Gue masih menemani Dira di depan makam kedua orang tuanya. Setelah kejadian kemarin, orang tua Dira dinyatakan meninggal di tempat. Sementara Tante Gita masih dirawat di ruang ICU karena kondisinya yang sangat kritis akibat kehilangan banyak darah. Masih terbayang jelas di dalam ingatan gue wajah psikopat yang sudah menghabisi nyawa kedua orang tua Dira. Ya, si brengsek Agnes, selingkuhan Tante Gita, datang untuk membalas dendam karena gak terima diputusin sama Tante Gita. Dengan penuh dendam kesumat, dia datang ke El Sabor dengan menggunakan penutup kepala dan topeng untuk menyamarkan diri. Tapi dasar orang tolol yang gak punya keahlian pakai senjata, akhirnya berhasil dibekukan sama Tante Gita walaupun ia juga terluka. Malah justru Tante Gita dan mami yang jadi sasaran utama si cewek gila itu. Beruntung mami langsung diselamatkan sama Tita Luisa. Sekarang, si cewek gila itu udah ditahan di kantor polisi dan menunggu sidang. Gue harap dia dihukum mati atau penjara seumur hidup karena kejadian ini.
"Babe, kita pulang yuk. Mendung sebentar lagi hujan," ajak gue kepada Dira.
"Kira-kira daddy dan mama maafin aku gak ya, Le?" tanya Dira yang matanya sembab karena semalaman nangis.
"Pasti sayang. Orang tua pasti akan selalu bisa memaafkan semua kesalahan anaknya karena cinta orang tua tak terbatas," jawab gue yang juga ngerasain kegetiran Dira.
"I hope so," kata Dira. Dia lalu mengusap nisan daddy dan mama-nya. "Daddy, mama, Dira pulang dulu ya. Gak usah khawatir, Dira akan baik-baik saja. Dira yakin daddy dan mama akan lebih bahagia di surga karena gak perlu ngadepin anak kaya Dira lagi," ujarnya dengan air mata yang menetes lagi.
"Baby, please, jangan ngomong kaya gitu. Jauh di lubuk hati uncle dan tante, mereka pasti sangat bangga punya anak kaya kamu," ucap gue sambil kembali merangkul Dira. "Uncle, tante, tenang aja, Ale akan selalu menjaga dan sayang sama Dira. Uncle dan tante yang tenang ya di sana," ujar gue mencoba menenangkan Dira dengan berbicara juga di depan makan daddy dan mama-nya.
"Kita ke rumah sakit ya babe, aku mau lihat kondisi Tante Gita," ajak Dira. Gue hanya mengangguk.
Tak lama setelah pemakaman orang tua Dira, Mami, Tita Luisa, dan Tita Letty langsung menuju rumah sakit untuk melihat kondisi Tante Gita. Oma tak henti-hentinya menangis di depan ruang ICU. Ia terus menyalahkan dirinya sendiri karena merasa tidak bisa melindungi semata wayangnya.
"Oma," panggil gue kepadanya begitu sampai di rumah sakit. Oma langsung memeluk gue erat. Ketika melihat Dira, dia langsung memeluk Dira.
"Dira, maafin Tante Gita ya nak. Gara-gara ulahnya, kamu jadi kehilangan orang tuamu, sayang," ujar Oma.
"Ssst Oma, ini bukan salah Tante Gita. Semua sudah takdir. Sekarang kita harus doain kesembuhan Tante Gita," kata Dira. Mami kemudian berdiri dan memeluk Oma.
Tak lama kemudian, seorang dokter keluar dari ruang ICU dengan raut wajah yang serius seraya membawa map berisi dokumen. Feeling gue udah gak enak banget. Semoga gak ada sesuatu yang serius. Semoga feeling gue salah. Semoga, semoga, dan semoga.
"Maaf, apa ini keluarga Gita Ayunda?" tanya sang dokter.
"Betul, dok. Kami keluarganya dan beliau adalah ibu kandungnya," jawab Tita Luisa mewakili Oma yang gak bisa berkata-kata.
"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin menghentikan pendarahannya sejak semalam dengan terus melakukan transfusi. Namun ternyata hal itu tidaklah cukup karena saudari Gita Ayunda kehilangan terlalu banyak darah. Saudari Gita Ayunda tidak dapat tertolong dan dinyatakan meninggal," ucap sang doktor.
Tiba-tiba ada suara dengungan di telinga gue. Bising sekali. Bercampur dengan teriakan Oma dan tangisan Mami.
Siang itu, setelah kami bermain basket, beberapa hari sebelum hubungan Mami dan Tante Gita berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Generasi
RomanceSelama 17 tahun, Eleonora menjadi orang tua tunggal bagi putrinya, Alejandra yang saat ini sudah beranjak remaja. Tidak mudah memang menjadi wanita karier dan menjadi seorang ibu. Apalagi sang putri susah diatur dan cenderung memberontak. Namun, di...