"Gama belum mau keluar?"
Saka menggelengkan kepala. Wajah cowok itu tampak frustasi bercampur khawatir.
"Saka udah coba bujuk. Tapi setiap pintunya mau Saka dobrak, selalu bunyi barang yang jatuh atau pecah, Ma." Saka mengadu.
Wanita dalam balutan dress sepanjang betis berwarna hitam itu menghela napas kasar. Matanya menyorot pada pintu kayu gagah yang tertutup rapat. "Mama khawatir dia ngelakuin yang berbahaya," ucap Hera.
Saka mengangguk setuju. Melihat bagaimana kacaunya pemakaman tadi saja sudah membuat kepala Saka pening. Dia harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menghadapi Gama. Menahan cowok itu agar tidak mengganggu proses pemakaman Nyonya Praya. Agar para tamu yang melayat tidak merasa terganggu.
"Dia belum makan dari semalam. Tadi sebelum berangkat ke pemakaman udah Mama bujuk, tapi tetep nggak mau," kata Hera.
"Papa nggak bisa dihubungi?"
Hera menggeleng lesu. "Sama sekali nggak bisa."
Lalu anak dan ibu itu terdiam cukup lama dengan pikiran masing-masing. Mengisi keheningan atmosfer mereka dengan banyak tali kusut di kepala.
Kabar kematian Praya Radela memang terlalu mendadak. Membuat semua orang terdekat merasa terpukul dan kehilangan. Termasuk Angga dan Gama. Dua lelaki itu terlihat begitu kacau dari semalam. Mereka sama-sama kehilangan wanita tersayang.
Terutama Gama. Cowok itu dari semalaman mengamuk. Mengutuk semua sumpah serapah entah pada siapa. Tidak ada yang bisa menenangkan. Kecuali satu, gadis berambut panjang dan memiliki lesung pipi yang datang pada pemakaman tadi pagi.
"Apa kita minta tolong perempuan yang tadi?" usul Hera.
Saka menyerngit. "Maksud Mama Malika?"
"Oh namanya Malika. Iya, kita minta bantuan dia aja. Mama nggak tenang kalo Gama tetep di sana ngurung diri." Meskipun mereka tak terikat hubungan darah, Hera tetaplah seorang ibu. Dia memiliki seorang putra, seumuran pula dengan Gama. Melihat Gama yang seperti itu, membuat Hera membayangkan jika Saka yang ada di posisi tersebut. Hati Hera bagai teriris.
Tak berselang lama, rumah duka itu didatangi oleh Malika. Gadis itu sempat bingung, tetapi karena melihat wajah Saka dan Hera yang begitu lelah, dia tak banyak bertanya.
"Gam."
"Diem anjing! Gue bilang nggak mau, budek lo?!"
Saka langsung diam mendapati jawaban seperti itu. Lalu mulai terdengar suara pecahan di dalam kamar yang Gama tempati.
"Gam, buka dulu pintunya," pinta Saka.
"ARGHH BERISIK BANGSAT!!"
Nah, inilah respon yang sudah Saka dapatkan sedari tadi. Selalu seperti itu. Suara teriakan, makian, juga benda-benda yang berjatuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Really Badboy
TienerfictieMenjadi pacar dari cowok dengan tempramen buruk tentu akan menjadi malapetaka. Apalagi jika mereka suka melakukan kekerasan fisik maupun verbal. Sayang, Malika harus menelan telak jika dirinya telah terjerat lingkar hubungan beracun bersama Gama, sa...