19 | Keyakinan Malika

2.5K 107 9
                                    

"Lo yakin nggak pengen main? Gue kangen lo main ke rumah kita terus cerita panjang lebar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo yakin nggak pengen main? Gue kangen lo main ke rumah kita terus cerita panjang lebar. Mau ya? Ayolah Kaa!" pinta Ocha.

Gadis itu menggoyangkan tangan Malika ke kiri dan kanan seperti anak kecil yang meminta dibelikan boneka oleh ibunya. Wajahnya Ocha buat sedemikian rupa agar terlihat menggemaskan dengan bibir yang sengaja dibuat melengkung ke bawah.

"Hmm, gimana ya?"

Malika tampak berpikir sebentar sambil terus mengetuk-ngetuk dagunya, melihat reaksi apa yang akan Ocha tunjukkan.

"Hahaha, oke. Kapan-kapan kita main kayak dulu lagi, kalo sekarang kayaknya nggak bisa."

"Ya ilah! Kapan-kapan mulu. Karatan gue nungguin lo," sebal Ocha.

Mereka terus berjalan melewati lorong sekolah. Tidak banyak murid di sana, hanya beberapa. Mungkin karena jam pelajaran yang sudah berakhir dari lima puluh menit yang lalu.

"Gue juga kangen Cha, cuman ya belum dapet waktunya aja," jelas Malika.

"Waktu mah gampang, emang lo aja yang sibuk sama Gama," kilah Ocha cepat.

Malika tersenyum, menampilkan deretan gigi-giginya yang tersusun rapih. "Sebenernya enggak karena Gama juga. Di rumah kan ada Kak Al, jadi gue gunain sebisa mungkin buat bareng sama dia. Lo tau sendiri kan Kak Al suka pergi-pergi buat urusan kerjaan? Gue cuman nggak pengen kehilangan waktu bareng sama dia," jelas Malika akhirnya.

Ocha menghela napas. Tahu bagaimana kondisi keluarga sahabatnya. Walau keluarga dirinya sendiri juga tidak seharmonis yang terlihat, tapi keluarga Malika jelas lebih berantakan. Ibunya meninggal di usia Malika yang masih tujuh tahun, ayahnya menikah lagi, dan Aldian yang sibuk bekerja.

Mungkin jika Ocha dalam kondisi itu, dia tidak akan sekuat Malika yang bisa menebar senyum di setiap pagi. Ditambah menyandang status sebagai pacar Gama, bisa dipastikan Ocha akan lebih memilih untuk mengakhiri hidup.

"Eh, itu Gama!"

Malika segera berlari, melepaskan tautan tangan dengan Ocha yang masih berdiam di tempat. Tas yang dia sandang bahkan sampai ikut bergerak ke sana ke mari karena Malika yang berlari cukup kencang.

"Langsung pulang kan?" tanya Malika saat sudah berada tepat di hadapan Gama. Napas gadis itu belum normal, sehingga dia harus membungkukkan badan dan berpegang tangan pada lutut.

"Dengerin gue." Bukannya menjawab pertanyaan Malika, Gama justru menangkap wajah gadis itu hingga Malika harus kembali menegakkan tubuh.

"Apa?"

"Gue ada urusan, nggak bisa nganter lo. Tapi ada Lingga yang bakal nganterin lo," ucapnya.

Malika terdiam sesaat sebelum berbicara. "Urusan apa? Kok mendadak gini?"

"Gue bakal jelasin nanti, lo gapapa kan pulang bareng Lingga?"

"Eng, aku pulang sama Ocha aja kalo gitu. Sekalian main juga deh, dia ngerengek pengen main dari tadi," jawab Malika.

Really BadboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang