Aldian menghela napas untuk yang kesekian kalinya. Melihat pemandangan dihadapan pria matang itu membuat dia sedikit emosi. Pandangan Aldian beralih pada jam tangan yang dikenakan, pukul enam lewat lima belas.
"Dek," panggil Aldian.
Tidak ada tanda-tanda Malika menjawab. Sosok cewek remaja itu masih asik dengan mata terpejam, selimut yang membungkus tubuhnya, dan tentunya mimpi yang membuat Malika masih betah berada di sana.
"Malika, bangun." Nada tegas Aldian terdengar, menandakan cowok itu sudah mulai kehabisan kesabaran.
Aldian memegang kening sang adik, tidak panas. Lalu kenapa Malika masih belum bangun juga? Apa dia tidur terlalu larut semalam?
"Malika, bangun. Kamu bakal telat," ulang Aldian.
Aldian menepuk-nepuk pipi adiknya. Masih tetap tidak ada pergerakan dari Malika. Aldian menghela napas sekali lagi. Baiklah, ini cara terakhir yang biasanya sangat ampuh untuk membangunkan Malika.
Perlahan Aldian menjepit hidung Malika, hingga dirasa Malika kesulitan napas Aldian masih tetap mempertahankan tangannya.
Tiba-tiba kedua bola mata adiknya itu terbuka sempurna yang diikuti dengan tepisan kasar tangan Aldian dari hidung Malika. Gadis itu sempat terdiam beberapa saat sebelum menatap Aldian penuh permusuhan.
"Kalo aku mati gimana, Kak? Nggak lucu banget," kesal Malika.
"Liat jam berapa sekarang," jawab Aldian menunjuk jam dinding yang menempel di sebelah timur kamar.
Seketika mata Malika kembali melebar. Demi apapun Malika tidak memiliki banyak waktu sekarang. Gadis itu segera bangkit menerjang kamar mandi.
"Dasar. Udah besar masih aja suka kesiangan. Padahal biasanya dia nggak pernah begitu," monolog Aldian. Dia dibuat geleng-geleng kepala dengan sikap Malika.
Tidak ingin terlambat bekerja juga, Aldian segera turun menyiapkan sarapan untuk mereka. Sekitar sepuluh menit kemudian Malika turun dengan wajah paniknya.
Aldian kembali dibuat geleng-geleng kepala karena penampilan Malika yang amburadul saat ini. Dasinya hanya disampirkan di pundak, kaus kaki yang justru Malika pakai di tangan, juga rambut yang belum tertata rapih.
"Kamu yakin mau sekolah dengan penampilan seperti itu?"
Malika mengangguk mantap. Dia mengambil gelas berisi susu vanila kesukaan gadis itu lalu meminumnya buru-buru. Mata gadis itu tak lepas dari jarum jam yang terus bergerak di jam tangannya.
"Aku berangkat, Kak!"
Gadis itu langsung berlari tanpa memperdulikan sisa susu yang masih membekas di bibirnya, membentuk sebuah kumis berwarna putih samar.
••
"Mampus! Ini gimana?"Malika panik sepanik-paniknya. Niat hati ingin terlihat keren justru membuat dirinya terjebak di atas tembok yang lumayan tinggi. Rencananya gadis itu akan memanjat tembok belakang sekolah yang biasa digunakan oleh siswa-siswi SMA Manggala jika ingin membolos. Namun apa boleh buat, Malika mungkin bisa dengan lancar naik ke atas tembok itu karena ada tangga, tapi gadis itu melupakan satu hal. Di balik sisi tembok yang ada di dalam tidak ada tangga. Itu mengharuskan Malika untuk loncat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Really Badboy
Teen FictionMenjadi pacar dari cowok dengan tempramen buruk tentu akan menjadi malapetaka. Apalagi jika mereka suka melakukan kekerasan fisik maupun verbal. Sayang, Malika harus menelan telak jika dirinya telah terjerat lingkar hubungan beracun bersama Gama, sa...