Sore ini Gama mengajak Malika makan malam di luar, meskipun Malika tidak tahu di mana, yang jelas malam ini ia merasa senang bukan main. Gama itu tidak suka pergi-pergian keluar rumah hanya untuk mencari makan, lebih baik masak di dalam rumah atau memesan saja. Memang rumit, dasar cowok.
"Kita mau makan di mana?"
"Rumah Papa."
"Serius?!" pekik Malika. Ia sampai tidak bisa mengondisikan tubuhnya agar tidak langsung bangun dan menghadap Gama, karena cewek itu sedari tadi duduk menyender sambil memainkan handphone.
"Iya, Papa gue mau makan malem bareng katanya," jawab Gama. Dia masih fokus menyetir mobil.
Malika menatap tidak percaya pada cowok di sampingnya. Mulutnya sedikit terbuka dengan kedua alis yang menekuk. "Jangan bercanda deh! Nggak lucu tau."
"Siapa yang bercanda?" Gama menoleh pada Malika. Pandangan matanya tampak serius.
"Seriusan?" tanya Malika lagi.
"Iya, emang gue pernah bercanda?"
"Gama!" teriak Malika.
Gama bingung. Ada apa dengan Malika hingga raut cewek itu begitu jelek?
"Puter balik!" suruh Malika. Dia segera menyalakan handphone untuk melihat jam. Pukul lima sore, masih belum terlambat.
"Ngapain? Ada yang ketinggalan?"
Malika menggeleng kuat. "Puter balik, kita ke rumah aku," kata Malika sambil bercermin, dia mulai mengoleskan sedikit liptint di bibirnya yang pucat.
"Buat apaan? Ini udah lumayan jauh dari rumah lo."
Gama masih diam memperhatikan Malika yang asik merias diri. Dari mulai mengoleskan liptint, memakai pelembab wajah hingga menggerai rambut yang tadi Malika konde asal-asalan. Gadis itu terlihat cantik bukan main.
"Mau ngapain?" tanya Gama akhirnya.
"Kamu suka nggak ngotak! Udah tau mau makan malem sama keluarga kamu, masa aku burik gini?"
"Burik? Lo lebih keliatan dekil kali," ejek cowok itu.
Malika menggeram tertahan. Masa bodoh, yang penting menurutnya, ia cantik. Masalah orang lain beranggapan itu hal nomor dua.
"Puter balik, kita ke rumah aku dulu," pinta Malika.
"Buat apa? Ribet banget pake puter balik."
"Ish! Masa aku kayak gini?" kesal Malika.
"Kayak gini gimana?" tanya Gama tidak paham.
Malika menarik-narik baju piyama yang ia pakai. "Aku masih pake baju piyama Gama, yang bener aja kamu."
"Ya emang kenapa kalo lo pake baju piyama?" heran Gama. Dia menepikan mobilnya agar bisa lebih leluasa menghadapi sang kekasih.
"Nggak sopan namanya. Masa iya kita makan malem bareng Papa kamu, kita dateng jauh-jauh tapi dengan nggak tau dirinya aku malah pake baju tidur gini? Mau ditaruh di mana muka aku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Really Badboy
Teen FictionMenjadi pacar dari cowok dengan tempramen buruk tentu akan menjadi malapetaka. Apalagi jika mereka suka melakukan kekerasan fisik maupun verbal. Sayang, Malika harus menelan telak jika dirinya telah terjerat lingkar hubungan beracun bersama Gama, sa...