Bandung, November 2022
Orang bilang, kota Bandung adalah kota penuh kenangan. Kota yang hangat untuk menciptakan momen romantis dan berbahagia. Meskipun, udara di kota itu dingin dan seringkali membuat bulu kuduk berdiri.
Namun, kedatangan cowok bertubuh tinggi besar itu di kota Bandung bukanlah untuk hal semacam itu. Dia di sini datang karena terpaksa. Tidak punya pilihan selain menerima.
Gama berjalan dengan langkah besar sampai berada di parkiran hotel yang dia singgahi. Dia tidak menunggu lama untuk segera pergi dari sana. Motor itu keluar dan langsung membelah jalanan kota Bandung yang pada saat itu basah akibat gemercik air hujan.
Seharusnya, Gama tidak perlu berbaik hati datang menghampiri sang papa. Tak perlu buang waktu dan tenaga hanya karena sang papa bilang ingin berbicara serius. Jarak kota Bandung dan Jakarta memanglah tidak jauh, tapi Gama merasa terlalu malas jika harus pergi ke kota tersebut hanya karena Angga.
Namun apa boleh buat. Angga selalu berhasil membuat Gama menurut dengan ancaman-ancaman sialannya.
Tubuh tinggi itu dibalut kemeja biru tua dengan dua kancing teratas dibiarkan terbuka. Memperlihatkan kalung rantai yang bertengger indah di leher. Lalu celana jeans hitam yang sedikit ketat. Rambut cowok itu dibiarkan acak-acakan. Dia mengenakan jaket kulit hitam sebagai pelengkap.
Kemudian di sinilah Gama berada. Di rumah megah milik Angga yang memang sengaja disediakan sebagai rumah singgah saat sang papa melakukan perjalanan bisnis.
Gama sudah lupa kapan terakhir kali dia mengunjungi rumah ini. Namun yang pasti, rumah ini cukup memberikan banyak kenangan untuk Gama.
Baru beberapa langkah Gama berjalan masuk, namanya sudah dipanggil. Mau tak mau, dia berhenti.
"Kamu mau ketemu Papa, Gam?"
Memutus pandangan malas, Gama mengangguk. Wanita yang menyandang status sebagai istri ayahnya itu membimbing Gama menuju ruangan yang sudah ada Angga di dalam.
Setelah mengetuk pintu, Hera langsung masuk diikuti oleh Gama. Wanita itu menghampiri Angga sambil menaruh dua cangkir teh hangat yang dia bawa.
"Ngobrolnya santai aja, Mas," bisik Hera menepuk lengan Angga pelan. Setelahnya, wanita itu pergi.
Kini tinggal Gama yang berdiri tegap di dihadapan sang Papa. Kedua tangannya sengaja dia masukkan ke dalam saku celana.
"Duduk. Papa nggak akan basa-basi."
Dengan begitu, Gama segera duduk di bangku kulit panjang yang bisa menampung dua orang. Dia memandangi Angga yang tersenyum singkat sebelum meminum teh hangat buatan istrinya.
"Apa yang pengen Papa omongin?"
Angga langsung menatap sebuah map yang tergeletak di atas meja kaca. Memberi kode pada Gama untuk membacanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Really Badboy
أدب المراهقينMenjadi pacar dari cowok dengan tempramen buruk tentu akan menjadi malapetaka. Apalagi jika mereka suka melakukan kekerasan fisik maupun verbal. Sayang, Malika harus menelan telak jika dirinya telah terjerat lingkar hubungan beracun bersama Gama, sa...