29. Point of Return

55 3 0
                                    

8 Tahun Lalu

Suara berdebum kecil membuat Arganta yang tengah naik ayunan terkejut, sedetik kemudian disusul dengan suara tangisan. Arganta bergegas mencari sumber suara tersebut, lalu menemukan seorang gadis yang seusianya tengah berjongkok sembari memegangi lututnya.

"Kamu nggak apa-apa?"

Gadis berusia 10 tahun itu mengangguk samar. Masih dengan lelehan airmata dikedua pipinya, ia meraih uluran tangan Arganta.

"Lututmu terluka." Arganta memperhatikan luka gores di lutut gadis tersebut. "Aku akan mengobatinya." Dia menuntun anak itu untuk duduk dikursi taman. Sedikit ragu, si gadis menurut mengikuti Arganta.

"Aku akan segera kembali, tunggu disini."
Gadis itu hanya mengangguk sekilas dengan mata berkabut, menatap anak lelaki yang kini bergegas pergi. Beberapa saat kemudian, Arganta kembali lagi dengan kotak P3K di tangannya.

"Sini. Biar aku obati."
Dia menurut saat Arganta mulai membersihkan lukanya. Sesekali ia meringis pelan, merasakan perih obat yang menyentuh lukanya.

"Kamu siapa?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibir gadis tersebut. Membuat Arganta menghentikan kegiatannya sejenak, mendongak untuk menatap gadis di depannya.

Arganta tersenyum manis. Seulas senyuman yang kemudian membekas dalam benak gadis itu.

"Aga ... Kamu bisa memanggilku Aga."
Anak lelaki itu kembali melanjutkan kegiatannya mengobati lutut gadis itu. Dia bukan sengaja untuk tidak memberitahu gadis itu nama lengkapnya, tapi dia suka jika seandainya ada yang memanggilnya seperti itu selain mamanya.

"Aga ..." Gadis itu tersenyum seraya menggumamkan nama Arganta beberapa kali, membuat Arga yang fokus mengobati lututnya, terkekeh geli.

"Lalu, siapa namamu?" tanyanya menatap gadis di depannya. Senyumnya yang tak kunjung memudar, membuat gadis itu tersipu.

"Namaku Ratu." Gadis itu tertunduk malu setelah menyebutkan namanya.

Arga tersenyum kecil. Ia menunduk untuk menyelesaikan memasang plester di lutut Ratu.

"Selesai. Lukamu pasti akan segera sembuh."
Arganta mendongak, menatap Ratu yang tak pernah lepas memperhatikannya.

Ratu menatap luka dilututnya yang kini sudah tertutupi plester bergambar dinosaurus dengan mata berbinar.

"Woah ... kamu hebat," puji Ratu dengan senyum lebar.
Ia menggerakkan kakinya pelan. Lututnya sudah tidak terasa sesakit tadi meskipun masih terasa sedikit perih.

Arga tertawa kecil mendengar kalimat polos gadis itu. Ia mengambil sisi kosong disebelah Ratu.

"Kenapa tadi kamu bisa terjatuh?"

"Aku ingin mengambil bunga untuk mamaku." Ratu menunjuk pohon bunga mawar yang tak jauh dari tempat mereka duduk. Sayangnya, mawar yang ingin diambil oleh Ratu berada diujung atas pohon tersebut.

Arga nampak berpikir sejenak. "Ah ... bunga. Tunggu sebentar."

Arga beranjak dari tempatnya. Ratu hanya menggedikkan bahu melihat anak lelaki itu pergi entah kemana. Namun, beberapa menit kemudian. Arga sudah berdiri didepannya seraya menyodorkan setangkai mawar padanya.

"Ini. Ambilah. Aku ambilkan untukmu. Kebetulan di rumahku ada pohon mawar juga. Mamaku juga suka dengan bunga."

Kedua mata Ratu berbinar senang, ia menerima mawar tersebut sembari mengucapkan terima kasih. Selama beberapa menit, keduanya terdiam dengan suasana canggung.

"Bagaimana kalau kita berteman?"

Ratu berpaling. Arga menatapnya tanpa berkedip. Tatapan polos Ratu membuatnya merasa gemas dengan gadis itu.

My Perfect QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang