10. Troublemaker

791 69 10
                                    

Kebencian dan kemarahan hanya mencari titik pembenaran untuk suatu kesalahan.

---My Perfect Queen---

Ratu terbangun pagi sekali. Dia tidak ingin terlambat karena hari ini adalah hari pertama ujian dilaksanakan.
Selesai bersiap, Ratu segera turun ke lantai bawah dan menuju ruang makan. Rutinitas yang terasa sedikit membosankan untuk Ratu, namun sudah menjadi keharusan untuk di laksanakan. Sarapan pagi.

Langkahnya terhenti saat sampai di pintu yang menjadi sekat antara ruang makan dan ruang tengah. Ratu mendengus pelan, kemudian membawa kakinya menuju meja makan. Mood-nya mendadak berantakan karena sosok yang saat ini duduk di meja yang sama dengannya.

Ratu akan lebih bahagia jika ia sarapan tanpa siapapun menemaninya. Dia sudah terbiasa dengan hal itu, jadi, terasa aneh dan tidak nyaman saat pagi ini, ia mendapati papanya sudah duduk di meja makan.

Tanpa sapaan atau salam, Ratu menarik kursi sedikit jauh dari Rendy. Menghindari kontak apapun itu dengan papanya.

Tak ada percakapan selama acara sarapan pagi berlangsung. Ratu mengoleskan selai nanas ke atas rotinya dalam diam, sesekali melirik ke arah Rendy yang sedang menikmati kopinya sembari membaca koran. Hal yang rutin dilakukan papanya.

Terkadang Ratu merasa heran, di jaman modern seperti ini, papanya lebih memilih membaca koran dibandingkan membaca berita online di internet yang menumpuk. Padahal, papanya tidak akan ketinggalan berita apapun. Namun, Rendy memang lebih menyukai hal-hal yang klasik.

"Gimana sekolah kamu? Hari ini kamu ujian akhir semester bukan?"

Pertanyaan membosankan itu lagi yang dilontarkan Rendy. Ratu tak perlu bertanya darimana Rendy tahu meskipun tanpa diberitahu oleh Ratu. Kepala sekolah Maper adalah teman dekat ayahnya. Dan dari pak Wira pula, Rendy mengetahui semua kegiatan Ratu di sekolah.

Ratu melirik sejenak, cewek itu berhenti mengunyah rotinya. "Baik," jawabnya singkat.

"Kamu harus jadi nomor satu lagi. Pertahankan itu." Kata-kata Rendy kali ini seakan mencubit hatinya. Seharusnya dia sudah terbiasa akan kalimat Rendy yang selalu sama setiap harinya, membosankan. Namun, selalu saja memberikan efek yang berbeda di hati Ratu.

Ratu diam, cewek itu meletakkan roti tawarnya yang masih setengah ke atas piring, nafsu makannya hilang seketika.

"Ratu nggak akan jadi nomor dua, karena Ratu tau gimana rasanya selalu diabaikan. Seperti papa yang mengabaikan Ratu dan Mama. Jadi, Ratu tidak akan berada dalam urutan kedua." Ratu mengatakannya dalam satu tarikan napas panjang. Dadanya mulai bergemuruh kencang.

Rendy menurunkan koran ditangannya, menatap tajam ke arah Ratu.

"Sejak kapan papa mengajari kamu bicara seperti itu?" Nada suara Rendy terdengar dingin.

"Sejak papa nggak peduli lagi sama mama," Ratu menarik napas dalam-dalam, "Ratu udah belajar banyak dari papa. Gimana rasanya selalu berada diposisi teratas tanpa halangan apapun." Ucapan Ratu yang meluncur bebas itu mampu membuat Rendy mengepalkan kedua tangannya di atas meja.

"Seperti yang pernah papa katakan, jangan pernah menjadi nomor dua ataupun selanjutnya. Karena kamu hanya akan diabaikan orang lain."
Ratu mendengus, cewek itu kemudian bangkit dari duduknya. Dia ingin segera mengakhiri perbincangan yang menyebalkan ini. "Ratu udah telat, permisi."

Ratu meraih tas selempangnya dan beranjak pergi, tanpa mencium tangan ataupun mengucapkan salam. Rutinitas yang sudah sangat lama sekali tak pernah dilakukannya sejak beberapa tahun terakhir.

"Papa belum selesai bicara, Ratu!" tegur Rendy dengan keras. Namun, Ratu tak peduli sama sekali dengan panggilan papanya. Cewek itu berlalu pergi meninggalkan meja makan begitu saja.

My Perfect QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang