Gama memandangi tubuh Malika dari belakang. Wangi parfum yang gadis itu kenakan mengalun indah di penciuman Gama. Lembut dan menghanyutkan, membuat dirinya seperti seseorang yang sedang mabuk.
Gama menyenderkan tubuh di dinding, kedua tangan cowok itu masuk ke dalam saku celana. Sekali lagi, dia terpana oleh sosok yang masih asik bercermin dihadapannya.
"Udah?"
Malika segera berbalik. Senyum gadis itu mengembang tanpa diminta. Malika berjalan mendekat. "Lama banget ya?"
"Enggak, cuma satu jam," jawab Gama datar.
Malika tertawa ringan. Dia mengandeng sang kekasih dan berjalan bersama ke luar. Ya, hari ini Malika dan Gama akan pergi jalan-jalan. Anggap saja ini sebagai permintaan maaf Malika untuk kejadian kemarin, sekaligus modus tentunya.
"Kak Al udah di sana. Apa aku terlalu lama dandan ya? Perasaan tadi masih jam tujuh, kenapa udah ganti jadi jam delapan?"
Malika tak henti berbicara sambil sesekali mengecek ponselnya. Takut-takut jika nanti Aldian mengabari atau membatalkan acara makan malam bersama. Sebenarnya tidak ada yang spesial, hanya makan malam biasa. Tapi karena Malika tidak ingin melewatkan kesempatan, dia ingin malam ini mereka berkencan seperti pasangan pada umumnya. Makan bersama, nonton, keliling ibu kota, bercanda gurau, dan masih banyak lagi.
"Kayaknya kita harus ngebut deh, Kak Al nggak jawab pesan aku. Mungkin dia marah?"
"Diem mulutnya, mau gue sumpel?"
Jawaban Gama membuat Malika mau tak mau menutup mulutnya rapat. Sekali Gama tetap Gama. Tidak suka kebisingan sama sekali.
"Ke restoran mana?" tanya Gama.
Cowok itu menunggu jawaban dari Malika sambil memasang sabuk pengaman. Gama juga menarik lengan kemeja sampai siku untuk memudahkan menyetir mobil. Jika bukan karena permintaan Malika, maka Gama enggan memakai pakaian yang rumit ini.
"Kok malah diem?" Cowok itu menoleh. Gama mencondongkan diri ke arah Malika dengan senyum tipis.
"Gue nanya, harus lo jawab. Mau kalo acara malam ini nggak jadi?" tanya cowok itu sambil memasangkan sabuk pengaman untuk Malika.
"Kan tadi katanya suruh diem."
Gama terdiam sebentar. Oh gadisnya ini!
Dia memandangi wajah Malika yang dipoles sedikit make up. Sangat cantik. Ditambah saat mata Gama turun ke bibir merah muda itu, sungguh indah untuk dipandang. Gama sampai membasahi bibirnya sendiri.
"Bukan gitu maksudnya, sayang," bisik Gama.
"Terus?" Malika bergerak mundur memberi jarak.
"Nggak jadi. Cepet bilang di restoran mana? Nanti Kakak lo nyalahin gue lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Really Badboy
Teen FictionMenjadi pacar dari cowok dengan tempramen buruk tentu akan menjadi malapetaka. Apalagi jika mereka suka melakukan kekerasan fisik maupun verbal. Sayang, Malika harus menelan telak jika dirinya telah terjerat lingkar hubungan beracun bersama Gama, sa...