Menjadi pacar dari cowok dengan tempramen buruk tentu akan menjadi malapetaka. Apalagi jika mereka suka melakukan kekerasan fisik maupun verbal.
Sayang, Malika harus menelan telak jika dirinya telah terjerat lingkar hubungan beracun bersama Gama, sa...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aldian tak pernah merasa lebih gagal menjadi kakak ketika mengetahui bahwa adiknya punya trauma. Fakta beberapa tahun lalu yang ia ketahui setelah hampir setiap malam Malika menjerit begitu histeris tiap kali gadis itu tidur sendiri. Satu fakta yang membuat Aldian kehilangan kepercayaan diri untuk menyebut dirinya sebagai seorang kakak.
Namun ternyata perasaan beberapa tahun itu kembali muncul. Ada bagian paling dalam dari hati Aldian yang kembali terkoyak manakala sahabat adiknya—Ocha—menghubungi Aldian dengan suara bergetar yang sarat akan ketakutan. Gadis itu memberi tahu jika Malika dilarikan ke rumah sakit setelah kehilangan kesadarannya.
Detak jantung Aldian berpacu secepat kuda yang berlari. Terlebih ketika Malika berbaring di bangsal rumah sakit dengan alat bantu pernapasan. Hatinya bagai dihantam batu yang begitu besar.
Aldian amati setiap jengkal dari wajah tenang itu. Bibir serta kulitnya pucat, kantung mata gadis itu terlihat sedikit menghitam, dan yang lebih membuat hati Aldian gelisah adalah deru napas Malika yang terdengar begitu berat.
Apa yang membuat asma adiknya sampai kambuh separah ini?
Pertanyaan itu terus berputar-putar di kepala Aldian sampai ia tidak sadar jika Adira sudah berdiri di sampingnya.
"Mas Aldi," sapa Adira sambil menepuk pundak pria itu.
"Jangan terlalu dipikirin, Malika pasti akan jauh lebih baik besok."
Perempuan dewasa itu duduk di samping Aldian sambil menyerahkan kopi panas yang ia beli tadi. Begitu Aldian mengambilnya, Adira tersenyum simpul lalu menghadap Malika yang berbaring.
"Hidup tanpa orang tua itu berat ya, Mas?"
"Ya. Jadi kamu harus bersyukur karena masih punya orang tua yang lengkap dan sehat, Dir. Banyak yang mengharapkan ada di posisi kalian," jawab Aldian sambil melirik Ocha yang tidur di sofa.
Adira kembali tersenyum. Lama ia mengamati Malika yang tampak asik dengan tidur lelapnya. Meskipun tidak begitu dekat dengan Aldian, tetapi pria yang menjadi kakak Malika ini adalah salah satu karyawan juga di tempat Adira berkerja. Jadi walaupun mereka tidak begitu dekat, ada sekali atau lebih dari itu mereka berinteraksi, seperti saat ini.
"Aku ketemu Malika di gerbang tadi. Tengah malam dengan baju yang basah kuyup karena hujan. Dia berdiri di depan gerbang rumah, nggak tau alasannya apa. Sampai akhirnya aku samperin dia dan langsung ajak masuk ke dalam. Dia kayak orang linglung yang baru dihipnotis atau kayak orang yang baru dapat masalah besar. Dia kelihatan banyak pikiran," jelas Adira.
Keheningan selama beberapa detik berlangsung setelah Adira menjelaskan awal mula bagaimana Malika bisa berada di rumahnya. Ia rasa perlu memberi tahu Aldian tentang ini tanpa perlu Aldian bertanya lebih dulu. Adira tahu rasanya mengkhawatirkan seorang adik karena Adira juga adalah seorang kakak.
"Dia pulang dengan keadaan basah kuyup?"
Adira mengangguk. "Tanpa alas kaki juga. That's why ada beberapa luka di kaki Malika."