Bab 32

993 44 4
                                    


"Saya mohon Gus, jadikan saya istri kedua." Nisa memegangi tangan Gus Pais dengan menunjukan wajah memelas.

Perempuan di depannya itu tak punya urat malu.

Secara cepat, Gus Pais menyingkirkan tangan Nisa dengan kasarnya. "JANGAN KURANG AJAR! HARGAI SAYA SEBAGAI GURU KAMU!"

Gus Pais sungguh muak melihat wajah Nisa, ia takut nanti tak bisa mengendalikan dirinya. Dengan dingin, Gus Pais melangkah melewati Nisa yang terus menatapnya seakan tak pernah di ajarkan menjaga pandangan. Allah subhanahu wataala memerintahkan umat-Nya untuk gadhul bashar atau menjaga pandangan, itu pun pernah Gus Pais ajarkan pada santri-santrinya, namun perempuan di depannya itu tak menerapkannya.

Sebelum ia benar-benar keluar dari ruangannya, Gus Pais berucap tanpa membalikkan badan.

"Dan satu lagi, untuk masalah kalung, saya akan mengembalikannya pada kamu setelah kamu meminta maaf pada Rifa. Kalau kamu tak meminta maaf pada Rifa, saya akan melaporkan perbuatan kamu kepada polisi." Gus Pais pergi dari ruangannya dengan hati penuh kekesalan, ia berzikir agar bisa meredam amarahnya.

'Gue, minta maaf pada Rifa? Gak sudi! Tapi... .'

Gue sayang sama kalung itu.

Kalung dari sahabat gue.

___

Ceklek!

"Assalamu'alaikum," ucap Gus Pais setelah masuk keruangan rawat istrinya seraya membawa tas yang berisikan pakaian Rifa.

Tanpa Gus Pais duga di dalam ruangan itu selain Umi Halimah sudah ada Nayra dan kakaknya, Ning Silvi yang sedang menjenguk.

"Waalaikumssalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab umi dan juga Ning Silvi.

"Kamu bawa pakaian Rifa, kan?" tanya uminya Pais yang duduk di sofa bersama Silvi.

"Bawa Umi," sahutnya cepat. Lantas, Gus Pais menyalami uminya dan tak lupa juga dengan kakaknya.

Gus Pais berjalan ke arah lemari yang berada di pojok sebelah sofa untuk menyimpan tasnya di sana. Lantas, langkah kakinya pun menggiring menuju bangkar Rifa. Ia berdiri di samping Nayra yang sedang duduk menatap sendu istrinya.

"Aunty cepat sembuh ya, Nay kangen main sama Aunty." Gadis kecil itu mengusap tangan tantenya sembari memandang sendu wajah Rifa yang di pasangi berbagai alat medis.

Deraian air mata membasahi pipi Nayra yang membuatnya langsung menghapus sejenak. Pandanganya beralih menatap Gus Pais yang jangkung, hal itu membuat Nayra harus menengadahkan kepalanya.

Dengan sisa-sisa air matanya Naira bertanya pada pamannya, "Paman, kapan Aunty bangun?"

Gus Pais menghembuskan napasnya pelan, ia membalas tatapan Nayra, mendengar pertanyaan Nayra hatinya merasa teriris. "Nay berdoa aja, agar auntynya cepat-cepat sembuh dan bisa bermain lagi sama Nayra." Gus Pais mengusap pucuk kepala Nayra yang di baluti kerudung bergo.

Dengan cepat gadis kecil itu menganggukkan kepalanya.

"Is, kamu udah makan?" tanya Umi Halimah yang langsung mendapatkan sahutan dari sang anak.

Gus Pais membalikkan badannya untuk menjawab pertanyaan uminya. "Udah umi, tadi pagi."

"Ini, kan, udah siang Nak, cepat gih makan dulu."

Bagaimana bisa Gus Pais makan dengan anteng sedangkan istrinya, Rifa, masih tak sadarkan diri dari komanya.

"Pais belum lapar Mi, nanti sore aja."

Mencari Cinta Gus KecilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang