Pagi hari, Malika datang ke sekolah sedikit telat. Untung saja tadi Gama mau mengantarkannya, jadi petugas yang menjaga gerbang takut dan dengan suka rela membuka gerbang untuk mereka. Yang Malika paling syukuri adalah hari ini bukan hari Senin. Jika benar, ia akan menjadi salah satu murid yang dijemur di bawah sinar matahari.
Ia berlari menghampiri gadis yang juga masih berada di tangga. Sedikit susah karena Malika membawa tas yang lumayan berat. "Ocha!"
Gadis yang dipanggil segera menghentikan langkah dan berbalik. Dapat Malika lihat dengan jelas wajah gadis tersebut yang terkejut.
"Kok lo di sini?"
Malika tersenyum sebagai jawaban. Dia menggandeng lengan Ocha lalu kembali berjalan menaiki tangga. Sementara gadis bernama Ocha itu bingung bukan main.
"Heh Dora! Gue nanya juga." Tangan gadis itu menoyor kepala Malika, membuat sang empu meringis kesakitan.
Dia menengok, memberikan tatapan maut. "Nggak usah noyor kepala gue dong, Cha! Sakit tau."
"Siapa suruh gue nanya bukannya dijawab."
Mereka kembali berjalan menyusuri koridor. Berjalan dengan santai bagai tak ada beban. Padahal sekarang sudah jam tujuh lewat lima menit. Yang artinya kelas mungkin sudah dimulai.
"Eh, Ka!"
Secara tiba-tiba Ocha menghentikan langkah. Gadis itu menarik wajah Malika seenak jidat hingga membuat pipi temannya terhimpit dengan mulut yang terbuka.
"Sakit!" teriak Malika.
Ocha kaget. Tentu. Siapa yang tidak terkejut jika orang yang berada di dekatmu berteriak tanpa aba-aba?
"Kuping gue budek, Ka!" kesal Ocha.
"Eh tapi—"
Memang pada dasarnya Ocha ini sedikit bodoh. Sudah menarik wajah Malika dengan tidak berperasaan kini gadis itu menekan plester yang tertera jelas di kening Malika.
"SAKIT OCHA!!"
"Sorry. Gue penasaran jidat lo kok pake plester?"
Memilih tidak peduli, Malika melangkah meninggalkan temannya yang kurang waras itu. Dia harus segera memasuki kelas mengingat waktu yang sudah tidak bisa dibilang aman. Hingga langkahnya berhenti pada kelas terujung, Malika segera masuk.
Malika menghela napas lega karena belum ada guru yang masuk. Baru saja ingin duduk, seseorang sudah mendorong tubuhnya dari belakang. Ocha, si pelaku tersenyum manis seperti tidak melakukan kesalahan.
"Cha! Bisa nggak sih lo jangan kayak bocah kurang minum?"
Malika kesal, sekesal kesalnya. Sudah menarik wajahnya dengan tidak berperasaan, menekan luka Malika, dan sekarang mendorong tubuhnya. Ocha memang teman yang sangat baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Really Badboy
Novela JuvenilMenjadi pacar dari cowok dengan tempramen buruk tentu akan menjadi malapetaka. Apalagi jika mereka suka melakukan kekerasan fisik maupun verbal. Sayang, Malika harus menelan telak jika dirinya telah terjerat lingkar hubungan beracun bersama Gama, sa...