?" gumam wanita itu seraya mengamati segala arah.

Sementara itu, di kamar Keinara, sang anak asuh setia menemani gadis itu bersama dengan bayinya. Si Kecil yang lahir dari benih entah manusia ataupun hantu, tapi Vanya berucap bahwa wajah bayi itu sangat mirip dengan Kiyo. Sang pengasuh muda itu sepertinya sangat menyayangi bayinya dan tak menganggap bahwa ini sebuah bencana.

Keinara seakan tak peduli apakah bayi itu adalah manusia atau bukan, ia jelas sangat mencintainya.

Sunyi tanpa adanya keramaian dari halaman belakang meski suara mereka samar, sedikit berbincang hangat bak kakak dengan adiknya sampai Vanya mulai teringat akan pesan Kiyo untuk Keinara yang sangat dicintainya.

"Kak Kei, Kakak tahu gak tadi aku ketemu Kak Kiyo, lho."

"Oh ya?" sahut Keinara seraya menimang bayinya dalam gendongan.

"Iya, Kak. Dia bilang, Kak Kiyo sayang banget sama Kak Kei." Ucapan Vanya itu membuatnya terdiam, seperti ada sebuah ingatan yang tersisipi dalam kepalanya.

Ia menoleh ke arah Vanya, gadis kecil itu tersenyum padanya meski sesekali wajahnya berubah ekspresi seperti melihat sesuatu. Perkataan dari Kiyo yang disampaikan melalui gadis kecil itu seperti Keinara pernah mendengarnya. Sebuah potongan memori yang muncul berhubungan dengan kata-kata itu.

Seseorang di masa lalu dengan sebuah nama yang sudah tak asing lagi, dahulu mereka sangat muda. Kepala Keinara berteduh di bahunya sedang pemuda itu mengelus-elus rambutnya seraya mengatakan sesuatu hal yang manis.

"Sampai kapanpun, aku tetap menyayangimu, Keinara."

Perkataan yang benar-benar mengingatkannya pada masa lalu, gadis itu tersentak dari lamunannya karena mengingat sesuatu. Entah mengapa dirinya amat sedih.

"Kakak ingat, dulu ada yang pernah bilang kata-kata itu. Kiyo ... aku masih tak ingat siapa dia, tapi aku ingat sebuah momen kecil saat dahulu."

Bulir air mata yang hampir saja meluncur, suasana yang amat sunyi dan hanya dirinya bersama Vanya juga bayinya. Angin kala itu berembus sangat lembut sampai suasana tenang ini mulai pecah saat mereka mendengar suara kekacauan dari arah halaman belakang.

Keinara segera membuka jendela kamarnya, melihat apa yang tengah terjadi. Dari sana ia dapat melihat gundukan tanah itu sudah digali amat dalam, tapi yang membuatnya merasa aneh adalah semua warga yang menonton mendadak kerasukan. Bukan hanya satu atau dua, hampir sebagian dari mereka tumbang dan menggeliat seraya berteriak.

~***~

DISUKAI JIN PELINDUNG ANAK ASUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang