Ocha membawa Malika dengan tergesa-gesa menuju kantin—ah ralat, Ocha lebih tepatnya menyeret Malika menuju kantin. Gadis itu bahkan tidak memperdulikan rintihan-rintihan yang Malika keluarkan. Sementara Saka, dia turut mencoba melepaskan Malika dari Ocha, namun sepertinya tenaga cewek satu itu terlalu besar hingga Saka sendiri kewalahan.
"Pelan-pelan dong, Cha! Kaki gue sakit banget ini!"
"Nggak bisa, gue nggak bisa! Lo harus buru-buru ke kantin sekarang juga."
Ocha kembali menyeret Malika tanpa perasaan, tapi kali ini Malika mencoba untuk memberontak. Dia menarik seragam Saka untuk menahan tindakan Ocha.
"Kita bisa jalan, Cha. Kenapa harus nyeret gue sih?"
"Karena ini penting! Lo paham nggak sih?!"
Malika seketika terdiam. Tubuhnya sedikit kaku mendengar Ocha yang tiba-tiba membentak. Malika beradu pandang dengan Saka, cowok itu malah mengangkat bahu.
"Lo kenapa deh?" tanya Malika mulai khawatir. Pasalnya Ocha jarang sekali menunjukkan emosinya yang seperti ingin menelan manusia. Walaupun Ocha orang yang emosian, tapi emosi yang gadis itu keluarkan kali ini berbeda.
"Makanya lo ikut gue ke kantin, Ka! Lo congean atau budek sih?" hardik Ocha.
"Oke-oke, ayo ke kantin!"
Malika menggandeng tangan Ocha lalu melangkah memasuki lorong menuju kantin sekolah mereka diikuti Saka di belakang. Begitu sampai di sana, keadaan sangat penuh dengan siswa-siswa yang menghabiskan waktu istirahat di kantin.
"Sini, lo harus liat ini," ucap Ocha.
Dia menuntun Malika ke meja ujung yang jarang di tempati karena posisinya yang terlalu jauh, selain itu meja ujung biasanya hanya digunakan oleh siswa tertentu.
Mereka cukup kesulitan untuk menembus banyaknya orang yang berlalu lalang. Hingga beberapa meter lagi sampai, tubuh Malika seakan membeku melihat siapa yang mengisi meja itu. Ingin rasanya Malika berbalik dan pergi kembali ke kelas, tapi Ocha malah semakin menuntun dirinya hingga Malika berdiri tepat di hadapan kedua manusia itu.
Iris mata mereka bertemu. Tersirat penuh dengan kebencian juga kekecewaan dari tatapan mereka berdua. Cukup lama beradu tatap, Malika akhirnya melempar pandangan ke arah lain.
"Gue baru tau ternyata ada cabe-cabean gatel di sekolah kita," kata Ocha. Gadis itu maju selangkah lebih dekat, lalu tertawa garang melihat siapa yang duduk di samping Gama.
"Gue juga baru tau kalo cabe-cabean itu ternyata elo!" tunjuk Ocha pada Naomi.
Ocha menggelengkan kepala tidak habis pikir. "Dasar sinting. Gue kira cowok lo itu orang lain, bukan Gama. Bangga banget lagi jadi pelakor!" caci gadis itu.
Kepala Ocha terasa akan meledak karena saking panasnya. Apalagi ketika melihat Malika yang justru berdiam diri seperti patung.
"Gue nggak habis pikir ya sama otak dangkal lo, yang pasti gue muak pernah anggep lo sebagai temen bahkan saudara! Jijik gue ngeliat lo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Really Badboy
किशोर उपन्यासMenjadi pacar dari cowok dengan tempramen buruk tentu akan menjadi malapetaka. Apalagi jika mereka suka melakukan kekerasan fisik maupun verbal. Sayang, Malika harus menelan telak jika dirinya telah terjerat lingkar hubungan beracun bersama Gama, sa...