CHAPTER 9

5.6K 140 0
                                    

******

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

******

"Kenapa kau keras kepala!" Kenneth membentak Zella yang sudah hampir mendekati pintu keluar.

"Aku minta maaf, Tuan." Zella menundukkan kepalanya.

Kenneth mendekati Zella dengan cepat. Menahan kedua pipi Zella dan mencium bibir Zella dengan lembut, Kenneth tak bisa membiarkan Zella pergi darinya. Beberapa malam ini, Kenneth tidur tidak nyenyak. Ia selalu melihat ke arah jam dinding, kapan sekiranya waktu berganti menjadi jam tujuh pagi setiap harinya. Pagi ini, jam 7 benar- benar terasa berat bagi Kenneth. Waktu berlalu begitu saja, hingga sore hari kenneth harus melihat Zella dalam keadaan seperti ini.

"Kenneth." Zella menarik napasnya setelah kenneth melepaskan ciuman mereka berdua.

"Kau, aku tak bisa melepaskanmu."

"Sampai berjumpa besok." Zella tak menjawab ucapan kenneth melainkan, ia langsung membuka pintu dan berjalan keluar seolah- olah tak terjadi apa pun di antara mereka.

Kenneth terdiam. Kenneth tak habis pikir dengan isi kepala Zella yang sangat aneh, Kenneth berpikir ciumannya berhasil menahan kepergian Zella. Tetapi sungguh di luar dugaan, Zella malah pergi dengan tak peduli.

"Fuck!!" Kenneth memaki di dalam ruangannya, tak ada alasan lagi bagi Kenneth berada di rumah sakit. Ia segera bergerak mengambil kunci mobilnya, pergi meninggalkan rumah sakit.

****

Zella menghentikan taksi, tubuhnya masih terseok- Seok berhasil mendapatkan kendaran yang akan mengantarnya pulang. Zella memejamkan matanya, disaat hatinya berat kenapa Kenneth harus menjadi orang yang melihat ia lemah!.

"Fucking shit! Arghhhh." Zella berteriak ia melupakan bahwa saat ini dirinya berada dalam taksi.

"Nona. Apa anda baik- baik saja," ujar supir taksi yang juga ikut terkejut mendengar teriakannya.

"Maaf..." Zella menunduk malu.

Berselang beberapa menit, Zella akhirnya sampai di depan apartemennya. Tangannya mengeluarkan beberapa lembar uang cash, setelah membayar taksi Zella kembali menarik napasnya dan menghembuskan-nya dengan kasar.

"Tidak apa- apa Zella, mulai besok semuanya akan kembali seperti semula." Zella menyemangati dirinya, ia memasukan sandi pintu apartemennya.

Lampu ruang tamu yang memiliki sensor otomatis. Menyambut Zella, dengan hangat, meskipun yang terdengar hanyalah sebuah kesunyian. Zella melepaskan jaketnya, dia melirik pada lengannya yang di perban, jemari lentik Zella menyentuh perban itu dengan perlahan. Senyumnya sedikit mengembang, membentuk sebuah lengkungan kecil.

"Aku tak akan bisa melepaskanmu." Perkataan Kenneth kembali terngiang di dalam benak Zella.

*****

Mike bermain piano di ruang utama, jemarinya dengan lincah memainkan not Fur Elise ciptaan Ludwig Van Beethoven. Hingga di akhirnya di not terkahir yang seharusnya terdengar sangat merdu, Mike malah menekan not dengan kencang. Emosinya memuncak, ia mukul not piano dengan tangannya.

𝐓𝐇𝐄 𝐌𝐈𝐒𝐒𝐈𝐎𝐍 𝐊𝐈𝐋𝐋 𝐘𝐎𝐔 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang