"Kamu ngapain sih?"
Malika memperhatikan Gama dari jarak yang cukup dekat. Ia menopang dagunya dengan tangan di atas meja. Buku yang berada di hadapan cewek itu ia biarkan terbuka begitu saja. Gama lebih menggiurkan.
"Baca buku lah," jawab Gama tampak serius.
Lagi. Malika menahan suara tawanya agar tidak meledak saat ini. Mereka sedang berada di perpustakaan sekolah, tempat di mana anak-anak pintar bersarang. Sungguh, dari awal mereka masuk hingga kini masih banyak pasang mata yang menatap heran pada cowok bertubuh tinggi itu. Ini adalah pertama kalinya Gama memasuki ruangan penuh buku.
Malika membenarkan kaca mata yang Gama gunakan. Entah setan apa yang merasukinya, hari ini Gama bisa membuat Malika tersenyum dan tertawa bahagia hingga ribuan kali.
"Baca apa? Serius banget sampe kaca matanya turun," kata Malika. Ia mendekat, melihat buku yang dibaca Gama. Seketika tawanya kembali pecah. Ia memukul pundak Gama sedikit keras.
"HAHAHHAA BUKUNYA!"
"Malika!" tegur sang penjaga perpustakaan.
Malika segera merapatkan bibirnya. Badan cewek itu bergetar menahan tawa. Jika kalian bertanya kenapa bisa Malika tertawa seperti ini, maka jawabannya adalah Gama. Cowok itu sedang membaca buku dongeng si kancil. Dongen yang biasa anak kecil baca.
"Aduh Gama, aku nggak kuat!" bisik Malika masih berusaha mengakhiri tawanya.
Ia mengambil napas sebelum menangkup wajah serius Gama. Menarik pipi dan hidung cowok itu kencang hingga memerah.
"Lucu banget! Pengen gigit," seru Malika.
Gama memundurkan wajahnya. "Jangan ganggu gue, ceritanya belum selesai. Lagi seru juga," ucap cowok itu.
Lihat, Gama itu menggemaskan seperti bayi. Ia mirip bocah ingusan yang masih polos, padahal kenyataanya tidak seperti itu.
"Terserah deh, anak kecil kalo diganggu emang suka marah. Maklum, masih kecil," ledek Malika.
Gama menatap sinis. Tangan cowok tersebut bergerak menutup buku dongeng kancil itu, menaruhnya jauh dari Gama dan melepaskan kaca mata bacanya. Ia menggambil tangan Malika lalu menyeret cewek itu untuk keluar dari perpustakaan.
"Pelan-pelan, nanti aku jatoh!"
Seakan tuli, Gama justru membawa Malika untuk berlari menyusuri lorong sekolah. Malika tentu saja kewalahan, walau akhirnya ia tertawa terbahak karena Gama yang justru tersandung akibat tali sepatunya sendiri.
"Kan udah aku bilangin pelan-pelan, kamu keras kepala sih!"
"Emang, baru sadar?"
"Galak—"
Malika terpaksa menghentikan ucapannya karena lengan gadis itu yang dicekal oleh seseorang. Gadis itu berbalik, melepas gandengan tangan bersama Gama.
"Kenapa?" heran Malika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Really Badboy
Novela JuvenilMenjadi pacar dari cowok dengan tempramen buruk tentu akan menjadi malapetaka. Apalagi jika mereka suka melakukan kekerasan fisik maupun verbal. Sayang, Malika harus menelan telak jika dirinya telah terjerat lingkar hubungan beracun bersama Gama, sa...