Bab 27

726 28 5
                                    

Beberapa hari kemudian.

Setelah santri-santri mengetahui Rifa istri dari Gus Pais, sekarang mereka lebih menghormati Rifa dan memanggilnya dengan sebutan Ning. Ada yang iri dan tidak setuju kalau Rifa menjadi istri Gus Pais, ada juga yang menyetujuinya karena keramahan, kecantikan dan kelembutan hati Rifa.

Kini Rifa tinggal di ndalem karena perintah dari Umi Halimah dan Kiai Abdurrahman. Ressya dan Ghea amatlah sedih karena harus berpisah dengan Rifa. Meskipun berada di lingkungan yang sama, tetapi aktivitas mereka dengan Rifa akan terbatas karena Rifa telah menjadi menantu dari pemilik pondok pesantren.

Pagi ini, Rifa akan belajar kitab Fathul izhar bersama santriwati lainnya. Gus Pais yang akan mengajar kitab itu, ia akan menjelaskan Tata cara bersanggama. Lantas Gus Pais membuka kitabnya dan mulai menjelaskan.

"Bahwasanya disunahkan bagi yang hendak bersaggama, hendaklah ia menyebut nama Allah taala, dan juga hendaklah ia berdoa dengan doa yg terdapat didalam kitab Shahih bukharari: "Bismillahi allohuma jannibnassaytoona wajannibissaytoona maa rozaqtana," 

"yang artinya: "Dengan menyebut nama Allah, ya Allah jauhkanlah setan dari kami, dan jauhkanlah setan dari sesuatu yg telah engkau rizkikan kepada kami". Maka, sesungguhnya apabila dari persanggaman itu Allah takdirkan lahirnya anak, maka setan tidak akan mampu mencelakakan atau menjerumuskan anak itu ... ," lanjut lagi Gus pais menjelaskan panjang kali lebar.

Selepas menjelaskan, Gus Pais mempersilahkan murid-muridnya untuk bertanya.

Tepat di meja paling belakang, santriwati mengangkat sebelah tangannya dan bertanya, "Afwan Gus, saya mau tanya?"

Gus Pais mengedarkan pandangannya ke bangku yang paling belakang. "Tafadhdholy," jawab Gus Pais mempersilahkan.

"Em..., posisi saat bersetubuh yang sehat itu menurut Islam bagaimana Gus?" tanya santriwati itu malu-malu.

Bersetubuh? Bahkan Gus Pais saja belum pernah melakukannya dengan istrinya. Ia menelan air liurnya yang terasa kering ditenggorokan.

Gus Pais berdeham singkat saat akan menjawab pertanyaan tersebut. "Jauhilah bersenggama sambil berdiri, hal itu berdasarkan firman Allah Swt dalam surah Al-Baqarah ayat 223: "Maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki," Gus Pais amatlah malu menjelaskannya, ia di tatap oleh santriwati termasuk istrinya.

"shahabat Ali karamallahu wajhah berkata: "Wanita laksana kendaraan bagi pria (suami), maka dia boleh mengendarainya kapan saja dibutuhkan."  Akan tetapi, cara yang disunahkan adalah cara-cara yang telah diterangkan. Syekh penazham juga me nazhamkan: "Kemudian suami naik keatas tubuh istri secara perlahan-lahan." dan ada juga cara lain, sebagaimana dikatakan, "pendapat lain mengatakan, bahwa dari arah belakang juga diperbolehkan," lanjut Gus Pais menjelaskan.

"Syukron Gus atas penjelasannya," ucap santriwati itu berterima kasih.

"Waiyyakum," jawab Gus Pais (sama-sama).

Selepas itu Gus Pais melihat Rifa yang menatapnya dengan tatapan teduh. Mata mereka beradu di peraduan yang sama. Setiap kali Gus Pais menatap mata Rifa, yang ada di pikirannya hanya gadis kecil yang pernah ia temui, mata lentik istrinya  mirip dengan gadis itu.

"Ekhm..., nanti aja tatap-tatapannya, kasian yang belum nikah," celetuk Ressya pelan.

Rifa tersadar dan tak bisa menyembunyikan rona di pipinya.

____________

Sore 'pun telah tiba.

Kini, Rifa sedang duduk di halaman ndalem, memegang ikra pemberian dari lelaki yang sering ia panggil Gus kecil dan masih tertera jelas nama 'Gus kecil Ifa' dari awal jilid ikra itu. Beberapa hari ini Gus Pais amatlah dingin dan cuek seperti dulu, bahkan bicarapun hanya sekadarnya saja.

Mencari Cinta Gus KecilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang