Seminggu sudah para santri melakukan ulangan dan selama itu juga Pais berada di Bogor. Dan sekarang Pais kembali lagi ke pondok. Pais turun dari mobil yang terparkir di pekarangan rumah ndalem. Pais memakai kemeja berlengan panjang dan memakai celana hitam. Ia tidak memakai peci dan terlihat lah rambut hitamnya yang mengkilap bak sebuah sepion mobil yang terkena sinar matahari.
Silaunya bukan maen.Lelaki itu tersenyum dan menghirup udara segar yang melintas di indra penciumnya. Sejenak ia memandangi rerumputan dan pepohonan hijau yang tampak asri. Ia merindukan suasana pondok. Ralat, mungkin ia merindukan istrinya. Ya, itu sebuah kemungkinan karena semenjak saat itu, Pais selalu memikirkan Rifa. Tapi, tak di pungkiri bahwa Pais masih mencintai masa lalunya. Pais di jemput oleh ustadz Iki. jadi, ustadz Iki lah yang mengemudikan mobil berwarna hitam itu.
Pais berjalan mengambil koper abu-abunya di bagasi mobil, lalu menyeretnya ke ndalem. Setibanya di depan pintu, ia mengetuknya menggunakan tangan kanan sedangkan yang kiri, ia gunakan untuk mencengkram erat kopernya.
"Assalamu'alaikum." ucapnya seraya mengetuk pintu.
Lelaki itu melihat pintu yang di buka 'kan oleh seseorang, muncul lah wanita paruh baya yang ia anggap sebagai orang yang telah melahirkannya. Bergegas Pais langsung menyalaminya dengan takjim dan memeluknya melepas kerinduan selama satu Minggu ini.
Selepas memeluk Uminya Pais bertanya. "Abi ke mana Mi?."
Umi Halimah tersenyum dan menjawab."lagi di pondok untuk mengumumkan ziarah ke Majalengka."
Pais mengangguk cepat, karena ia sudah tahu akan keberangkatannya para santri dari ustadz Iki. Ini berlaku hanya untuk santri yang akan segera lulus dari pesantren.
Anak dari pemilik pesantre Darull Mutaqieen itu membuka sandalnya, selepas itu masuk dan langsung menaiki lantai dua, ke kamarnya. Karena ia sangat lelah di perjalanan.
Pais menaruh kopernya di pinggir kasur dan langsung menepatkan punggungnya di hamparan kasur yang sangat empuk. Sejenak ia menutup matanya menikmati waktu yang terus berlalu.
"Fa bi ayyi ala i rabbikuma tukazziban"
__
Siang ini. Seluruh santriwan dan santriwati yang akan melaksanakan staditur ziarah ke makam KH. Abdul Chalim yang berada di Majalengka sedang berada di aula dan di depanya sudah ada ustadz, ustadzah serta setaf yang mengurus pondok dan jangan lupakan kiai Abdurrahman yang di baluti dengan sorban putih sedang menjelaskan keberngkatan ziarah besok.
"Alhamdulillah semuanya akan mengikuti ziarah ke Majalengka. Kalian akan di pulangkan ke rumah masing-masing untuk meinta izin kepada kedua orang tua kalian. Dan besok kita akan berangkat langsung dari pondok jam sembilan pagi. Jadi, kalian harus sudah berada di pondok jam delapan, karena kita akan mempersiapkan terlebih dahulu keberangkatannya." jelas panjang kali lebar Kiai Abdurrahman .
Seluruh santri yang di aula mengangguk paham. Santri putra dan santri putri terpisah dengan jarak beberapa meter. Ada yang saling berpandang-pandangan dan ada mencari perhatian satu sama lain. Seperti Raka saat ini, ia bisa melihat jelas keberadaan Rifa yang sedang fokus menyimak penjelasan sang pemimpin pondok. Perempuan itu sangat cantik di matanya.
Raka mengunggingkan senyuman. Ia terus saja memandangi Rifa hingga tak sadar bahwa temannya yang memiliki kulit berwana agak hitam itu memanggil-manggil namanya.
"Ka, Raka." Asep gusar karena temanya itu tak kunjung menyahut. Hingga panggilan yang ketiga kalinya menyadarkan sang empu yang terperanjat kaget.
"Oy, Raka!." sedikit mengeras tepat di telinganya, beberapa santri menoleh kepada lelaki yang memiliki kulit agak hitam itu. Sedangkan Asep hanya cengengesan tanda tak mau disalahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencari Cinta Gus Kecil
Romance"Haruskah aku menerimamu sedangkan hatimu tak mencintaiku?" ~Rifa~ Syarifa Khairunnisa Azzahra adalah seorang wanodya yang masih mencintai masa lalunya, yaitu seorang lelaki yang sering ia panggil Gus kecil. Tetapi, Rifa mal...